Dark/Light Mode

KKB Terus Tebar Teror di Papua, Pengamat: Gunakan Pendekatan Kontraterorisme

Senin, 20 Maret 2023 17:06 WIB
Direktur Eksekutif Institute for Peace and Security Studies (IPSS) Prof Sri Yunanto (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Institute for Peace and Security Studies (IPSS) Prof Sri Yunanto (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penyanderaan pilot Susi Air di Kabupaten Nduga, yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) telah mencoreng harapan perdamaian yang dimiliki masyarakat Papua. Ini adalah salah satu dari sekian banyak kasus kekerasan dan teror dilakukan KKB demi melancarkan hegemoninya di tanah Papua.

Direktur Eksekutif Institute for Peace and Security Studies (IPSS) Prof Sri Yunanto mengatakan, diterapkannya Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) ditujukan untuk memberikan keistimewaan terhadap Papua. Otsus juga diharapkan dapat mengatasi trauma masa lalu sebagai pemicu munculnya aksi kekerasan atau terorisme. Bahkan ada pendekatan politik dengan diberikannya kebebasan bagi rakyat Papua untuk bisa mendirikan partai lokal.

Menurutnya, serangan teror yang dilakukan KKB bersifat asimetris. Maksudnya, tidak imbang antara mereka (kelompok teror) dengan negara. Mereka sebenarnya merasa lebih lemah dari negara, sehingga melakukan aksi teror. Bentuknya bisa berupa sabotase, pengeboman, penyanderaan, ataupun penculikan. Makanya, mereka harus diatasi dengan kontraterorisme.

Baca juga : Gelar Mudik Bareng, AHM Buka Pendaftaran

“Penanganan aksi teror menggunakan pendekatan kontraterorisme. Pada kontraterorisme terdapat prevention, mitigation, dan operation. Jadi, pendekatan yang dilakukan tentu harus sejalan dengan law enforcement atau penegakan hukum,” ujar Prof Yunanto, di Jakarta, Senin (20/3).

Terkait penyanderaan pilot Susi Air, ia menjelaskan, cara penanganannya tidak tunggal dan tidak bisa dibahas secara terbuka. Dalam menangani kasus penyanderaan, terdapat dua prioritas yakni keselamatan sandera dan pelakunya bisa ditangani sesuai dengan hukum yang berlaku.

Ia menilai, tindakan penyanderaan itu bukan tindak kriminal biasa. Dalam kasus KKB, dilakukan kelompok yang bersenjata, sehingga perlu ditangani secara khusus. “Aksi teror yang dilakukan KKB bahkan sudah berkembang dari terorisme kepada insurgency (pemberontakan),” jelas mantan Staf Kemenko Polhukam ini.

Baca juga : Pengacara Tidak Datang, Tersangka Batal Diperiksa

Ia juga menyoroti tentang perlunya pengawasan yang baik terhadap otonomi khusus yang telah diberikan kepada Papua. Pengawasan yang dilakukan sebaiknya juga mengatur bagaimana mencegah dana yang telah diberikan agar tidak disalahgunakan. Dari studi yang Prof Yunanto, terkuak fakta bahwa dana yang Papua terima sebagian digunakan untuk membeli senjata kelompok KKB.

“Kalau kemudian ada indikasi bahwa dana itu disalahgunakan, harus segera dilakukan penanganan yang berupa tindakan hukum, sehingga dana itu tidak bisa lari kemanapun. Ini dilakukan juga agar terdapat detterence effect atau efek cegah agar pihak lain yang mau mencoba menyelewengkan dana ya berpikir seribu kali,” ungkap Yunanto.

Ia berpendapat, pemerintah perlu bertindak cepat dalam menangani kelompok teror manapun sesuai dengan hukum yang berlaku agar tidak terkesan powerless. Aliran dana bagi wilayah otonomi juga diharapkan bisa diawasi secara sistematis supaya tidak hanya dimanfaatkan sebagian kelompok saja.

Baca juga : Prajurit TNI Gugur Lagi, Sedih Banget

“Sistemnya itu harus bisa mengawasi semua wilayah, termasuk Papua, karena tujuan dana dalam kerangka otonomi itu untuk menyejahterakan rakyat. Apakah dana itu sampai ke rakyat? Dana harus benar-benar sampai kepada rakyat yang memerlukan, yang membutuhkan, dan program atau proyek yang memang direncanakan. Jangan sampai dana tersebut terlalu lama mengendap di pimpinan yang berpotensi disalahgunakan untuk tujuan kekerasan ataupun tujuan politik,” ucap Yunanto.

Ia mengatakan, pemerintah konsisten dengan kesepakatan yang ada dalam UU Otsus yang sudah direvisi 2021. Namun, jika ada kasus kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu harus direspons dengan strategi yang integratif, mulai dari pendekatan persuasif, humanis, hingga operasi keamanan yang terbatas, atau yang hanya dilakukan di wilayah tertentu.

“Kalau kemudian ada pendekatan keamanan yang khusus itu harus dipahami karena memang ancaman keamanannya masih nyata. Buktinya masih ada penyanderaan dan beberapa insiden keamanan lain. Tetapi secara umum, pemerintah itu sudah melakukan pendekatan ekonomi, pendekatan sosial, bahkan kultural. Saya percaya bahwa kalau situasi keamanan itu sudah baik, tentu secara bertahap pendekatan keamanan juga akan dikurangi, dan lebih diutamakan pendekatan sosial, politik, ekonomi dan budaya,” pungkas Yunanto.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.