Dark/Light Mode

Diperiksa Polisi, Nama Anies Makin Melambung

Rabu, 25 November 2020 20:07 WIB
Diskusi Kahmi soal Instruksi Mendagri No 6 Tahun 2020. (Foto: ist)
Diskusi Kahmi soal Instruksi Mendagri No 6 Tahun 2020. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Jaya, Mohammad Taufik mengaku terkejut adanya Instruksi Menteri Dalam Negeri yang bisa memberhentikan kepala daerah. Menurutnya, surat instruksi itu biasanya bersifat internal dan tidak bisa mengintervensi lembaga lain.

"Kita baca instruksi itu kok untuk pecat gubernur. Kita perlu diskusikan, supaya yang begini ini tidak terjadi di negara ini,” ujarnya dalam Diskusi Pakar bertemakan "Instruksi Mendagri No. 6 Tahun 2020 Untuk Siapa?" yang digelar di Hotel Acacia, Jakarta, Rabu (25/11).

Menurut dia, terlalu sederhana jika kita memberhentikan kepala daerah lewat Instruksi Mendagri. Apalagi, instruksi itu datang setelah gubernur dipanggil Polda, baru keluar instruksi. Ini tidak bisa berlaku surut.

Wakil Ketua DPRD DKI itu menganggap, pemberhentian kepala daerah berdasarkan Inmen itu perlu didiskusikan lebih lanjut. Pihaknya menilai, Inmen itu keluar karena emosi sesaat setelah adanya kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.

Baca juga : Saling Menutupi Kelemahan (1)

Senada dengan Taufik, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis keheranan dengan Inmen ini. Bahkan dia bercerita ada warga Morotai yang menanyakan nasib Anies.

"Mereka mengasihani Pak Anies karena mereka tahu Pak Anies orang baik. Gara-gara Anies dipanggil polisi, pemerintah turut melambungkan nama Anies ke seluruh penjuru daerah," ujar Margarito. 

Dia pun telah mendorong Menko Polhukam Mahfud MD untuk menghentikan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu. Pasalnya tidak sesuai kaidah hukum. 

"Saya sudah bicara ke Menko Polhukam agar mengeluarkan instruksi kepada Kapolri untuk menghentikan pemeriksaan kepada Anies. Karena surat itu bersifat undangan klarifikasi, tapi isinya penyelidikan atas dugaan tindak pidana Undang-Undang Kekarantinaan Wilayah," ungkapnya.

Baca juga : Tidak Menolerir Kekerasan (2)

Di tempat yang sama, Pakar kebijakan publik Universitas Nasional, Chazali Situmorang mengatakan, selama pandemi Covid-19, Mendagri Tito Karnavian telah menerbitkan dua regulasi untuk kepala daerah. Yaitu, Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda per 14 Maret. Dan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Prokes untuk Pengendalian dan Penyebaran Covid-19 per 18 November 2020.

Dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tidak ada ancaman pemberhentian mengacu UU Nomor 23 Tahun 2014 di pasal 67 c dan 78. Padahal isinya syarat dengan pengaturan pengelolaan uang APBD untuk Covid-19. “Tapi dalam Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 ini ada ancaman pemberhentian," terangnya. 

Namun, tegasnya, Inmen ini tidak termasuk peraturan perundang-undangan yang harus diikuti kepala daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 15/2019 menyebutkan yang disebut peraturan perundang-undangan adalah PP, Perpres, Permen, dan Perda. 

"Hakekat instruksi itu bersifat mendorong, mengontrol, dan mempercepat suatu target program/kegiatan. Apalagi, dasar pertimbangan Inmen ini adalah arahan Presiden dalam ratas kabinet 16 November 2020 yang menegaskan konsistensi kepatuhan prokes Covid-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat," ungkapnya. 

Baca juga : Tidak Menolerir Kekerasan (1)

Pekan lalu, Anies Baswedan dipanggil oleh penyidik Polda Metro Jaya terkait adanya kerumunan di acara maulid dan pernikahan Habib Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.