Dark/Light Mode

Setelah BPJS, Kini Soal Internet

Presiden Kok Sering Dikalahkan Pengadilan

Kamis, 4 Juni 2020 04:50 WIB
Presiden Jokowi (Foto: Instagram)
Presiden Jokowi (Foto: Instagram)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Jokowi kembali kalah di pengadilan. Kali ini soal pemblokiran koneksi internet di Papua. Sebelumnya, eks Gubernur Jakarta itu juga kalah dalam kasus Kebakaran Hutan dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Presiden kok sering dikalahkan pengadilan ya.

Kemarin, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan Presiden Jokowi dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) melakukan pelanggaran hukum terkait pembatasan internet di Papua. 

Koneksi internet di provinsi paling timur Indonesia itu dibatasi sejak 19 Agustus 2019 saat terjadi kerusuhan dan aksi demonstrasi pasca insiden rasisme di asrama mahasiswa Papua di Jawa Timur pertengahan Agustus 2019 lalu. Mulanya, hanya pelambatan akses di beberapa daerah. Lalu berlanjut hingga pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat, pada 21 Agustus 2019.

Pemblokiran tersebut kemudian digugat oleh SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Gugatan kedua lembaga ini terdaftar di PTUN dengan nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta. "Mengabulkan gugatan para penggugat," ucap kata Hakim Ketua PTUN Jakarta, Nelvy Christin, kemarin.

Baca juga : The New Normal Tuntut Kreativitas Jalankan Pembinaan Atlet

Menurutnya, perbuatan tergugat I dan II, adalah perbuatan melanggar hukum oleh pejabat dan atau badan pemerintahan. Dalam hal ini, tergugat I adalah Presiden. Sedangkan tergugat II adalah Menkominfo. Jabatan Menkominfo kini diisi oleh orang yang berbeda. Pada Agustus 2019 dijabat Rudiantara. Namun, sejak Oktober 2019, posisi itu digantikan oleh Jhonny G Plate.

Menurut Majelis Hakim, perlambatan akses internet itu dilakukan dalam kondisi negara belum dinyatakan bahaya. Selain itu, perlambatan akses internet itu juga membuat aktivitas warga lain banyak yang terganggu. "Menghukum para tergugat membayar biaya perkara Rp 457 ribu," lanjut hakim PTUN. 

Hakim juga menyatakan, pemerintah Indonesia wajib memuat permintaan maaf atas kebijakan tersebut secara terbuka di tiga media massa, enam stasiun televisi nasional, tiga stasiun radio selama sepekan. "Ini wajib dilakukan maksimal sebulan setelah putusan," bunyi amar putusan.

Apabila pemerintah melakukan upaya banding, putusan tersebut tetap dapat dilaksanakan. "Putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum," lanjutnya.

Baca juga : Ini Penjelasan BPBD Jatim Soal Bantuan Mobil Tes PCR Yang Dipersoalkan Risma

Menkominfo Johnny G. Plate yang dikonfirmasi mengaku belum membaca amar putusannya. "Tidak tepat jika petitun penggugat dianggap sebagai amar putusan pengadilan TUN tersebut. Kami tentu hanya mengacu pada amar keputusan Pengadilan TUN, yang menurut informasi tidak sepenuhnya sesuai dengan petitum penggugat," kata Menkominfo Johnny kepada Rakyat Merdeka tadi malam.

Bagaimanapun, ia tetap menghargai keputusan Pengadilan. Akan tetapi, pihaknya juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat. "Kami akan berbicara dengan Jaksa Pengacara Negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," lanjutnya.

Sejauh ini, ia mengaku belum menemukan adanya dokumen tentang keputusan yang dilakukan oleh pemerintah terkait pemblokiran atau pembatasan akses internet di wilayah tersebut. "Namun bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastrukur telekomunikasi yang berdampak ganguan internet di walayah tersebut," elaknya.

Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil menyebut, putusan PTUN tersebut semacam kartu kuning. Meskipun di sisi lain, maksud pemerintah di balik pemblokiran koneksi internet tersebut ada positifnya. Yaitu agar situasi di Papua tidak semakin memanas, karena berita bohong. "Ini kayak disemprit. Itu artinya offside. Jadi kembali offside setelah BPJS," sentil politisi PKS itu kepada Rakyat Merdeka tadi malam.

Baca juga : Peduli Nelayan, Kadin Gandeng JNM Salurkan Kado Lebaran

Ia berharap, putusan PTUN ini menjadi pelajaran berharga. Antara lain agar kebijakan yang dibuat tidak instan, sepihak atau semena-mena terhadap rakyat. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.