Dark/Light Mode

Perang Bintang Polri, Rakyat Ikut Merasakan

Senin, 28 November 2022 07:53 WIB
Topi polisi/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Topi polisi/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perang bintang yang terjadi di internal kepolisian benar-benar meresahkan. Karena bukan hanya kalangan elit yang menyorot kasus tersebut, tapi rakyat juga ikut merasakan. Untungnya, mayoritas publik masih yakin Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo bisa menyelesaikan kasus tersebut.

Hal itu terungkap dalam temuan survei Indikator Politik Indonesia (IPI) yang dirilis kemarin. Survei tersebut berlangsung pada 30 Oktober sampai 5 November 2022 dengan melibatkan sampel sebanyak 1.220 dari seluruh provinsi. Ada pun, margin of error survei ini sekitar plus minus 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Hasilnya, sebanyak 37,3 persen responden menyatakan setuju dan sangat setuju dengan pendapat adanya persaingan antar jenderal di tubuh Polri saat ini. Dari total yang setuju itu, 2,8 persen sangat setuju dan 34,5 persen setuju. Sisanya, 23 persen kurang setuju dan 9,5 persen tidak setuju sama sekali.

Uniknya, yang mengaku tidak tahu dan tidak menjawab juga lumayan tinggi, yakni mencapai 30,2 persen. Kendati demikian, jumlah responden yang menyatakan setuju atas isu perang bintang di Polri tetap yang paling tinggi.

Menurut Direktur Eksekutif IPI Burhanuddin Muhtadi, isu perang bintang bisa menjadi momentum bersih-bersih. Mumpung, para jenderal di institusi korps baju lagi saling buka kartu.

"Buat publik, berkelahi (perang bintang) itu lebih baik daripada bersekongkol," kata Burhan dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, kemarin.

Ia berharap, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memanfaatkan momentum perang bintang ini untuk habis-habisan membersihkan institusinya. Apalagi Kapolri punya modal kepercayaan yang tinggi dari publik.

Baca juga : Mengapresiasi Perbedaan

Dalam kasus penangkapan Irjen Teddy Minahasa misalnya. Sebagian besar responden pro Kapolri. Sebanyak 64,7 persen menilai terbongkarnya kasus mantan Kapolda Sumatera Barat yang sempat dimutasi menjadi Kapolda Jawa Timur itu menunjukkan bahwa Kapolri tidak pandang bulu dalam menindak tegas anggota Kepolisian.

Hanya 26,9 persen yang berpandangan bahwa penangkapan Irjen Teddy menunjukkan Kapolri tidak becus dalam menentukan figur untuk Kapolda Jawa Timur. Sisanya 8,4 persen tidak menjawab atau tidak tahu.

Apalagi atensi publik terhadap kasus yang melibatkan jenderal ini cukup tinggi. Kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo misalnya. Publik yang tahu kasus tersebut terus meningkat, terakhir di November mencapai 86,6 persen.

Sementara di kasus Irjen Teddy, sebanyak 39 persen publik tahu berita penangkapannya terkait kasus peredaran narkoba. "Saya cukup kaget juga," sambungnya.

Kendati demikian, mayoritas responden juga sepakat bahwa terbongkarnya kasus Irjen Teddy menunjukkan adanya persaingan yang tidak sehat antar kelompok dalam tubuh Polri. Jumlahnya mencapai 58,8 persen.

Terdiri dari 52,7 persen setuju dan 6,1 persen sangat setuju. Sementara yang kurang setuju dan tidak setuju sama sekali masing-masing 21,3 persen dan 6,9 persen. Selebihnya tidak tahu dan tidak menjawab, yakni 13 persen.

Uniknya, meskipun kian mencuatnya isu persaingan antarjenderal polisi ke ruang publik, tingkat kepercayaan publik kepada korps baju cokelat mulai rebound di November ke posisi 60,5 persen. Angka ini meningkat dari survei sebelumnya yang menempatkan tingkat kepercayaan publik pada institusi kepolisian di bulan Agustus terjun bebas ke angka 54,4 persen. "Publik justru mengapresiasi aroma persaingan antarpara oknum jenderal polisi ini," nilainya.

