Dark/Light Mode

Catatan Dari Training Of Trainer Di Rakyat Merdeka

Bekal Penting Penguji Kompetensi Wartawan

Jumat, 27 Oktober 2023 18:45 WIB
Ratna Susilowati, Peserta TOT 22 September 2023
Ratna Susilowati, Peserta TOT 22 September 2023

RM.id  Rakyat Merdeka - Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Rakyat Merdeka untuk pertama kalinya menyelenggarakan Training of Trainer (TOT) pada 22-23 September 2023, di Graha Pena, Jakarta. Peserta TOT adalah tujuh wartawan senior yang masa kerjanya di dunia jurnalistik lebih dari 10 tahun. Selama dua hari, peserta “di-refresh” keilmuan jurnalistiknya. Sharing dan dialog yang didapat terasa sangat bergizi. Tiga narasumber yang mengisi TOT adalah tokoh dan senior pers yang sudah makan asam garam dunia pers, yakni Tri Agung Kristanto (Anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi), Marah Sakti Siregar (Pokja Komisi Pendidikan Dewan Pers) dan Suprapto Sapto Atmojo (Tenaga Ahli Dewan Pers).

Dunia jurnalistik saat ini sudah berkembang demikian pesatnya. Disrupsi teknologi bukanlah ancaman, tetapi justru menjadi sumber kreatifitas baru. Ini adalah peluang untuk menumbuhkan “kaki-kaki” sebagai penopang hidup dan keberlanjutan media. Kompetensi wartawan dibutuhkan agar karya dan konten yang dihasilkan media, menjadi makin berkualitas untuk kepentingan publik.

Modal Utama Menjadi Penguji UKW

Ada sejumlah bekal yang harus dimiliki seorang penguji kompetensi wartawan. Terpenting, penguji punya jiwa educator, yang sifatnya membimbing-mendampingi. Bukan menempatkan diri sebagai guru yang galak atau dosen yang killer.

Marah Sakti Siregar, dari Pokja Komisi Pendidikan Dewan Pers menegaskan, UKW adalah proses edukasi. Bukan ajang tunjuk kepandaian atau kepiawaian. Penguji yang bersikap tenang, dampaknya bisa mengendalikan stres atau gugup yang dialami sebagian besar peserta UKW.

Penguji juga harus siap mental dan tampil percaya diri. Mampu melakukan komunikasi dengan jelas, sikap tegas, lugas dan obyektif. Modal penting lainnya adalah pengetahuan yang mumpuni, berwawasan dan keterampilan jurnalistik yang memadai.

Syarat-syarat ini perlu menjadi perhatian para wartawan senior, yang berniat jadi calon penguji kompetensi wartawan. Mengapa? Karena peserta UKW datang dari beragam media. Sehingga kualitas, keterampilan, kemampuan dan karakternya pun tidak sama. Bahkan, banyak sekali wartawan yang sebenarnya sudah memiliki jam terbang tinggi, terlatih melakukan peliputan tetapi belum pernah ikut UKW. Mereka ini, ada yang pengalaman kerjanya lama, puluhan tahun, tapi ternyata belum mengenal dan memahami prinsip-prinsip kerja wartawan profesional.

Apa saja tantangan yang dihadapi penguji? Yang utama, penguji wajib menguasai konsep Standar Kompetensi Wartawan. Mulai dari maksud tujuannya, hingga proses dan prosedur penilaiannya. Penguji yang memiliki keterampilan komunikasi yang bagus dan jam terbang tinggi di dunia jurnalistik akan bisa meyakinkan peserta uji untuk memahami standar baku sebagai wartawan profesional.

Baca juga : Ancaman Siber Makin Marak, BDDC Tekankan Peran Penting Perlindungan Data

Merujuk pada Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 Tentang Standar Kompetensi Wartawan, setidaknya ada 9 syarat yang harus dipenuhi oleh seorang penguji, sebagai berikut:

  1. Memahami kemerdekaan pers sesuai UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, UU No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran dan mentaati Kode Etik Jurnalistik, serta pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).
  2. Berkompetensi sebagai Wartawan Utama dan terdata di Dewan Pers
  3. Mentaati Kode Etik Penguji
  4. Menandatangani Pakta Integritas
  5. Penguji wajib mengikuti penyegaran kompetensi penguji setiap lima tahun sekali
  6. Lulus pelatihan untuk menjadi calon penguji kompetensi wartawan
  7. Magang sebagai penguji kompetensi wartawan paling sedikit tiga kali
  8. Direkrut oleh Lembaga Uji Kompetensi Wartawan
  9. Tidak sedang dalam posisi mengurus partai politik atau organisasi yang punya potensi menghambat kebebasan pers.

