Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Turun Rp 11.000, Harga Emas Dibanderol Rp 1.343.000 Per Gram
- Akhir Pekan, Rupiah Melemah Ke Rp 15.985 Per Dolar AS
- Indra Karya Jempolin Manfaat Bendungan Multifungsi Ameroro Di Sulteng
- Pertamina EP Pertahankan Kinerja Positif Keuangan Tahun Buku 2023
- PGN Saka Kantongi Perpanjangan Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas
Soal UU Cipta Kerja
Prof. Romli: Yang Sengsara Bukan Rakyat, Tapi Koruptor dan Pemburu Rente
Minggu, 11 Oktober 2020 21:33 WIB
Sebelumnya
Romli menilai, prosedur yang panjang tersebut telah disederhanakan dalam UU Cipta Kerja. Dengan begitu, peluang bagi pejabat maupun birokrat nakal untuk korupsi menjadi sempit. Sejumlah pihak yang akan terkena imbas itu menjadi gusar, dan mengobarkan penolakan terhadap undang-undang tersebut.
"Bukan masyarakat yang sebenarnya disengsarakan UU Cipta Kerja. Melainkan mafia, maladministrasi, korupsi, suap, serta perilaku pemburu rente," tegas Romli.
Penbentukan beleid itu, disebutnya merujuk pada pengalaman buruk sejak Orde Baru yang masih terjadi sampai saat ini. Yaitu korupsi, maladministrasi, abuse of power dan suap, serta mafia-mafia di berbagai sektor.
Baca juga : UU Cipta Kerja Denyutkan Laju Ekonomi Hutan Sosial
"Selain itu, UU Cipta Kerja juga menghilangkan ego sektoral yang selama 75 pemerintahan berdiri, telah menghambat efisiensi administrasi," papar Romli.
Ia menambahkan, pemangkasan dan percepatan perizinan yang dituangkan dalam UU Cipta Kerja, juga dilatarbelakangi terkendalanya pembangunan akibat ulah segelintir orang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sekarang, kalau ada proyek pembangunan sedang berjalan, tiba tiba ada pejabat atau birokrat ketangkap. Kan proyeknya berhenti. Padahal, nilai investasinya besar. Proyek itu berhenti cuma gara-gara segelintir orang korupsi," keluh dia.
Meski begitu, Romli mengingatkan, pemusatan perizinan tetap harus mendapatkan pengawasan yang ketat. Jangan sampai, upaya pemusatan perizinan itu malah menjadi ladang basah di tataran pemerintah pusat.
KPK, Kejaksaan, dan Ombudsman harus memelototi pelaksanaannya, untuk mencegah hal tersebut terjadi.
"Ini di pusatnya harus bener, jangan sampai kena korupsi lagi. KPK, Kejaksaan, dan Ombudsman harus berperan. Ombudsman harus bisa memberikan masukan ke Presiden Jokowi soal penerapan aturan ini," ujar salah satu anggota tim perumus UU KPK baru itu, mewanti-wanti.
Baca juga : Bakal Ada Demo UU Cipta Kerja, Hindari Kawasan Istana Merdeka
Sementara bagi pihak kontra terhadap UU Cipta Kerja, dia meminta mereka menempuh jalur konstitusional.
"Rakyat saat ini sudah maju dalam berpikir dan kritis. Tapi, belum sepenuhnya berprasangka baik terhadap kebijakan pemerintah. Padahal, pedoman yang harus selalu dijadikan dasar berpikir kritis adalah res judicata, atau setiap keputusan harus dianggap benar. Kecuali, jika terbukti sebaliknya," tandas Romli. [OKT]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya