Dark/Light Mode

Hoaks Picu Kekerasan, Bukti Tergerusnya Budaya Kritis

Minggu, 30 Agustus 2020 22:04 WIB
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo. (Foto : Istimewa)
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo. (Foto : Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Markas Polisi Sektor (Mapolsek) Ciracas, Jakarta Timur diserang sekitar 100 orang tak dikenal pada Sabtu (29/8/2020) dini hari. Penyerangan itu mengakibatkan kerusakan bangunan Mapolsek. Sejumlah kendaraan di sekitar Mapolsek juga dibakar dan dirusak oleh para penyerang.

Belakangan diketahui serangan itu dipicu berita bohong alias hoaks. Seorang oknum anggota TNI berpangkat prajurit dua (Prada) berinitial MI mengalami kecelakaan tunggal. Namun dia mengaku dikeroyok. Inilah yang memicu penyerangan Mapolsek Ciracas.

Seperti yang sering disuarakan oleh sejumlah tokoh nasional, hoaks merupakan salah satu musuh terbesar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada era-digitalisasi dan pesatnya perkembangan industri 4.0.

Baca juga : Modal Sosial, Jurus Jabar Bangkit Lawan Krisis

Merespon hoaks yang disebarkan oleh Prada MI yang memicu penyerangan, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo berpendapat, hoaks bisa dengan mudah diterima sebagai kebenaran oleh masyarakat karena tergerusnya budaya kritis.

“Budaya kritis dalam masyarkat kita mulai tergerus, ini membuat mereka dengan mudah menerima atau hoaks sebagai suatu kebenaran, dan pada akhirnya hoaks yang diterima itu beberapa kali berujung pada tindakan kekerasan, seperti yang terjadi pada Sabtu dini hari kemarin di Polsek Ciracas,” terang Benny kepada awak media, Minggu (30/8/2020).

Lebih lanjut Rohaniwan yang juga memiliki keahlian dalam bidang ilmu komunikasi itu berpendapat, perlunya membangun kembali budaya dan pendidikan kritis yang saat ini mulai tergerus.

Baca juga : Peran Media Menyajikan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

“Pendidikan kritis melahirkan sikap dan cara berpikir yang tidak mudah dimanipulasi oleh pihak-pihak yang menggunakan propaganda sebagai alat untuk mengaduk emosi publik lewat ujaran kebencian dan isu-isu tertentu yang biasanya terkait dengan SARA,” ujarnya.

Dia juga menegaskan pentingnya pendidikan literasi media dalam era digital, agar nantinya dalam merespon pemberitaan masyarakat tidak mudah terkecoh, emosional dan terjebak pada solidaritas semu untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan serta negatif lainnya.

“Kecerdasan masyarakat dalam menggunakan media sosial atau mencari informasi melalui media siber bisa dibangun lewat sebuah kesadaran kritis, melalui pendidikan literasi media juga membangun kesadaran kritis mereka, dengan itu mereka lebih mampu dalam memilih berita dan content yang memiliki sumber akurat,” jelas Benny.

Baca juga : KAI Buka Ruang Bagi Penyandang Disabilitas

Selain itu, menurutnya kesadaran berpikir kritis harus menjadi cara berpikir, bertindak dan berelasi sesama anak bangsa. Jika itu diterapkan, mereka tidak mudah tersulut emosi karena pemberitaan atau informasi yang belum jelas kebenarannya.

Benny juga dengan tegas mengatakan, “Budaya kekerasan harus segera dihentikan, karena bertentangan dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, karena siapa mencintai Tuhan, dia pastilah mencintai sesama manusia.”

“Pendidikan kritis perlu diberikan kepada masyarakat, dan untuk pelaku penyebar hoaks yang berdampak pada tindak kekerasan, harus diproses hukum serta ditindak tegas untuk memutus tali kekerasan yang disebar luaskan dengan hoaks.” tandasnya. [DIR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.