Dalam konsep UKW, ada tiga rumusan kompetensi. Pertama, kesadaran (awarness) yang mencakup pemahaman tentang etika dan hukum, kepekaan jurnalistik dan pentingnya jejaring atau lobi. Kedua, pengetahuan (knowledge), mencakup teori, prinsip jurnalistik, pengetahuan umum dan pengetahuan khusus. Yang ketiga, keterampilan (skill), yaitu kegiatan 6M (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan informasi) serta menggunakan alat teknologi informasi.

Inti dari ketiga rumusan itu sebenarnya adalah menguji sikap kerja profesional sebagai wartawan, yakni memiliki integritas, tegas dalam prinsip dan punya value. Dalam bekerja, ada etika, berpegang teguh pada standar jurnalistik dan bertanggung jawab. Konsisten melayani kepentingan publik, berani dalam keyakinan dan mengingatkan penguasa agar amanah. Sikap wartawan juga kritis obyektif, independen, terbuka dan menghargai perbedaan.

Materi UKW dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu media cetak, siber, radio, foto dan televisi. Modul-modul baku pengujian, disiapkan Lembaga Uji yang difasilitasi Dewan Pers. Ada tiga jenjang UKW, yaitu Muda, Madya dan Utama. Yang mana, masing-masing jenjang memiliki elemen penilaian dan indikator berbeda. Saat melakukan praktek pengujian, ada sejumlah aturan dan langkah-langkah yang dilakukan penguji. Bahkan aturan dan tata cara menguji pun ada panduan yang harus dipatuhi penguji. Semisal, manajemen waktu dan penampilan penguji harus rapi dan sopan.

Satu tantangan terberat penguji ada di tahap akhir UKW. Yaitu ketika memutuskan, apakah seorang wartawan yang diuji dinyatakan kompeten atau belum kompeten.

“Bagian ini memang paling sulit. Penguji harus jujur, objektif,” tutur Marah Sakti.

Ada tips khusus untuk menyampaikan hasil UKW kepada peserta yang dinyatakan tidak kompeten. Suprapto Sapto Atmojo, Tenaga Ahli Dewan Pers, yang sudah seringkali menjadi penguji UKW menceritakan pengalamannya.

“Terlebih dulu ajak dia bicara dan tanyakan tentang proses UKW yang dijalani. Apa yang dirasakan, dan bagaimana kesulitan yang dialami. Dengan cara ini, biasanya, peserta yang dimaksud akan menyadari dan siap dengan hasil yang disampaikan penguji.”

Baca juga : CEO Rakyat Merdeka: Anak Muda Berperan Penting Wujudkan Nol Emisi

Yang juga penting disampaikan adalah, peserta berhak mengajukan banding, apabila tidak setuju dengan penilaian penguji. Perkara banding selanjutnya akan ditangani di Dewan Pers.

Mengapa Wartawan Harus Uji  Kompetensi

Sampai hari ini masih ada yang mempersoalkan tentang perlu tidaknya seorang wartawan menjalani UKW. Sejumlah wartawan yang sudah bekerja lama di perusahaan pers nasional merasa tidak perlu lagi mengikuti uji kompetensi.

“Saya kan sudah lama bekerja di perusahaan A ini, dan berita yang saya tulis sudah sering dimuat di media nasional. Itu artinya, saya sudah dianggap memenuhi kriteria sebagai wartawan yang profesional,” begitu biasanya alasan wartawan yang enggan ikut UKW.

Padahal, wartawan adalah sebuah profesi yang terkait dengan kepentingan publik. Tanpa kompetensi yang memadai, pers bisa dihinggapi penyakit berbahaya yaitu pornografi, pembunuhan karakter atau fitnah, berita bohong dan provokasi, iklan yang vulgar dan wartawan gadungan (Syamsul Mu’arif, Menkominfo 2001-2004 saat bicara di Raker dengan Parlemen Komisi I DPR, 6 Desember 2001).

