Dark/Light Mode

Pro-Kontra Pasal Karet KUHP (5) Demo Tanpa Izin Dikurung 6 Bulan

Ketua Umum KASBI, NINING ELITOS Ruang Demokrasi Makin Dipersempit

Kamis, 15 Desember 2022 06:40 WIB
Nining Elitos Ketua Umum KASBI
Nining Elitos Ketua Umum KASBI

RM.id  Rakyat Merdeka - Ancaman pidana bagi aksi unjuk rasa tanpa izin jadi salah satu pasal yang menuai pro dan kontra dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ini dikhawatirkan akan jadi pasal karet untuk membungkam kritik dan protes yang biasa disampaikan lewat aksi unjuk rasa.

Aturan soal demo tanpa izin ada di Pasal 256 KUHP yang baru. Isi pasal tersebut, yakni setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Kalangan buruh yang selama ini memang getol melakukan unjuk rasa dengan tegas keberatan dengan pasal tersebut. Protes dan penolakan disampaikan Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos. Menurutnya, pasal tersebut bertentangan dengan kebebasan menyatakan pendapat yang diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.

Baca juga : Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani: Kami Khawatir, Dipake Untuk Kriminalisasi...

Namun, anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari mengingatkan untuk tidak buru-buru menolak pasal tersebut tanpa membaca utuh keseluruhan isi yang ada dalam KUHP. Bagaimana pro dan kontra dari kedua narasumber tersebut tentang Pasal 256 KUHP, berikut wawancara selengkapnya:

Anda kecewa dengan Pasal 256 KUHP yang baru ini?

Jelas kami kecewa. Sangat disayangkan. Karena hal semacam ini sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Bagi kelompok, atau organisasi yang ingin menyampaikan pendapatnya kepada kekuasaan cukup melakukan pemberitahuan, di mana kegiatannya, jam berapa dilaksanakannya.

Baca juga : Hotman Paris, Advokat senior: Ini Fatal Bagi Industri Turis

Bukankah menyatakan pendapat di muka umum itu memang perlu diatur?

Yang kita lihat dari KUHP yang baru ini, justru penguasa hari ini anti kritik. Kami setuju kalau KUHP diperbaiki, tapi bukan kemudian semakin melegitimasi ruang demokrasi yang semakin dipersempit.

Begitu banyak regulasi yang dilahirkan rezim ini yang begitu jauh dari mandat konstitusi. Seperti menjamin persoalan berpikir, berpendapat, berkumpul, kebebasan mengkritik, termasuk kekuasan hari ini memberikan perlindungan tumpah darah. Seharusnya semakin mengimplementasikan konstitusi negara. Tapi dengan KUHP itu menunjukkan anti rakyat.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.