Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

NII Crisis Center: Radikalisme dan Terorisme Fakta, Bukan Stigmatisasi

Kamis, 3 November 2022 17:14 WIB
Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan (Foto: Istimewa)
Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan turut prihatin dengan adanya opini bahwa persoalan radikalisme dan terorisme itu seolah labeling dan stigmatisasi Pemerintah terhadap agama Islam. Ken menegaskan, radikalisme dan terorisme itu nyata.

Pernyataan Ken ini menanggapi ditangkapnya wanita bernama Siti Elina (SE) yang hendak menerobos masuk ke Istana Kepresidenan dengan membawa pistol, 25 Oktober lalu. Setelah kejadian itu, muncul komentar seorang tokoh yang mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan bentuk stigmatisasi pemerintah terhadap umat Islam. Ken dengan tegas membantah hal itu.

“Narasi tersebut sangat berbahaya karena sebagian masyarakat yang minim literasi dapat terpengaruh dengan narasi stigmatisasi agama dan tidak adanya ancaman terorisme yang hanya sekedar rekayasa,” ujarnya, seperti keterangan yang diterima redaksi, Kamis (3/11).

Baca juga : Ini Tips Mengakali Mesin Pencari Demi Optimalkan Penjualan

Menurutnya, perlu edukasi yang lebih massif lagi dari segenap elemen untuk menyebarkan bahwa melawan radikalisme dan terorisme bukan proses stigmatisasi agama. Ken menegaskan, melawan radikalisme justru menyelamatkan agama dari fitnah yang dilakukan kelompok teror.

Ken mengungkapkan, adalah sebuah fakta ada orang yang belajar dengan guru yang salah, akhirnya menafsirkan dan mengaplikasikan ayat-ayat jihad dengan cara yang salah pula. Hal itulah yang dialami SE ketika mendapat doktrin dan pengaruh dari gurunya dan suaminya, yang juga terungkap menjadi bendahara NII Jakarta Utara.

Menurut Ken, ideologi NII tidak akan pernah mati. Justru saat ini cukup masif, terutama di kalangan perempuan. Hal itu dibuktikan dengan beberapa pelaku aksi terorisme yang melibatkan kaum perempuan. Sebelum kasus SE, kejadian penyerangan Mabes Polri juga dilakukan seorang perempuan, juga bom bunuh diri di Surabaya dan Makassar.

Baca juga : BNPT Ajak Alumni Pesantren Sebarkan Narasi Agama Damai

“Perempuan lebih rentan karena bila sudah bergabung dengan NII dan terikat pernikahan, maka dia ketaatan pada kelompoknya lebih kuat,” ungkapnya.

Bahkan, lanjut Ken, banyak laporan pengaduan kasus yang diterima NII Crisis Center akhir-akhir ini adalah perempuan, tidak sedikit yang berpendidikan S1 dan S2 di perguruan tinggi ternama di Indonesia. Ia juga mendorong dibuatnya regulasi untuk melarang ideologi-ideologi yang diusung kelompok-kelompok radikalisme itu di Indonesia. Menurutnya, ini penting karena jelas ideologi-ideologi itu bertentangan dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila.

“Saat ini belum ada payung hukum yang dapat menindak paham radikalisme seperti NII, khilafaisme, salafisme, wahabisme dan lain-lain. Kalau pun ditindak hanya organisasinya, itu pun hanya dengan pasal yang ringan. Bila mereka ganti nama, mereka bisa kembali melakukan perekrutan dan penggalangan dana,” ucap Ken.

Baca juga : Kemenkes, Jangan Diam Saja

Dalam hal ini, kata Ken, butuh ketegasan negara agar dapat memberantas paham radikalisme yang mengatasnamakan agama. Pasalnya, tak satu pun agama di muka bumi yang mengajarkan kekerasaan, merusak, apalagi membunuh sesama.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.