Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ini Profil Singkat 10 Calon Pimpinan KPK

Selasa, 3 September 2019 07:24 WIB
Alexander Marwata, satu-satunya Komisioner KPK petahana, yang lolos seleksi Pansel KPK. (Foto: Antara)
Alexander Marwata, satu-satunya Komisioner KPK petahana, yang lolos seleksi Pansel KPK. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan sepuluh nama kandidat hasil proses seleksi kepada Presiden Joko Widodo, Senin (2/9). Sepuluh nama tersebut berasal dari beragam latar belakang. Masing-masing satu dari KPK, kepolisian, kejaksaan, hakim, auditor BPK, dan advokat. Serta masing-masing dua dari dosen dan PNS.  


Berikut profil singkat 10 Capim yang namanya diserahkan ke Presiden Jokowi;

1. Alexander Marwata (Komisioner KPK 2014-2019). 
Alexander yang akrab disapa Alex, merupakan satu-satunya Komisioner KPK petahana yang lolos hingga seleksi tahap akhir. Dikutip dari www.kpk.go.id, Alex lama berkarir di Badan Pengawas Pembangunan Keuangan (BPKP), yakni sejak 1987 hingga 2011. Setelah sekitar 24 tahun berkiprah di BPKP, pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 26 Februari 1967 itu kemudian banting setir dengan menjadi hakim ad-hoc di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Saat menjalani wawancara dan uji publik seleksi Capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara pada Selasa (27/8) lalu, Alex mengungkap adanya konflik di internal penyidik KPK. Bahkan, selaku pimpinan, Alex mengaku sulit mengakses berita acara pemeriksaan (BAP) dari penyidik. 

2. Firli Bahuri (Polri)

Firli saat ini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan. Jenderal polisi bintang dua ini sebelumnya menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. 
Nama Firli berulang kali mengundang kontroversi. Saat menduduki jabatan di komisi antirasuah itu, Firli dilaporkan lantaran diduga bertemu dengan Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) selaku Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2018. Padahal, saat itu, KPK sedang menyelidiki divestasi saham PT Newmont yang diduga terkait dengan TGB.

Saat mengikuti wawancara dan uji publik seleksi Capim KPK, Firli mengakui adanya pertemuan itu. Namun, pria kelahiran Ogan Kumering Ulu, Sumatera Selatan pada 8 November 1963 itu mengaku sudah meminta izin kepada Pimpinan KPK untuk menghadiri acara serah terima jabatan dan perpisahan di NTB. Di sana, Firli mengaku diundang untuk bermain tenis di sana saya diundang bermain tenis. Di lapangan tenis itulah, Firli bertemu secara tidak sengaja dengan TGB. TGB sendiri datang ke lapangan tenis setelah Firli menyelesaikan dua set pertandingan tenis. Sekitar 2 jam. 

Baca juga : IWAPI Dorong Pemerintah Tingkatkan Pemberdayaan Perempuan

Dia mengaku sempat diklarifikasi oleh lima pimpinan KPK terkait pertemuan tersebut pada pertengahan Maret 2019. Hasilnya, kata dia, tidak ada pelanggaran kode etik. 
"Unsurnya tidak ada. Saya tidak berhubungan dengan TGB. Yang menghubungi Danrem. Simpulan akhir tidak ada pelanggaran. Bisa ditanya ke Pak Alexander dan Pak Laode," tegasnya.

Firli juga disorot lantaran diduga menerima gratifikasi berupa menginap di hotel selama dua bulan. Dia membenarkan pernah menginap di hotel bernama Hotel Grand Legi di Lombok selama kurang lebih dua bulan. Saat itu, anaknya masih SD. Sementara dia harus kembali ke Jakarta untuk berdinas. Namun, Firli membantah biaya hotel selama dua bulan merupakan bentuk gratifikasi. Semua tagihan hotel, tutur Firli, sepenuhnya ia tanggung sendiri.

3. I Nyoman Wara (Auditor BPK)
Nyoman Wara merupakan auditor utama investigasi BPK. Dalam tes wawancara dan uji publik, dia menjelaskan kenapa laporan keuangan KPK pada 2018 statusnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Berdasarkan audit BPK, masalah utamanya adalah pengelolaan barang sitaan dan rampasan. Ia mengatakan, barang sitaan KPK seharusnya di-administrasi-kan, sehingga bisa dicantumkan di laporan keuangan KPK. Walaupun belum masuk neraca atau aset KPK. "Seharusnya itu dilaporkan, tetapi ini belum," kata dia.

Kemudian, untuk barang rampasan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, kata dia, seharusnya KPK mencatatnya dalam neraca sebagai aset tetap KPK. Tercatat Rp 1,063 triliun di laporan keuangan KPK. Memang sudah mempunyai unit yang mengelola, tapi administrasi belum memadai, karena belum ada SOP bagaimana cara mengelola barang rampasan tersebut. 

