Dark/Light Mode

Mencegah Terulang Lagi Tragedi Kanjuruhan Dalam Perspektif Perlindungan Anak

Kamis, 13 Oktober 2022 19:53 WIB
Tragedi Kanjuruhan, Sabtu malam (1/10). (Foto: Yudha Prabowo/AP)
Tragedi Kanjuruhan, Sabtu malam (1/10). (Foto: Yudha Prabowo/AP)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sudah hampir dua pekan tragedi di Stadion Kanjuruhan berlalu. Berdasarkan laporan terbaru Dinas Kesehatan Kabupaten Malang per 12 Oktober 2022, jumlah korban tragedi Kanjuruhan mencapai 737 orang, dengan 132 di antaranya meninggal dunia, termasuk anak-anak dan perempuan. Salah satu tragedi terburuk dalam sejarah olahraga di dunia tersebut menjadi bukti nyata rendahnya perhatian terhadap aspek keselamatan dan perlindungan kelompok rentan.

Koordinator Posko Terpadu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk Tragedi Kanjuruhan, dr. Syifa Mustika, mengungkapkan bahwa di antara korban jiwa tragedi Kanjuruhan, diperkirakan lebih dari 65 persen merupakan anak-anak dan perempuan. Penyebab utama kematian adalah karena kekurangan oksigen yang dapat disebabkan oleh terinjak-injak, desak-desakan, dan benturan di kepala akibat terjatuh.

Ia menyatakan, pada saat kerusuhan terjadi, tidak ada koordinasi proses evakuasi yang baik sehingga terjadi penumpukan dan desak-desakan di pintu keluar. "Otomatis ya, anak dan perempuan lah yang menjadi korbannya. Kalau ditanya lagi bagaimana mekanisme penyelamatannya, ya yang paling kuat itu yang bisa selamat," kata Syifa, dalam acara media briefing “Mencegah Terulangnya Kembali Tragedi Kanjuruhan dalam Perspektif Perlindungan Anak", Rabu (12/10). 

Peristiwa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan berbanding terbalik dengan regulasi yang ada. Dalam Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI 2021 Pasal 4 Ayat 1E, tertulis bahwa penyelenggara wajib mengkoordinasikan prosedur untuk menampung semua penonton, termasuk penyandang disabilitas, lansia, keluarga, dan anak-anak. Namun, pada kenyataannya implementasi itu tidak terjadi.

Baca juga : Tragedi Kanjuruhan, Persik Kasih Bantuan Dan Layanan Psikolog

Menurut pengakuan Aldo (17), sebagai pendukung klub Persebaya Surabaya, dirinya sering merasa khawatir, tidak nyaman, dan bahkan takut ketika pergi menonton pertandingan sepak bola di stadion. Tidak jarang ia menemukan suporter yang menonton dalam keadaan mabuk. Saat terjadi kerusuhan, ia memilih untuk berdiam diri dan berlindung ke arah belakang tribun dibandingkan meminta perlindungan kepada petugas keamanan.

“Karena banyak supporter yang justru diberi tindak kekerasan. Itu makanya, saya lebih memilih untuk diam di belakang saja,” ungkap Aldo.

Hal senada diungkapkan Tessa Witarsa, seorang pecinta sepak bola dan pendukung Persija. Ia pun pernah berada dalam situasi kerusuhan dalam stadion hingga pihak keamanan melemparkan gas air mata ke penonton. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena adanya miskomunikasi antara panitia penyelenggara dan aparat keamanan.

“Kan harusnya sebelum pertandingan ada rapat koordinasi yang memaparkan aspek keamanan. Namun sepertinya ada miskomunikasi,” tutur Tessa. Selain itu, ia pun merasa edukasi terhadap suporter maupun kepada penonton terhadap aspek keselamatan dan keamanan masih sangat kurang.

Baca juga : Mahfud Terbuka Tanggapi Wacana Banteng Soal Pemilu Proporsional Tertutup

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, turut menyampaikan bahwa yang dialami Aldo dan Tessa merupakan fakta lapangan yang terus terjadi di Indonesia. Ia menjelaskan, belum sepenuhnya perhatian para pemangku kepentingan untuk memperhatikan isu perlindungan anak dalam pelibatan massa seperti olahraga, konser musik, dan kegiatan kerumunan lainya. 

Lebih mengkhawatirkan lagi, anak-anak seringkali menjadi martir dalam setiap kerusuhan dan menjadi tameng utama untuk melawan aparat. Situasi ini dimanfaatkan sejumlah oknum untuk mendapat keuntungan. “Semoga rekomendasi dari TGIPF dapat segera masuk, terkait bagaimana memastikan atau mewujudkan kerumunan yang ramah untuk anak. Saya kira ini menjadi cita-cita kita bersama,” ungkap Jasra. 

Advocacy and External Engagement Manager Wahana Visi Indonesia (WVI), Junito Drias, menegaskan bahwa anak dan kelompok rentan punya hak di ruang publik. Negara harus proaktif memberikan perlindungan dalam bentuk pencegahan melalui kebijakan keselamatan dan keamanan anak, dan penanganan melalui kebijakan respon.

“Misalnya, saat terjadi kejadian kemanusian menimpa anak serta keluarga, seberapa jauh pemangku kepentingan terkait bisa melayani itu. Dari rumah sakit, kepolisian hingga unit-unit layanan lain,” ungkap Junito.

Baca juga : TGIPF Duga, Ada Kepentingan Iklan Rokok Di Balik Tragedi Kanjuruhan, Prof. Tjandra Miris

Untuk itu, WVI memberikan tiga rekomendasi untuk pemangku kepentingan negara. Pertama, mewajibkan kebijakan keselamatan dan keamanan anak, perempuan dan kelompok rentan dalam kegiatan keramaian, termasuk pencegahan (mitigasi) dan respons. Kedua, komitmen kepolisian untuk menerapkan kebijakan keselamatan dan keamanan anak, kelompok rentan serta perempuan dalam SOP kepolisian. Ketiga, kementerian/lembaga meningkatkan pemahaman kebijakan keselamatan dan keamanan anak, kelompok rentan serta perempuan.

Untuk pemangku kepentingan nonnegara, WVI memberikan dua rekomendasi. Pertama, warga agar senantiasa mengedepankan keselamatan dan keamanan anak dan kelompok rentan serta perempuan. Kedua, panitia penyelenggara menerapkan dan mematuhi kebijakan keselamatan dan keamanan anak, kelompok rentan dan perempuan.

Mewakili suara anak, Ulum (17) turut meminta kepada para pihak penyelenggara untuk wajib menyediakan area atau tribun khusus anak atau orang tua yang membawa anak-anak. Ia juga memandang, pentingnya dilakukan penjelasan terkait aspek keamanan, baik untuk pihak suporter maupun di pihak petugas keamanan agar semua pihak tahu cara mencegah dan mengatasi risiko bila ada kerusuhan/bencana. “Terakhir, menjalankan pembatasan umur anak yang diperbolehkan berpartisipasi dalam kegiatan kerumunan,” tutup Ulum.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.