Dark/Light Mode

Landasan Hukum Kurang Jelas

Bawaslu Ngaku Letoy, Sulit Menindak Incumbent Nakal

Rabu, 6 Mei 2020 02:49 WIB
Ketua Bawaslu Abhan (Foto: Istimewa)
Ketua Bawaslu Abhan (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Bawaslu blak-blakan kewenanganya masih lemah. Tak bisa menindak petahana atau incumbent nakal yang mempolitisasi dana bansos. Sebab, landasan hukum pengawas pemilu ini tak jelas.

Demikian disampaikan Ketua Bawaslu Abhan di Jakarta, kemarin. Menurutnya, penindakan kepada petahana yang melakukan pendomplengan politik bansos untuk warga terdampak Covid19 terkendala regulasi. Hal ini berbanding terbalik dengan harapan masyarakat. 

Dikatakan Abhan, Bawaslu sebagai pelaksana regulasi tidak bisa melangkahi wewenang dalam undang-undang. Termasuk menindak petahana. Sesuai UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada, pengawasan dan penindakan petahana yang terindikasi curang baru bisa dilakukan Bawaslu, 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon (paslon). Hal ini berlaku bila pilkada digelar 23 September 2020. Akan tetapi, hingga saat ini sejumlah tahapan pilkada mengalami penundaan usai pandemi Covid-19. Bahkan, belum dikeluarkannya Perppu Pilkada menambah ketidakpastian bagi penyelenggara pemilihan. 

Baca juga : Awas, Bantuan Sosial Rawan Dipolitisasi Calon Incumbent

“Ada problem ketika syarat (UU Pilkada) itu kumulatif. Misalnya unsur pertama itu oke, yang kedua hingga hari ini belum ada penetapan pasangan calon. Penundaan akan berubah lagi karena begitu Perppu keluar, KPU akan merivisi lagi Peraturan KPU,” papar Abhan. 

Saat ini, akunya, banyak temuan Bawaslu atas dugaan keterlibatan petahana. Misalnya modus-modus politik uang dan abuse of power. Beberapa kepala daerah sebenarnya sudah terendus menyalahgunakan wewenang dalam memberi bantuan selama Covid-19. Beberapa kasus marak di antaranya, pendomplengan politik bansos untuk warga terdampak Covid-19. Kata Abhan, Bawaslu mempunyai tugas mengawasi penyelewengan itu. Tapi, dalam kasus ini, Bawaslu lagi-lagi dibatasi peraturan. 

“Bawaslu dalam posisi pelaksana undang-undang tentu tidak bisa melampaui aturan itu sendiri. Ini akan berhadapan dengan kode etik yang harus ditaati Bawaslu. Apa yang kami lakukan (terkait modus politik uang) berbagai upaya pencegahan, pendidikan kepada pemilik suara, serta sosialisasi,” ujarnya. 

Baca juga : Larangan Ekspor Bahan Baku Mentah Dongkrak Investasi

Sebenarnya, lanjut dia, ada aturan bisa menindak penyelewengan di masa pandemi. Hal itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015. Namun, ranah aturan itu berada pada politik, bukan penyelenggara pemilihan. “Jadi hanya DPRD yang bisa menegakkan pelanggaran dengan melaporkan kasus ke Mahkamah Agung (MA),” paparnya. 

Meski wewenang dibatasi Undang-Undang, Abhan mengaku pihaknya bekerja dengan aktif. Bawaslu pusat sudah mengeluarkan surat edaran (SE) kepada seluruh Bawaslu daerah untuk melakukan tindakan pencegahan. 

Pengamat politik dan CEO Indekstat Ary Santoso mengatakan, di tengah pandemi Covid-19, kepala daerah atau petahana pada kontes pilkada dimohon tidak menggadaikan moralnya dengan melakukan kampanye terselubung. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama dengan KPU perlu memberi perhatian lebih pada aspek fairness dalam pelaksanaan pilkada, terutama bila akan digelar Desember nanti. 

Baca juga : Cuaca Kurang Baik, Garuda Tujuan Soetta Mendarat Darurat di Halim

“Perlu diadakan semacam aturan atau code of conduct bagi pemerintah daerah dalam teknis pemberian berbagai bantuan penanggulangan Covid-19. Bila tidak, pilkada akan rawan dengan praktek kampanye terselubung dan kualitas kompetisinya akan rendah,” ungkap pakar statistika politik ini. [SSL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.