Dark/Light Mode

Reshuffle, Jadi Nggak Sih..?

Senin, 2 Januari 2023 07:42 WIB
Reshuffle kabinet/Ilustrasi (Gambar: Mice)
Reshuffle kabinet/Ilustrasi (Gambar: Mice)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejak pekan ketiga Desember lalu, isu reshuffle kabinet menggelinding panas. Namun, tahun berganti, Presiden Jokowi belum memberikan tanda-tanda pasti bakal segera melakukan kocok ulang kabinet. Pak Presiden, reshuffle jadi nggak sih?

Isu reshuffle sebenarnya ditiupkan sendiri oleh Jokowi. Saat ditanya wartawan di sela meninjau di Bendungan Sukamahi, Bogor, Jumat (23/12), Jokowi memberikan sinyal bakal melakukan perombakan kabinet. “Mungkin. Ya, nanti,” jawab Jokowi, saat itu.

Tiga hari kemudian, Jokowi kembali bicara mengenai hal ini. Kata Kepala Negara, clue reshuffle sudah dijelaskan.

Namun, langkah konkret untuk reshuffle ternyata belum dilakukan. Sejauh ini, Jokowi belum memanggil para ketua umum parpol koalisi. Padahal, biasanya Jokowi mengajak ngobrol dulu para ketua umum parpol koalisi sebelum melakukan reshuffle.

Ketua DPP PKB Daniel Johan memastikan, belum ada undangan resmi dari Jokowi kepada ketua umumnya untuk membahas reshuffle. "Sejauh yang saya tahu, belum ada pembahasan," aku Daniel Johan, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Baca juga : Reshuffle & Tahun Baru

Namun, ia mendengar perombakan kabinet bakal berlangsung bulan ini. Soal siapa yang akan ditendang dan diajak masuk, Daniel tidak mengetahuinya. Begitu juga soal kinerja menteri mana yang harus dievaluasi. "Kita serahkan ke Presiden. Karena beliau yang paham kinerja kabinet," cetusnya.

Senada dengan Daniel, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengaku bahwa Jokowi belum membicarakan masalah reshuffle dengan ketua umumnya. Sejauh ini, komunikasi Jokowi dengan ketum partai baru sekadar membahas perkembangan, dinamika, dan capaian kabinet.

Dia mengaku tak ingin mencampuri urusan reshuffle, mengingat itu merupakan hak prerogatif Presiden. Namun, pria yang akrab disapa Awiek ini berani menyebut clue menteri mana yang perlu dievaluasi agar kinerjanya lebih baik lagi. Menurutnya, ada dua menteri di sektor ekonomi yang perlu diperbaiki.

"Memang, performance kabinet ini, terkait juga dengan di bidang ekonomi, ketahanan pangan, swasembada pangan, dan mengatasi ancaman krisis pangan global, itu perlu performance yang lebih baik. Intinya di bidang ekonomi lah," ujar anggota Badan Legislasi DPR itu.

Dengan kondisi ini, pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio bertanya-tanya, sebenarnya reshuffle jadi atau tidak. Dia pun mengatakan, meski reshuffle adalah hak prerogatif Presiden, Jokowi diharapkan tidak membuang-buang energi dengan melempar isu ini terlalu dini. "Sebenarnya sih, kalau mau jadi boleh juga. Kalau nggak jadi, ya nggak apa-apa," ujar pria yang akrab disapa Hensat itu.

Baca juga : Reshuffle Kabinet Atau Nggak, Kita Lihat Saja...

Dia melihat, isu reshuffle kali ini kental nuansa politiknya ketimbang mempertimbangkan kinerja menteri. Artinya, dengan reshuffle ini, Jokowi tidak akan baper lagi kepada partai-partai koalisi.

Lalu, siapa yang bakal ditendang dari kabinet? Hensat memiliki firasat bahwa menteri dari NasDem yang akan dirombak. Namun, dari tiga nama yang ada: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, hanya dua yang akan direshuffle Jokowi.

Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI itu menilai, Jokowi dilematis. Jika merombak seluruh menteri NasDem, justru Surya Paloh Cs yang diuntungkan. "Mereka bisa jualan dizalimi. Partai yang dizalimi Pak Jokowi," kata Hensat.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah sudah melihat keinginan Jokowi merombak kabinet setelah NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres. Meski tidak semua anak buah Paloh akan ditendang dari kabinet.

Memang, biasanya sebelum melakukan reshuffle, Jokowi berdiskusi terlebih dahulu dengan ketua umum partai koalisi, utamanya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Namun, dalam hal ini, Dedi sangat yakin, Mega mampu memperlakukan kawan dan lawan politiknya sebaik mungkin. Bahkan, Mega dianggap salah satu tokoh yang menolak untuk mereshuffle NasDem.

Baca juga : Nia Ramadhani, Nyabu, Ardi Nggak Marah

Kenapa demikian? Karena Mega punya pengalaman di 2004. Saat itu, Mega pecah kongsi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY lalu memanfaatkan momentum itu menjadi pihak yang terzalimi, yang kemudian mengantarkannya memuncaki Pemilu. Menurut Dedi, Mega tak ingin hal itu terulang lagi.

"Barangkali hal semacam ini dikhawatirkan Mega. Ketika secara vulgar mendepak NasDem, dengan asumsi Anies yang dideklarasikan NasDem. Mega khawatir, jangan sampai 2024, Anies dan Paloh mereplikasi ketertindasan SBY di 2004," kenang Dedi.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.