Dark/Light Mode

Sidang Uji Materi Tentang Pengalihan Program Taspen Ke BPJS Ketenagakerjaan

Pensiunan Khawatir Nasibnya Terkatung-katung

Selasa, 18 Februari 2020 07:39 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi timnya saat memimpin sidang Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial terhadap Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 di gedung MK, Jakarta, Senin (17/2). (Foto: Dwi Pambudo/RM)
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi timnya saat memimpin sidang Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial terhadap Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 di gedung MK, Jakarta, Senin (17/2). (Foto: Dwi Pambudo/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Para pensiunan PNS atau ASN khawatir nasibnya jadi terkatung-katung pasca munculnya wacana pengalihan program Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan. Mereka menyoroti, utamanya, terkait Tabungan Hari Tua (THT) dan program pembayaran pensiun. Mereka khawatir, jika pengalihan itu terjadi, uang pensiun yang mereka terima bakal berkurang drastis.

Kekhawatiran ini yang membuat 7 pensiunan PNS, satu di antaranya mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Mohammad Saleh, serta 11 PNS aktif, mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ada sejumlah pasal yang diuji, terutama Pasal 57 huruf f, Pasal 65 ayat (2), dan Pasal 66 tentang pengalihan program tabungan hari tua (THT) dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) ke BPJS.

Sidang sudah lima kali berlangsung. Kemarin, agendanya mendengarkan kesaksian ahli, yakni Indra Budi Sumantoro, Ketua Komisi Kebijakan Umum Dewan jaminan Sosial Nasional (DJSN). Inti paparannya, dia menyebut, manfaat peserta Taspen tidak akan berkurang apabila program THT maupun pensiun dialihkan ke BPJS.

“Tunjangan hari tua itu merupakan hak yang mana ini bagian dari jaminan sosial. Sementara yang merupakan penghargaan adalah program-program kesejahteraan yang nantinya bisa tetap dijalankan oleh Taspen,” ujarnya.

Menanggapi keterangan tersebut, majelis MK menegur ahli yang seolah mewakili institusi. “Saudara ini datang ke sini sebagai ahli atau mewakili institusi? Mestinya ahli itu tidak boleh mewakili institusi,” tegur hakim Saldi Isra.

Yang juga disoroti hakim Saldi adalah keterangan ahli yang seolah-olah “berhadapan” dengan Taspen. Padahal, gugatan bukan dilayangkan Taspen.

Baca juga : Menaker Minta Perubahan Ketenagakerjaan Direspon Cepat

Saldi mengingatkan, uji materi itu me- rupakan permohonan pemohon yang menyangkut kerugian hak konstitusional mereka. “Ini yang harus dijawab, bukan Taspen mau ada atau tidak, tidak ada hubungannya,” imbuhnya.

Hakim Saldi kemudian mempertanyakan, bagaimana Indra bisa menjamin tidak akan ada kerugian bagi para pensiunan PNS/ASN jika program THT maupun pensiun dialihkan ke BPJS.

“Padahal tidak ada sama sekali angka atau perhitungan yang menunjukkan demikian,” tanya dia.

Berdasarkan keterangan pihak terkait pada sidang sebelumnya, jumlah peserta Taspen sekarang sekitar 4 juta. Kalau nanti digabung dengan BPJS, jumlahnya jadi 20 juta. “Artinya pembaginya lebih besar. Lalu, bagaimana manfaat tidak akan berkurang?” tanyanya lagi.

Hakim lainnya, juga mempertanyakan hal yang sama. Keterangan Indra dianggap tidak menyentuh substansi. “Bukan itu yang ingin saya dengarkan hari ini,” ujar Hakim Enny Nurbaningsih. “Ini hanya seperti keterangan tambahan dari pemerintah,” sambungnya.

Hakim Arief Hidayat punya pendapat yang sama. Seharusnya, kata dia, keterangan ahli memperkuat apa yang sudah disampaikan pemerintah, dari perspektif yang komprehensif dari keilmuan ahli.

Dia mengaku terganggu dengan pernyataan Indra yang menyebut, PT Taspen melanggar undang-undang jika tidak melakukan sebagaimana diamanatkan dalam UU BPJS.

Baca juga : Poempida Persilakan BPK Audit Pengelolaan Investasi DJS BPJS Ketenagakerjaan

“Kalau ini dibatalkan MK, ya Taspen tidak melanggar undang- undang,” selorohnya.

Arief kemudian membacakan keterangan pihak Taspen dalam persidangan sebelumnya yang membeberkan data- data soal penurunan manfaat para pensiunan PNS/ASN itu.

Hampir dipastikan para pemohon uji materi akan mengalami kerugian konkret dari penurunan nilai manfaat berdasarkan simulasi perhitungan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45/2015.

Tak hanya dari sisi uang, para pemohon dalam dalilnya juga menyatakan adanya kerugian akibat adanya potensi penurunan pelayanan, karena saat ini merasakan benar pelayanan Taspen yang prima.

Sementara, pemerintah sejauh ini belum bisa memberikan bukti tidak akan terjadi pengurangan manfaat maupun pelayanan bagi para pemohon uji materi.

Jawaban dari PT Taspen itu, dianggap Arief, sudah membuktikan adanya beberapa kerugian sebagaimana yang disampaikan oleh pemohon.

“Kalau keterangan yang benar Taspen, berarti Mahkamah bisa membatalkan. Sampai hari ini, menurut pemahaman saya, pemohon benar sebagaimana sudah dikuatkan oleh Taspen,” tegas Arief.

Baca juga : Santunan Kematian BPJS Ketenagakerjaan Naik Jadi Rp 42 Juta

Apalagi, BPJS sendiri disebut Arief, belum memberi gambaran utuh terkait permasalahan itu. BPJS belum bisa mengimbangi keterangan atau dalil pemohon. “Kalau ibarat hakim, saya sudah condong ke arah pemohon,” tandas Arief.

Hakim Aswanto pun meminta Indra membuat simulasi yang menunjukkan pengalihan itu tidak memberikan kerugian bagi para pemohon. Sebab, argumentasi pemohon mengenai kerugian dilengkapi dengan simulasi- simulasi untuk menggambarkannya.

“Kalau bisa, ahli membuat simulasi itu sehingga kami bisa paham betul me- mang tidak ada kerugian,” pintanya.

Salah satu pemohon, yakni Mula Pospos menyatakan, implikasi dari peraturan itu akan memotong penghasilannya. Dari sekitar Rp 4,4 juta, menjadi hanya Rp 1,7 juta rupiah.

Penyusutan itu terjadi lantaran fasilitas seperti tunjangan pensiunan pokok, tunjangan istri, tunjangan beras, tunjangan anak, gaji ke-13, dan Tunjangan Hari Raya (THR) bakal dihapus. “Rp 1,7 juta per bulan coba. Apa mau dipakai Rp 1,7 juta? Saya punya anak masih kuliah satu lagi,” keluhnya, usai sidang.

Pengalihan yang merujuk Undang- Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 paling lambat dilakukan pada 2029. Tetapi, bukan berarti tidak dilakukan dalam waktu dekat. Mereka sudah merasakan anjloknya layanan dari Askes yang dikelola PT Taspen ke BPJS Kesehatan.

Layanan yang mereka terima, turun “kelas”. Alurnya pun, ribet. Karena itu, para pensiunan ini menggantungkan harapan masa tua mereka kepada majelis MK. Bagaimana jika gugatan uji materi ini ditolak? “Mati kita, mati! Kita seperti dibunuh pelan- pelan,” keluhnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.