Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Capres-cawapres 2024

Anies-Khofifah Jangan Berlayar Untuk Karam

Sabtu, 28 Januari 2023 18:58 WIB
Khofifah Indar Parawansa bersama Anies Baswedan. (Foto: Istimewa)
Khofifah Indar Parawansa bersama Anies Baswedan. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Eksekutif Political Design, Hendri Teja menganalisa, wacana menduetkan eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa sebagai Capres-cawapres 2024 perlu dikaji ulang. Jangan sampai, duet ini justru membawa Koalisi Perubahan karam di tengah jalan.

"Karena Koalisi Perubahan berlayar untuk sampai tujuan, bukan cuma pergi berlayar kemudian karam di tengah jalan, maka opsi ini perlu ditimbang matang-matang," ujar Hendri, kepada RM.id, Sabtu (28/1).

Analisanya, ada tiga faktor yang mendasari pemikiran ini. Pertama, sekuat apa Khofifah di Jawa Timur? Menilik kemenangan Pilgub Jatim 2018, itu adalah ketika politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berduet dengan kandidat dari Partai Demokrat, Emil Dardak yang kini menjadi Wakilnya.

"Nah, dua kali Pilgub sebelumnya, Khofifah kalah melawan kandidat dari Demokrat. Kali ketiga, ia baru menang setelah maju bersama kandidat dari Demokrat," kenangnya.

Artinya, kata Hendri, dukungan Demokrat merupakan faktor penentu kemenangan Khofifah. Secara politis ini wajar. Jatim, sebutnya, adalah salah satu lumbung suara Partai Demokrat.

Baca juga : Imlek 2023, Warga China Ramai-ramai Panjatkan Doa Untuk Kesehatan

Di sini, loyalis dan simpatisan SBY maupun AHY meluas dan menyebar hingga ke tingkat akar rumput di Jatim. Kedua, penulis asal Pariaman Sumatera Barat ini juga menilai posisi Khofifah sebagai Ketua Umum (Ketum) Pengurut Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) juga belum signifikan mendongkrak elektabilitas Khofifah.

Merujuk sejarah, Khofifah menjabat Ketum PP Muslimat NU sejak tahun 2000. Namun, ia tetap kalah Pilgub Jatim 2008 dan 2013.

"Mengapa begitu? Mari mengacu pandangan Ketum PB NU KH Yahya Cholil Staquf, yang menyebut NU pada dasarnya merupakan milik semua orang. Karena tiada seorangpun yang secara realistis punya kapasitas untuk mengklaim NU, membuat NU kultural tak selalu linier dengan NU politik," ungkapnya.

"Makanya, kaum nahdliyin yang sangat melek politik itu cenderung mengacu “may the best person win! Jika ada sosok yang dinilai lebih mumpuni, kaum nahdliyin secara rasional akan mendukungnya," tambahnya.

Lebih jauh dari kekalahan Khofifah di Pilgub Jatim 2008 dan 2013, Hendri mengangkat contoh Pilpres 2004. Kala itu, ada dua kandidat asal NU yang berlaga. Yaitu, Salahuddin Wahid yang berduet dengan Wiranto. Wiranto-Gus Solah. Berhadapan dengan Hasyim Muzani yang berduet dengan Megawati Soekarnoputri. Mega-Hasyim.

Baca juga : Koalisi Anies Rawan Retak

Faktanya di putaran 1 dan 2, SBY-JK mendominasi Jatim dan provinsi-provinsi lain yang menjadi kantung suara NU. Ketiga, sebutnya, patut menimbang perspektif kalangan pro perubahan. Anies dan Khofifah dianggap punya historis sebagai orang Jokowi.

Berbeda dengan Anies yang sudah kena sleding-banting oleh rezim sehingga dinisbahkan sebagai sosok “perubahan”, Khofifah belum purna alih posisi.

"Ini jadi soal. Bisa bikin resah kalangan pro perubahan yang menggantungkan harapan kepada Anies. Lha, masak bahtera perubahan dinahkodai sosok keberlanjutan," kelakarnya.

Jangan-jangan, sambungnya, mereka nanti mencurigai keseriusan Anies untuk mengusung perubahan. Di mana, memori mereka kembali mengingat kenangan buruk pada Pilpres 2019. Ujug-ujug ditinggal Prabowo dan Sandiaga Uno yang masuk kabinet Jokowi.

Meski begitu, Hendri tetap mengapresiasi wacana Anies-Khofifah yang sedang berkembang saat ini. Wacana ini, muncul kepermukaan ketika AHY resmi menyatakan partainya mengusung Anies sebagai Capres 2024.

Baca juga : Anies-AHY Paling Mantul

Wacana ini patut disyukuri, karena memperpanjang durasi dan memperluas spotlight media dan perbincangan publik terkait Anies.

"Sekali lagi, kita mengapresiasi wacana memasangkan Anies-Khofifah. Namun, alangkah baiknya ditimbang matang-matang lagi. Kita ingin sampai tujuan, bukan cuma pergi berlayar, kemudian karam di tengah jalan. Tak mungkin melancarkan perubahan dan perbaikan kalau kalah pemilu," tutupnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.