Dark/Light Mode

Apresiasi Para Penolak Jabatan, Pengamat: Harus Ada Intelektual Yang Di Luar Kekuasaan

Rabu, 23 Desember 2020 15:17 WIB
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin. (Foto: Ist)
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pagi tadi, sempat beredar nama-nama calon wakil menteri yang dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ada enam nama yang beredar, salah satunya Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.

Namun, nama Abdul Mu'ti tidak muncul kembali dalam susunan acara pelantikan menteri dan wakil menteri. Kabarnya, Abdul Mu'ti didapuk menjadi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud). Namun, ia tak menerima tawaran tersebut.

Baca juga : Pemprov DKI Hapus Denda Tunggakan Pajak

Sebelumnya, nama Andi Gani Nena Wea juga beredar sebagai calon menteri dan wakil menteri. Namun, Andi Gani memilih untuk berkonsentrasi di posisinya saat ini yaitu sebagai Presiden Komisaris BUMN PTPP dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Serupa, poitisi PDI Perjuangan Ahmad Basarah malah menunjuk rekannya yang lain, saat dia digadang-gadang menjadi Menteri Sosial menggantikan Juliari Batubara.

Menanggapi fenomena ini, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengaku salut dengan langkah yang diambil tokoh tersebut dengan menolak jabatan wakil menteri. Ujang menilai, mereka memberikan keteladanan dan dinilai tidak berambisi.

Baca juga : Benahi Pendataan, Ganjar Waspadai Jual Beli Vaksin

"Di tengah banyaknya yang mengincar posisi menteri dan wakil menteri. Namun, mereka malah menolak saat ditawari jabatan strategis itu. Artinya berkontribusi pada negara tidak harus selalu berposisi dalam jabatan. Jangan semua orang masuk dalam pemerintah. Harus ada orang-orang intelektual bertugas menjaga bangsa dari luar. Karena bagaimana pun pemerintahan harus dikontrol," katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/12).

Selain itu, kata Ujang, jabatan wakil menteri ini diibaratkan hanya sebagai aksesoris saja. Jadi, tidak bisa leluasa untuk menentukan kebijakan.

Baca juga : Layanan Perpanjang SIM Di Jakarta, Hari Ini Hadir Di 5 Lokasi

"Tentu saja wakil menteri kan jabatan aksesoris. Jabatan tapi tidak punya power. Tidak menjadi penentu kebijakan, buat apa? Jadi, langkah yang tepat bagi tokoh-tokoh itu menolaknya," jelasnya. [KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.