Nyoman juga mengatakan, catatan yang ada di laporan keuangan KPK secara akuntansi berbeda dengan unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) KPK.
"Ada barang tercatat, tapi bukti-bukti tidak memadai sekitar Rp 300 miliar. Barangnya ada, tapi tidak tercatat di laporan keuangan. Ada barang yang tercatat di luar, tetapi tidak disertai bukti-bukti barang itu ada," papar dia. 

Apabila terpilih menjadi pimpinan KPK terkait masalah tersebut, Nyoman menyatakan akan membuat SOP. Dia juga menyatakan, kalau ada penyelewengan, maka harus ditindak. 

Baca juga : PLN Terangi Pos Lintas Batas Negara Long Midang Krayan

4. Johanis Tanak (Jaksa)
Johanis saat ini menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung. Tanak pernah menjabat sebagai Kajari Karawang dan Kajati Sulawesi Tenggara. 

Saat mengikuti wawancara dan uji publik, Johanis Tanak mengaku pernah dipanggil Jaksa Agung HM Prasetyo. Peristiwa itu terjadi saat ia menangani perkara mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayor Jenderal (Purn) Bandjela Paliudju, yang merupakan Ketua Dewan Penasehat Partai NasDem Sulawesi Tengah. Saat itu Johanis mengaku siap menerima arahan dari Jaksa Agung. Kepada Jaksa Agung, Johannis mengaku menyampaikan kasus yang Bandjela Paliudju, menjadi momentum bagi Prasetyo membuktikan integritasnya.

 Selain soal 'intervensi' Jaksa Agung, Johanis Tanak juga menyebut OTT yang dilakukan KPK bisa menjadi penghalang atau penghambat pembangunan. Investor yang sudah menanamkan investasi besar dalam suatu proyek, tiba-tiba terhambat karena adanya OTT.

"Sekiranya OTT yang dikatakan itu kegiatan terencana. OTT itu suatu tindak pidana yang seketika terjadi. Kalau ada dan penyadapan, harusnya disampaikan daripada ditangkap disidik dan diperiksa sehingga menghabiskan uang negara" tutur Tanak.


5. Lili Pintauli Siregar (Advokat)
Lili dikenal sebagai Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2008-2013 dan 2013-2018. Tak lagi mengabdi di LPSK, Lili kemudian mengurus kantor konsultan hukum pribadinya, namun baru jalan beberapa bulan ia maju sebagai calon pimpinan KPK. 

6. Luthfi K Jayadi (Dosen)
Luthfi Jayadi merupakan Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang. Luthfi dikenal sebagai aktivis antikorupsi di Kota Malang dan menjadi pendiri Malang Corruption Watch (MCW).

Baca juga : Di DPR, Jokowi Minta Izin Pindahkan Ibukota

7. Nawawi Pamolango (Hakim)
Nawawi merupakan satu-satunya hakim karier yang masuk 10 besar seleksi Capim KPK periode 2019-2023. Alexander Marwata memang berasal dari hakim. Namun, Alex, sapaan Alexander Marwata merupakan hakim adhoc, sementara Nawawi merintis karir sebagai hakim sejak 1988. Selama 30 tahun berkarier sebagai hakim, lulusan Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi itu pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Poso, Wakil Ketua Pengadilan Bandung, Ketua Pengadilan Samarinda, dan Ketua Pengadilan Jakarta Timur.

Saat ini, Nawawi menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali. Pria kelahiran Manado, 28 Februari 1962 ini pun telah mengantongi sertifikasi hakim tipikor sejak 2006. Nawawi pernah menangani sejumlah perkara korupsi yang melibatkan sejumlah nama besar, seperti Luthfi Hasan Ishaaq, Fatonah, Irman Gusman, Patrialis Akbar itu

8. Nurul Ghufron (Dosen)
Nurul Ghufron tercatat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember. Ghufron juga kerap menjadi saksi ahli bidang hukum di berbagai persidangan. Sebelum menjadi dosen PNS, pria kelahiran Madura, 22 September 1974 ini juga punya pengalaman sebagai lawyer. 

9. Roby Arya Brata (Pegawai Sekretaris Kabinet)
Di antara 10 kandidat yang lolos seleksi, Roby Arya mungkin yang paling berpengalaman mengikuti seleksi Capim KPK. Roby Arya yang kini menjabat Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha pada Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet (Setkab) tercatat telah dua kali ikut seleksi Pimpinan KPK yakni pada 2014 dan seleksi pimpinan KPK periode 2015-2019, namun gagal.

Tak patah arang, Roby kembali ikut seleksi menjadi Penasehat KPK dan lagi-lagi gagal. Sebelum mengikuti seleksi Capim KPK periode 2019-2023, Roby mencoba peruntungan dengan mengikuti seleksi Sekjen KPK. Namun, gagal kembali. 

10. Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan)
Sigit saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sigit diketahui pernah menjadi anggota tim pelaksana Tim Reformasi Perpajakan, yang dibentuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 2016 lalu. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.