Dark/Light Mode

Saran Akademisi: Pemerintah Baru Harus Lebih Tegas ke Kelompok Anti-Pancasila

Sabtu, 11 Mei 2024 01:57 WIB
Dosen Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof Sri Yunanto (Foto: Istimewa)
Dosen Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof Sri Yunanto (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia baru saja menyelesaikan proses demokrasi Pemilu 2024 untuk memilih presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 dan para wakil rakyat di DPR. Tantangan besar terbentang luas dalam membangun bangsa Indonesia, khususnya dari rongrongan ideologi-ideologi anti Pancasila.

Di era Presiden Jokowi, penanganan masalah ini sudah sangat tegas, dengan membubarkan organisasi anti-Pancasila. Kini, pemerintahan baru dibawah komando Presiden terpilih Prabowo Subianto, diharapkan akan lebih tegas dalam memberantas ideologi-ideologi transnasional tersebut.

Dosen Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof Sri Yunanto mengungkapkan, meski organisasi kelompok tersebut sudah dibubarkan, tapi sel-sel mereka masih terus bergerak di bawah tanah. Bahkan pada Pemilu lalu, kelompok ini sempat mengkristal.

“Artinya mereka akan terus bergerak mempromosikan ideologi mereka dengan berbagai gerakan. Seperti beberapa waktu kemarin ada video viral kegiatan anak muda atau mahasiswa, yang pembicaranya mengangkat ide lama seperti anti demokrasi, anti pajak yang dibenturkan dengan zakat. Kemudian ujung-ujungnya anti NKRI,” ungkap Sri Yunanto, Jumat (10/5). 

Ia menilai, kegiatan itu menjadi tanda mereka berusaha untuk kembali ke permukaan sejak dibubarkan pada 2017 dengan memanfaatkan momentum politik yaitu Pemilu. Itu juga menjadi bukti, meski organisasinya telah dibubaran, tetapi kelompok itu masih eksis.

Baca juga : Soal Pemerintahan, Luhut Kasih Pesan Keras ke Presiden Terpilih

“Mereka mungkin bisa berganti nama atau ‘rumah’ baru, tapi isinya tetap ideologi khilafah yang ingin mempreteli kebijakan negara,” tukasnya.

Untuk itu, Sri Yunanto berharap pemerintah baru nanti harus waspada. Apalagi pemerintah baru nanti memiliki rencana kebutuhan anggaran lebih besar di luar anggaran rutin dengan adanya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, serta makan siang gratis yang dijadikan platform saat kampanye kemarin. Dengan demikian, sumber penerimaan harus digenjot, makanya santer dikabarkan nanti akan ada satu badan penerimaan negara seperti Dirjen Pajak, yang dipisahkan dari Kementerian Keuangan.

“Di situ serangan ideologinya sudah ada. Kalau saya lihat di video viral itu misalnya mereka mendelegitimasi tentang pajak, padahal pajak adalah sumber utama penerimaan negara,” jelasnya.

Sri Yunanto menyarankan, selain kontra narasi yang harus terus dilakukan untuk memerangi propaganda kelompok tersebut, juga harus ada langkah preemtif dan preventif untuk menangani kelompok tersebut. Ini penting agar kelompok ini tidak makin besar. Apalagi setelah Pemilu, akhir tahun 2024 ini akan ada Pilkada serentak. Bukan tidak mungkin kelompok ini akan bermetamorfosis mendukung calon-calon di Pilkada serentak.

“Ini harus diwaspadai. Tapi saya tidak tahu apakah pemerintah sudah punya pemetakaan kira-kira pemain-pemain di provinsi dan kabupaten yang berpotensi menggunakan kelompok ini untuk mencari kemenangan,” ujarnya.

Baca juga : Sejumlah Tokoh Apresiasi Rektor Baru Universitas Pancasila

Pelajaran pada Pilkada serentak sebelumnya, lanjut Sri Yunanto, ada di beberapa daerah yang mengusung gagasan radikal. Karena itulah, harus ada studi agar penanganan masalah ini tidak salah dan itu butuh ketegasan dari pemerintah.

Ia mencontohkan, pada rekrutmen mahasiswa baru, tidak ada langkah nyata dalam memberikan pemahaman kepada mahasiswa baru terkait organisasi dan ideolog-ideologi yang harus mereka jauhi karena bertentangan dengan Pancasila.

“Sejauh ini masih begitu-begitu aja walaupun ospek sudah nggak ada. Dulu saya sarankan, misalnya ketika pengenalan organisasi intra dan ekstra negara harus berani mengatakan bahwa dalam sejarah bangsa ini pernah ada organisasi yang menggunakan basis mahasiswa mengusung ideologi khilafah dan itu dibubarkan," ucapnya

"Itu harus dikatakan sehingga mahasiswa baru tidak dekat-dekat organisasi semacam ini. Padahal itu jelas kebijakan negara, kenapa takut diceritakan? Kalau takut diceritakan akhirnya mahasiswa baru bingung kemudian mereka didekati lagi kelompok tersebut,” tambahnya.

Ia menilai pentingnya penguatan sinergi dan sinkronisasi antar lembaga pemerintah untuk menangani masalah ini. Contohnya, kalau kegiatan di luar kampus, menjadi domain intelijen sehingga sinkronisasi antar lembaga intelijen harus jelas benar.

Baca juga : Jakarta Terbuka Bagi Pendatang Baru, Nasrullah: Penghapusan NIK Tidak Adil

Bila menyangkut ideologi yang membahayakan Pancasila dan kebijakan negara, kata Sri Yunanto, kalau berangkatnya dari pemikiran agama tentu domain Kementerian Agama. Sementara kalau Pancasila menjadi tugas Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

“Selain pemerintah, peran masyarakat untuk memerangi ideologi transnasional juga vital. Dalam hal ini, organisasi masyarakat yang besar dan mainstream di Indonesia harus mulai lagi menggelorakan wawasan kebangsaan dan wawasan keagamaan yang moderat. Itu bisa dilakukan melalui diskusi dan pembahasan yang tentunya harus difasilitasi dan didorong oleh negara," ucapnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.