Dark/Light Mode

Auditor Investigatif BPKP Jadi Saksi E-KTP

Kuasa Hukum Cecar Penghitungan Kerugian Negara

Selasa, 13 September 2022 20:55 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP menghadirkan Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Ketua Tim Penasehat Hukum Isnu Edhy Wijaya, Endar Sumarsono meragukan klarifikasi dari tim BPKP. Khususnya, soal perhitungan kerugian negara dalam proyek pengadaan e-KTP TA 2011-2013.

Dalam klarifikasinya, tim auditor BPKP mengatakan ada komponen utang yang membuat terjadinya selisih sebesar Rp 100 miliar antara nilai Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang dibayarkan negara kepada konsorsium PNRI, dengan hasil perhitungan negara proyek e-KTP.

Baca juga : DPRD DKI Jakarta Sibuk Cari Pengganti Anies-Riza

Seharusnya, kata Endar, antara nilai SP2D dan hasil perhitungan kerugian negara, sama. Namun, penambahan komponen utang itu baru dimasukkan setelah adanya salah perhitungan kerugian negara.

Komponen utang itu tidak digunakan sebagai perhitungan dalam laporan hasil audit. Padahal, salah perhitungan itu terjadi di laporan awal hasil audit BPKP.

Dalam sidang sebelumnya, Auditor BPKP Suaedi mengakui bahwa terjadi salah hitung dalam audit kerugian negara proyek e-KTP.

Baca juga : Jumlah Kerugian Negara Turun Jadi Rp 78 Triliun

Dalam hal ini, ada perbedaan atau selisih jumlah antara total Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang dibayarkan negara kepada konsorsium PNRI, dengan hasil perhitungan negara proyek cetak kartu e-KTP.

Hasil audit kerugian negara lebih besar ketimbang total nilai SP2D. Seharusnya, hasil audit dan SP2D sama. Rincinya, total SP2D atau pembayaran negara kepada konsorsium PNRI untuk proyek cetak kartu e-KTP sebesar Rp 2.275 triliun.

Sedangkan hasil audit kerugian negara BPKP sebesar Rp 2.376 triliun. Dari jumlah itu, hasil audit kerugian negara lebih besar ketimbang SP2D. Apalagi, terdapat selisih antara hasil audit dengan SP2D sebesar Rp 100 miliar.

Baca juga : PBH Peradi: Bantuan Hukum Dan Pendampingan Itu Hak Warga Negara

Lalu, dalam sidang berikutnya, tim auditor BPKP meralat pernyataannya itu. Dia mengatakan, adanya selisih Rp 100 miliar tersebut karena Perum PNRI memiliki utang kepada PT Pura Barutama sebesar Rp 140 miliar. Sedangkan, dalam laporan keuangan, PNRI hanya memiliki utang sebesar RP 6 miliar.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.