Dark/Light Mode

Cerita Eks Menristekdikti Jelang Reshuffle

Menteri Berusaha `Caper` ke Jokowi

Senin, 6 Juli 2020 07:02 WIB
Mantan Menristekdikti Mohamad Nasir (Foto: Istimewa)
Mantan Menristekdikti Mohamad Nasir (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Jokowi belum memastikan jadi-tidaknya reshuffle kabinet. Jokowi hanya sekali kasih tanda soal ini. Tanggal 18 Juni itu. Saat Jokowi marah-marah itu. Apakah ada tanda-tanda lain yang bisa kita jadikan rujukan akan terjadinya reshuffle kabinet? Mantan Menristekdikti Mohamad Nasir punya cerita dan pengalamannya. Seperti apa? 

Menurut Nasir, saat melakukan reshuffle kabinet di periode lalu, Jokowi tak memberi tanda apa-apa. Namun, dari sisi para menteri, saat isu reshuffle ini ramai, ada beberapa yang caper alias cari perhatian ke Presiden.

Mantan rektor Universitas Diponegoro itu mengaku masih mengikuti dinamika politik di Indonesia. "Saya monitoring perkembangan ini. Saya kan bisa mengukur, akhirnya tingkat keberhasilan sekarang dengan periode saya," ucapnya, membuka perbincangan isu reshuffle dengan Rakyat Merdeka, kemarin.

Sebelum bicara panjang lebar, Nasir menegaskan, ini hanya pengalamannya selama lima tahun menjadi menteri di periode pertama Jokowi. Tidak ada maksud dan tujuan tertentu. 

"Ini Pak Nasir kan nggak jadi menteri, pengennya jadi menteri lagi nih. Nggak lah. Saya berterima kasih kepada Presiden yang mempercayai saya lima tahun. Dalam hal ini tidak ada masalah, dan selesai dengan selamat," kenangnya.

Baca juga : Koalisi Gemuk Tidak Jamin Cakada Jadi Jawara Pilkada

Dalam hitungan Nasir, Jokowi sudah tiga kali me-reshuffle rekan sejawatnya. Yang pertama dan kedua, tidak ada isyarat apa pun. Misalnya, siapa orangnya, atau kapan waktunya. "Dulu kalau ada isu reshuffle, saya masa bodo. Yang penting kerja. Saya kerja untuk bangsa. Titik," tegasnya.

Saat reshuffle pertama, Nasir tengah berada di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Sedangkan yang kedua, dirinya ada di Makassar, Sulawesi Selatan, bersama perwakilan perguruan tinggi seluruh Indonesia. Dia mendapat kabar, sejumlah menteri diganti Presiden.

"Lewat begitu saja. Nggak ada tanda-tanda. Kalau dari media kan saya anggap berita saja lah. Saya nggak risau. Pergi ya pergi. Nanti kalau memang kena, saya harus pulang, kemas-kemas keluar dari rumah dinas," tutur pria kelahiran Ngawi, 1960 ini.

Berbeda dengan yang ketiga. Nasir menyebut reshuffle saat itu lebih kepada partai politk. Sehingga, di antara menteri sudah tahu siapa yang akan diganti. 

Lantas bagaimana psikologis saat ini? Nasir terlebih dahulu menjelaskan video kemarahan Presiden di Sidang Kabinet Paripurna, 18 Juni lalu. Dia mengaku belum pernah merasakan ruang rapat Istana sepanas itu. Menurutnya, mungkin ada yang antiklimaks. 

Baca juga : Rumput Tetangga Lebih Hijau Kejadian di Saat Pandemi Ini

"Lho, kok kemarin sampai begitu. Saya itu melihat Presiden nggak tega. Memang situasi sekarang, apalagi ada pandemi, siapa pun presidennya, siapa pun menterinya, pasti berat. Harus kerja keras, extra ordinary. Nampaknya, menteri ini tidak merespons dengan baik," ulas Nasir.

Berbanding terbalik dengan etos kerja selama dirinya menjadi menteri. Berangkat pagi, pulang malam. Bahkan saat kunjungan kerja keluar kota, pasti lebih dari satu tempat yang disinggahi. 

Nasir menduga, tidur para menteri tak nyenyak pasca video kemarahan Presiden dipublikasi. Apalagi saat itu terucap dari mulut Presiden soal ancaman reshuffle. "Menterinya deg-degan lah. Pasti itu," cetusnya.

Meski dia juga tidak mau menduga-duga soal siapa yang akan kena reshuffle. Nasir cuma bilang, publik pasti tahu. Karena kemarahan Presiden merupakan buntut dari realisasi yang tidak tercapai. 

Ditanya prediksi apakah reshuffle sebelum 17 Agustus, Nasir menyatakan, hanya Jokowi yang tahu. "Nggak mau tebak-tebak gitu. Nanti saya tebak sebelum Agustus, eh tiba-tiba besok. Eh minggu depan, eh September. Dulu kalau nggak salah, pengalaman saya, Oktober 2014 dilantik jadi menteri, Juli 2015 ada reshuffle. Satu contoh," jawabnya.

Baca juga : Marahnya Ratu Prenggondani

Terlepas dari itu, Nasir kasih nasihat, orang yang siap diangkat oleh Presiden, harus siap diturunkan juga. Menurutnya, menteri yang tidak siap direshuffle, berarti tidak bekerja sepenuh hati. "Karena apa, bagaimana cara berpikir pengamanan, bagaimana kerja, Presiden tahu. Akhirnya tidak sepenuh hati lagi. Ya caper. Mesti begitu," katanya.

Sebab, rekan sekabinetnya saat itu, melakukan hal demikian. Ngundang Presiden, agar kinerjanya dilihat. Bahkan, berusaha ikut jika Presiden ingin kunjungan kerja ke daerah. Hal ini, menurutnya, tidak baik, dan belum pernah dilakukannya.

"Presiden tidak suka penjilat. Tapi kok banyak yang ikut? Itu kadang-kadang memaksakan. Jadi, ada yang memang diajak, ada yang memang memaksakan diri. Sehingga pekerjaan yang ditangani Presiden, tidak relevan dengan menteri yang bersangkutan," bebernya. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.