Dark/Light Mode

Di Mata Pemberi Utang, Ekonomi Kita Paling Ok

Senin, 9 Maret 2020 08:20 WIB
Ilustrasi: Istimewa
Ilustrasi: Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekonomi nasional sedang goyang gara-gara dihantam wabah virus corona. Harga sebagian barang mulai naik, industri lesu, ekspor impor terganggu, PHK terjadi, investor ngerem, dan rupiah digencet dolar AS.

Namun, di mata lembaga pemberi utang, ekonomi kita justru dinilai oke-oke saja. Bahkan dipuji paling tangguh dibanding negara-negara lain. Lha, kok bisa?

Lembaga pemberi utang yang bilang begitu adalah Asian Development Bank (ADB) alias Bank Pembangunan Asia. Menurut Country Director ADB, Winfried Wicklein, negara kita punya kemampuan manajemen fiskal yang cukup kuat.

Karena itu, ia memperkirakan, wabah virus corona tidak akan punya dampak berarti bagi perekonomian indonesia. Selain itu, kata dia, pemerintah Indonesia, termasuk bank sentralnya (BI), masih punya ruang-ruang kebijakan ekonomi yang cukup longgar dibandingkan negara lain.

“Beberapa negara sudah tidak dapat melakukan pelonggaran lagi ketika suku bunganya mungkin sudah minus,” kata Wicklein, seperti di lansir Bisnis.com, kemarin.

Baca juga : DPR Minta Penimbun Masker Dan Sembako Ditindak Tegas

Dia menambahkan, instrumen ke bijakan moneter maupun fiskal yang di gunakan Pemerintah indonesia juga sudah tepat. Khususnya dalam mempertahankan tingkat konsumsi. Hal ini punya peran penting dalam menjaga stabilitas ekonomi di saat krisis.

Sejauh ini, ADB sudah menyetujui anggaran untuk membantu negarane gara Asia-Pasifik dalam melawan wabah virus corona. Nilai yang digelon torkan sebesar 2 juta dolar AS atau sekitar Rp 28,5 miliar. Uang sebanyak itu juga dikucurkan ADB kepada negara-negara seperti Kamboja, China, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam pada awal Februari lalu.

Joseph Zveglich, Deputy Economist ADB, mengatakan, anggaran ini bisa saja terus diperbesar untuk mendukung persiapan penanganan pandemik dan membangunan ketahanan dalam jangka panjang.

“Fasilitas yang kami siapkan umumnya berupa asistensi teknis dan pembangunan kapasitas penanganan di negara-negara yang tidak memiliki kapasitas yang cukup,” paparnya.

Selain bantuan, ADB juga sudah menyiapkan pinjaman untuk pihak swasta di Wuhan, China, sebesar 18,6 juta dolar AS atau sekitar Rp 265 miliar. Terutama untuk meningkatkan suplai dan distribusi obatobatan dan alat kesehatan.

Baca juga : Juve Diuntungkan Pembatalan Semifinal Copa Italia

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, sependapat dengan penilaian ADB. Menurutnya, ruang fiskal negara berkembang, seperti indonesia, masih cukup longgar. Berbeda dengan negara maju seperti Amerika Serikat. Itu dikarenakan fiskal di negara maju sudah melampaui batasnya. Rasio utangnya terhadap PDB juga sudah di atas 100 persen. Termasuk dalam hal kebijakan moneter maupun suku bunga.

Belum lama ini, Bank Sentral AS, The Fed, kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 11,25 persen. Namun, ekonomi di negara maju belum pulih betul sejak diterpa krisis 2008. “Bahkan, pasar melihatnya bisa turun lagi. Seperti krisis 2008, mendekati 0 persen,” terang Josua kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Untuk indonesia, kata Josua, punya kondisi yang lebih baik. Ekonomi do mestik masih tumbuh. “Makanya, kalau kita lihat potensi resesi pun, kita juga masih sangat jauh lah,” yakinnya. ia pede, indonesia masih mampu bertahan di tengah guncangan virus corona.

Kendati demikian, perlu ada respons maksimal dari Pemerintah. Tidak hanya dari sisi moneter, tapi juga fiskal. Sebab, dari kombinasi dua kebijakan itu, aktivitas ekonomi bisa terus bergairah. Stimulus yang diberikan pemerintah sudah seharusnya tidak cuma pada sisi produksi. Tapi juga dari sisi konsumsi nya. “Jadi saya sih sepakat bahwa ruang fiskal kita masih jauh ya,” tuturnya.

Kondisi ini, lanjut Josua, memang akan berdampak pada potensi peleba ran defisit. Sebab, dari sisi penerimaan negara tidak optimal. Sementara, belanja pemerintah harus terus digenjot untuk memberikan stimulus, agar pertumbuhan ekonomi tidak jatuh banget.

Baca juga : Jokowi Pastikan, Pemberian Insentif Pariwisata Tak Tambah Penyebaran Corona

“Konsekuensinya memang akan ada pelebaran defisit anggaran”. Josua juga melihat ada berkah dari wabah virus ini. Sebab, banyak negara yang selama ini mengandalkan impor atau kegiatan produksi dari China mulai kocar-kacir.

Sehingga, perlu ada framework baru bagi kebijakan perdagangan indonesia. Agar tidak tergantung berlebihan kepada satu negara tertentu. “ini jadi momentum untuk berbenah diri bagi Indonesia dan juga negara ASEAN lainnya bahwa terlalu bergantung kepada China pun ternyata juga tidak cukup bagus,” pungkasnya. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.