Dark/Light Mode

Beri Penjelasan Di Sidang MK

Yusril: Sistem Pemilu Terbuka Bertentangan Dengan UUD 45

Kamis, 9 Maret 2023 08:10 WIB
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra. (Foto: Ist)
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sidang gugatan terhadap pemilu dengan sistem proporsional terbuka kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), kemarin. Di sidang tersebut, Ketua Umum PBB yang juga pihak terkait dalam gugatan tersebut, Yusril Ihza Mahendra hadir memberikan penjelasan. Menurutnya, sistem pemilu terbuka yang selama ini dipakai bertentangan dengan UUD 1945.

Kehadiran Yusril terkait gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 atas pasal sistem pileg proporsional terbuka dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Gugatam ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Belakangan. Yusril mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan tersebut. 

Pakar Hukum Tata Negara itu kemudian menyoroti sejumlah pasal di UU Nomor 17 tentang Pemilu yang berkaitan dengan sistem proporsional terbuka. Di antaranya, Pasal 168 Ayat 2, Pasal 342 Ayat 2, Pasal 353 Ayat 1 huruf d, Pasal 386 Ayat 2 huruf d, Pasal 420 huruf c dan d , Pasal 422 dan Pasal 426.

“Dinyatakan oleh Mahkamah bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat 2, ayat 3, Pasal 6A ayat 2, pasal 22E ayat 1, ayat 2 ayat 3 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945,” kata Yusril dalam kesaksiannya. 

Kenapa bertentangan dengan konstitusi? Eks Menteri Kehakiman di era Presiden Megawati Soekarno Putri itu menjelaskan, norma hukum harus menghadirkan kepastian hukum yang adil bukan justru sebaliknya. Sedangkan UU Pemilu yang mengatur soal proporsional terbuka menimbulkan ketidakpastian hukum bagi parpol, para pemilihnya dan kualitas Pemilu itu sendiri.

Baca juga : Yusril: Sistem Proporsional Terbuka Bertentangan Dengan UUD 1945

“Sehingga apa yang dicita-citakan dalam UUD 1945 mengenai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat tidak pernah tercapai,” ucap dia.

Yusril mengakui bisa memahami kenapa Ketum PDIP, Megawati yang juga Presiden RI ke-5 itu begitu kesal dengan sistem Pemilu terbuka.  Yusril menduga Mega dilema dengan kerja-kerja partainya selama ini. Jauh-jauh hari telah mendidik kadernya, tapi kalah oleh orang yang memiliki uang di Pemilu.

“PDIP sudah mendidik kader kader, tapi kader-kader ini dikalahkan yang kemudian populer orang yang punya duit," kata Yusril.

Bahkan, ketika yang populer atau punya duit terpilih menjadi anggota legislatif, mereka merasa lebih berkuasa dibanding partai yang mengantarkannya sebagai wakil rakyat. Di sinilah, lanjut dia, kenapa kemudian diperlukan  penguatan lebih untuk partai politik. Caranya dengan memilih parpol alias menggunakan sistem proporsional tertutup. Karena yang mengantarkan mereka sebagai anggota dewan adalah parpol peserta Pemilu. 

Parpol tidak lagi fokus mengejar fungsi asasinya sebagai sarana penyalur pendidikan, dan partisipasi politik yang benar. Tak cuma itu. Yusril bilang, parpol juga tak lagi berupaya meningkatkan kualitas program, yang mencerminkan ideologi partai. Sibuk mencari fokus kandidat, yang dapat menjadi magnet meraih suara terbanyak.

Baca juga : Putusan MK Kemungkinan Sistem Pemilu Tertutup

"Partai tidak lagi fokus membina kader-kader muda secara serius, untuk kepentingan jangka panjang ideologi.  Hanya fokus mencari jalan pintas, dengan memburu kader-kader populer berkemampuan finansial, untuk mendanai kebutuhan partai," jelas pria bergelar profesor itu. 

Pola ini membuat kader-kader terbaik ideologis yang punya kapasitas untuk bekerja, tapi tidak begitu popular, tersingkir dari lingkaran partai secara perlahan. "Mereka digantikan oleh figur-figur terkenal, yang faktanya belum tentu bisa bekerja dengan baik,” tegas Yusril.

Di tempat terpisah, PDIP enggan mempermasalahkan pernyataan Yusril yang menyinggung Mega dalam gugatannya. PDIP meyakini semua pihak ingin memajukan demokrasi di Indonesia. Ada yang ingin langsung melompat masuk tahap demokrasi neo-liberal, bertahap, evolusioner, dan sesuai modal dan watak sosial masyarakat. 

"Yang penting kita harus memahami semangat dan jiwa konstitusi," tandas politisi PDIP Hendrawan Supratikno, kemarin. 

Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono menyebut keliru jika proporsi Pemilu hanya dihitung dengan nominal. Menurut Dave, banyak juga calon yang menghabiskan dana besar tapi tidak berhasil. 

Baca juga : Basarah: Putusan PN Jakpus Bertentangan Dengan UUD NRI 1945

"Jadi segala sesuatu tidak selalu kembali kepada uang dan popularitas. Lebih utama adalah pengenalan dan kedekatan kepada rakyat. Dan proporsional tertutup akan menutup jalur tersebut," cetus Dave, kemarin. 

Menyoal pendidikan kader, diakui Dave, partainya punya sistem pembinaan. "Kami memiliki Golkar Institute yang melakukan pembinaan dan pembekalan bagi kader-kader yang hendak maju. Kami juga ada PDLT (prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela) yang melakukan penilaian bagi kader yang akan dicalonkan dalam kontestasi politik apapun," tutur dia.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.