Maka, sudah selayaknya, wartawan yang kompeten memerlukan alat ukur. Dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 01/ Peraturan-DP/X/2018 disebutkan, standar kompetensi wartawan diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat. Standar ini juga untuk menjaga kehormatan pekerjaan wartawan dan bukan untuk membatasi hak asasi warga negara menjadi wartawan.

Dalam buku Pedoman Uji Kompetensi Wartawan yang dikeluarkan oleh Lembaga Pers Dr Soetomo, tahun 2012 disebutkan enam manfaat standar kompetensi wartawan. Pertama, meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan. Kedua, menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan pers. Ketiga, menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik. Keempat, menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi khusus penghasil karya intelektual. Kelima, menghindari penyalahgunaan profesi wartawan. Dan keenam, menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.

Dasar hukum pelaksanaan UKW pun sangat kuat. Dalam bekerja, wartawan tunduk kepada UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Di Pasal 15 ayat (2) Huruf (f) tercantum, Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan. Sehingga, Dewan Pers kemudian menerbitkan sejumlah Peraturan. Yang menyangkut kompetensi yaitu Peraturan Dewan Pers No 1 Tahun 2018 Tentang Standar Kompetensi Wartawan.

Baca juga : Mentan SYL Ngaku Beri Keterangan Di Polda Metro Soal Dugaan Pemerasan

Saat ini ada pihak-pihak yang merasa wartawan, menginduk sertifikasi-nya kepada Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Padahal Badan ini dibentuk berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 18 ayat (4)  jo PP 10 Tahun 2018 tentang BNSP.

Dengan penjelasan ini, maka perlu digarisbawahi, bahwa dalam bekerja, wartawan tidak tunduk pada UU Ketenagakerjaan. Hanya Dewan Pers, satu-satunya lembaga yang berdasarkan UU Pers, diberi kewenangan melakukan peningkatan kualitas profesi wartawan. Bukan yang lain. UU Pers bersifat self regulation, tidak mengenal PP (Peraturan Pemerintah). Jadi tidak ada campur tangan pemerintah. Maka sertifikasi untuk wartawan hanya bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga uji yang ditunjuk oleh Dewan Pers. Bukan yang lain. Lembaga uji yang sifatnya seperti ini, sama halnya dengan sertifikasi pada profesi dokter atau advokat.

Mengapa sertifikasi wartawan itu penting? Tri Agung Kristanto, Ketua Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi Dewan Pers mengatakan, tolok ukur utama profesi adalah kompetensi. Profesi tanpa kompetensi, seperti pepesan kosong. Kenyataan hari ini, ada wartawan yang lulusan S3 doktor, S2 dan banyak yang sarjana. Tapi ada juga wartawan yang hanya lulusan SMP.

“Kalau standar wartawan sudah sama di mana-mana, mungkin tak perlu UKW. Tapi, kenyataannya tidak begitu. Wartawan di seluruh Indonesia, standarnya belum sama, sistem pengelolaan persnya belum sama, dan kekuatan finansial perusahaannya pun tidak sama. Makanya diperlukan sebuah standar kompetensi,” kata Tri Agung.

Kompetensi akan menghasilkan karya jurnalistik dan konten yang baik, berkualitas. Sehingga, dengan cara ini, media atau pers Indonesia akan ikut mencerahkan dan mencerdaskan masyarakatnya.

Pro kontra mengenai perlu tidaknya UKW mungkin belum akan berhenti. Wartawan yang menganggap UKW tidak penting bisa disebabkan dua hal. Pertama, Sertifikat UKW dianggap tidak mempengaruhi jenjang karirnya di dunia jurnalistik. Kedua, Sertifikat UKW juga tidak berpengaruh pada pendapatannya sebagai jurnalis.

Tentang ini, satu highlight disampaikan oleh Marah Sakti Siregar.

“Anda menjadi wartawan tujuan dan keingiannya apa? Sekedar coin (money) atau juga ingin mendapatkan point (pengetahuan/ keahlian/dampak ke masyarakat)?” Mari kita renungkan. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.