Dark/Light Mode

Jet Tempur KFX/IFX Masih Kurang 9 Teknologi, Export License Dari AS Perlu Dilobi

Jumat, 11 November 2022 21:33 WIB
KF-21 Boramae, kolaborasi jet tempur RI-Korea (Foto: Airspace Review)
KF-21 Boramae, kolaborasi jet tempur RI-Korea (Foto: Airspace Review)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mengungkap, pengembangan pesawat jet tempur KFX/IFX kolaborasi RI-Korea Selatan (Korsel), masih memiliki kekurangan sembilan teknologi.

"Ada sembilan teknologi yang masih sulit kita dapatkan, tapi oke. Sembilan sulit kita dapat, tapi kita dapat 48. Minimal, kita ada usaha," kata Prabowo saat memberikan sambutan dalam acara Seminar Nasional "Tantangan TNI AU dalam Perkembangan Teknologi Elektronika Penerbangan" di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (8/11).

Prabowo yang juga Ketua Umum Partai Gerindra itu menegaskan, kekurangan tersebut tidak menghambat proses kerja sama pengembangan pesawat tempur generasi 4.5.

"Saya kira tidak menghambat," ucapnya.

Terkait hal itu, Prabowo meminta agar para insinyur, mekanik, dan ilmuwan dari Indonesia dilibatkan lebih banyak dalam proyek tersebut.

Dia kemudian membandingkan biaya pengadaan jet tempur KFX/IFX, yang separuh lebih murah dari bikinan Prancis, Rafale. 

Baca juga : APP Sinar Mas Dukung Teknologi Modifikasi Cuaca Di Sumsel Dan Jambi

"Rafale kita kejar, F-15 kita mungkin kejar, kita kejar. Tapi, kita juga tetap memacu kemampuan, untuk membuat pesawat-sendiri. Saya yakin, beberapa tahun lagi kita akan memiliki pesawat-pesawat tempur yang cukup canggih. Produksi bangsa kita sendiri," tandas mantan Danjen Kopassus ini. 

Terkait hal ini, Marsdya TNI (Purn) Eris Herryanto yang mewakili Forum Komunikasi Industri Pertahanan (Forkominhan) menjelaskan, persoalan yang dihadapi dalam pengembangan ini cukup rumit.

Karena pihak Korsel mendapatkan teknologinya dari AS. Total, ada 129 teknologi kunci dalam pembuatan pesawat tempur.

"Amerika tidak memberikan 4 teknologi kunci kepada siapa pun. Ke Indonesia, 9 teknologi tidak diberikan," ujar Eris dalam Workshop Indonesia Next Generation Journalist Network Batch 2, yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), beberapa waktu lalu.

Masalah krusial lainnya, Amerika tidak memberikan export license kepada Indonesia, dalam bentuk komponen subsistem/LRU dan teknologi lainnya. Padahal, itu sudah mulai digunakan di prototipe.

Terkait hal ini, Korsel sudah memberikan kemudahan, untuk mentransfer teknologinya secara bertahap.

Baca juga : Penting, Regulasi Larangan Ideologi Yang Bertentangan Dengan Pancasila

"Kita lihat, apakah komitmen tersebut tetap diberikan sampai berakhirnya fase Engineering & Manufacturing Development (EMD)," ucap Eris.

Masalah lain yang dihadapi dalam pengembangan jet tempur KFX/IFX antara lain meliputi penundaan cost share yang mengakibatkan berkurangnya pengiriman insinyur RI ke Eropa.

Dari target 422 orang yang rencananya dikirim pada 2016-2019, yang diberangkatkan hanya 214. Selain itu, pengadaan fasilitas produksi dan software juga ikut terhambat.

Sebagai solusi, Eris mengingatkan pentingnya diplomasi kepada Amerika, agar bisa memberikan export license yang diberikan Indonesia.

"Di samping itu, karena adanya keterlambatan cost share, pemerintah Indonesia juga harus mengejar keterlambatan. Agar sesuai perjanjian awal," pungkasnya. ■

 

Baca juga : Hadapi Disrupsi Teknologi, Menkominfo Ajak Pers Berinovasi

 

 

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.