Baca juga : BPIP Dorong TNI Polri Jadi Duta Penggerak Pancasila

Meskipun rebound, polisi masih di posisi terbawah dibandingkan 3 lembaga penegak hukum lainnya. Di posisi teratas, Kejaksaan Agung (77,4), pengadilan (73,7), KPK (69,8) dan polisi (58,1). 

Selain kasus Irjen Sambo dan Irjen Teddy, ada kasus jenderal lain yang belakangan mencuat. Yakni dugaan suap tambang ilegal yang menyeret nama Kabareskrim Komjen Agus Andrianto

Keterlibatannya diungkap Ismail Bolong, dalam sebuah video yang sempat viral. Namun, belakangan keterangannya berubah, karena mengaku dipaksa oleh eks Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan, anak buah Sambo saat masih menjabat. Saat ini kedua jenderal itu dipecat dan tengah menjalani proses persidangan kasus pembunuhan Brigadir J.

Belakangan, kedua mantan jenderal itu juga membenarkan Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) dugaan suap tambang ilegal itu yang beredar. Hingga Kabareskrim Komjen Agus buka suara dan menyerang balik Sambo cs.

Kapolri juga tidak tinggal diam. Menurutnya, Ismail Bolong, mantan polisi yang terlibat bisnis tambang ilegal di Kalimantan Timur yang sempat mengaku menyetor uang hingga Rp 6 miliar ke Kabareskrim, saat ini diburu. 

Ia berjanji, dugaan kasus dugaan suap tanbang ilegal ini akan dibongkar. Salah satunya lewat keterangan Ismail Bolong terlebih dahulu. "Tentunya proses pencarian. Kan, itu strategi dari kepolisian ada, panggilan ada juga," kata Kapolri, Sabtu (26/11) lalu.

Anggota Komisi III DPR Johan Budi sepakat dengan survei Indikator yang menyebutkan bahwa Kapolri saat ini tidak pandang bulu dalam menindak anak buahnya yang melanggar hukum. "Jarang sekali bintang 2 itu dipidanakan. tapi sekarang bintang 2 pun tidak ambil pusing Kapolrinya," puji anggota DPR dari Fraksi PDIP itu, kemarin.

Baca juga : Kapolri Kerahkan Tenaga Medis Tambahan

Sementara anggota Komisi III lain, yakni Nasir Djamil mengatakan penegakan  hukum terhadap jenderal bukan hal baru dalam sejarah kepolisian di Indonesia. Bahkan sebelumnya ada jenderal bintang 3 yang dipidana. Hal itu menurutnya wajar terjadi, karena polisi bekerja hampir di semua lini, sehingga potensi melakukan penyimpangannya juga besar.

"Potensi cedera yang bermain di lapangan lebih besar dari pemain di bangku cadangan. Karena itu wajar, polisi itu manusia bukan malaikat," kata politisi PKS itu kemarin.

Termasuk isu perang bintang. Ia mencontohkan kasus penangkapan Irjen Teddy yang kontroversi. Sebab, dari keterangan lain yang pernah ia terima, kekayaan Irjen Teddy bukan dari bisnis gelap narkoba, tapi ia punya konsesi tambang.

"Saya menduga seolah-olah ada perang bintang di intitusi kepolisian. Seharusnya ada pertanyaan (di survei) apa yang harus dilakukan preiden untuk mengantisipasi perang bintang itu," tuturnya.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan isu perang bintang ini tidak serta-merta hanya dinilai sebagai sebuah fenomena negatif di institusi Polri. Kata dia, fenomane yang negatif ini bisa dialihkan menjadi punya nilai tambah atau positif.

“Caranya bila kepolisian menyelesaikan manajemen konflik ini dengan tepat," kata Sugeng tadi malam. "Ini menjadi kekuatan positif apabila dilakukan dengan prosedural formal penegakan hukum," pungkasnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.