Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kasus Suap Proyek Meikarta

Besok, Bos Lippo Group James Riady Diperiksa

Selasa, 29 Januari 2019 17:05 WIB
Bos Lippo Group James Riady. (Foto: M Qori Haliana/Rakyat Merdeka)
Bos Lippo Group James Riady. (Foto: M Qori Haliana/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sidang kasus dugaan suap izin proyek Meikarta akan kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (30/1) besok. Yang menarik, sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini akan menghadirkan CEO Lippo Group, James Tjahaja Riady. James menjadi satu dari 8 orang saksi, yang akan dihadirkan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

James akan menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, pegawai Lippo Group Henry Jasmen, serta dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitradjaja Purnama. “Ada 8 saksi dari grup Lippo. Salah satunya, James Tjahaja Riady,” ungkap jaksa KPK, Taufiq Ibnugroho saat dikonfirmasi, Selasa (29/1). 

Jaksa KPK I Wayan Riyana usai persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (16/1), menyatakan keterangan James dalam persidangan diperlukan untuk membuktikan dakwaan adanya pertemuan dengan Neneng untuk membahas perkembangan perizinan Meikarta. 

Dalam surat dakwaan Billy Sindoro, KPK mengungkap adanya pertemuan antara CEO Lippo Group James Riady dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dengan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Pertemuan yang diduga membahas soal proyek Meikarta, disebut terjadi pada Januari 2018 di rumah pribadi Neneng di Desa Sertajaya, Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi. 

“Pertemuan tersebut membicarakan perkembangan perizinan pembangunan Meikarta. Terdakwa (Billy Sindoro) dan James Riady memperlihatkan gambar pembangunan proyek Meikarta kepada Neneng Hasanah Yasin,” ungkap  jaksa dalam persidangan, Rabu 19 Desember silam.

Baca juga : KPK Cecar Sekda Jabar Soal Uang Rp 1 M Dari Proyek Lippo Group

Adanya pertemuan itu diakui oleh Neneng, juga ajudan Neneng yang bernama Acep Abdi Eka Pradana.  Saat bersaksi, Neneng mengatakan pertemuan dengan James tak lebih dari sekadar silaturahmi. Sedangkan Acep, mengaku tidak mengetahui maksud kedatangan James ke rumah Neneng. 

James saat diperiksa penyidik KPK pada 30 Oktober 2018, mengaku pernah bertemu Neneng. Pertemuan itu, kata James, terjadi pada akhir 2017. Namun, James membantah pertemuan itu membahas soal perizinan Meikarta.

Ia mengklaim pertemuannya dengan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, hanya sebatas silaturahmi. Tapi, KPK tidak serta-merta percaya dengan pernyataan James. “Kebetulan, saya ada berada di Lippo Cikarang, diberitahu bahwa beliau (Neneng) baru melahirkan. Oleh karena itu, waktu saya diajak untuk mampir, hanya sekadar mengucapkan selamat saja,” beber James.

 Jubir KPK Febri Diansyah menegaskan, penyidik akan mendalami pertemuan tersebut. Dia menegaskan, apa pun klaim James, komisi pimpinan Agus Rahardjo Cs  punya bukti-bukti lain. “Silakan saja kalau saksi mengatakan alasannya silaturahmi, atau mengatakan mengunjungi setelah melahirkan, ya itu silakan saja. KPK tentu punya bukti-bukti yang lain, yang kami dapatkan dari saksi lain atau dari alat bukti yang lain,” tegas Febri.

Yang didalami penyidik di antaranya adalah hasil pertemuan antara James dengan Neneng. Apakah dalam pertemuan itu ada pembicaraan terkait dengan proyek Meikarta, atau tidak. “Tentu itu jadi poin yang kami dalami. Baik terhadap saksi James Riyadi ataupun terhadap Bupati sendiri, dan juga kalangan lain yang mengetahui tentang hal tersebut,” imbuh bekas aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu. 

Baca juga : Rekening Istri Eks Sekretaris MA Pernah Diperiksa Kejagung

Pertemuan itu pula yang menjadi salah satu dasar KPK menggeledah rumah James. “Karena ada dugaan keterkaitan dalam hal ini pertemuan tersebut, maka kami perlu melakukan pencarian bukti-bukti,” tutur Febri.

Selain mendalami soal pertemuan, dari pemeriksaan James Riady, penyidik juga menggali peran serta kontribusi PT Lippo Group di kasus suap pengurusan izin proyek Meikarta.

KPK membuka kemungkinan menerapkan pidana korporasi kepada Lippo Group. Sebab, KPK mengendus sumber uang suap yang digunakan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group Billy Sindoro (BS) untuk menyuap Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin terkait pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta berasal dari kocek PT Lippo Group.

Terkait hal ini, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memastikan komisinya akan menelisik sejumlah fakta dan bukti yang keluar dalam persidangan. “Itu yang namanya bertahap, satu satu diselesaikan,” ujar Saut saat dikonfirmasi, Selasa (29/1).

Dalam perkara suap itu, mantan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro didakwa melakukan perbuatan suap bersama-sama dengan Henry Jasmen Sihotang, Taryudi, Fitradjaja Purnama, Bartholomeus Toto, Edi Dwi Soesianto, Satriadi, serta Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama.

Baca juga : Mendagri: Saya Hanya Jalankan Tugas

Suap diberikan kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, terkait perizinan proyek milik Lippo Grup tersebut. Penyebutan Lippo Cikarang sebagai pihak yang dianggap turut bersama-sama, diasumsikan sebagai pintu gerbang penerapan pasal pidana korporasi. “Penyidik dan Tut (penuntutan) jangan diganggu dulu. Nanti ada saatnya,” tegas Saut. 

Menjerat korporasi bukan hal baru bagi komisi anti rasuah ini. Sudah 4 perusahaan yang dijerat KPK dengan pidana korupsi. Keempatnya adalah PT Duta Graha Indah yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjinering, PT Nindya Karya, PT Tuah Sejati, dan PT Putra Ramadhan atau PT Tradha. Perusahaan terakhir dijerat sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Salah satu dasar menjerat perusahaan atau korporasi sebagai tersangka, adalah Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
Selain itu, aturan menjerat korporasi juga tertuang dalam Pasal 20 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 9 tersangka. 5 tersangka penerima suap adalah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat M Banjarnahor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi, dan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi nonaktif Jamaludin. Mereka masih dalam proses penyidikan di KPK. 

Sedangkan Billy Sindoro, Henry Jasmen, Taryudi dan Fitradjaja Purnama, telah diadili dan didakwa sebagai penyuap dalam kasus ini. Billy didakwa menyuap pejabat Pemkab Bekasi itu, sekitar Rp 18 miliar. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.