Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Soal Dugaan Aliran Dana Asabri Dibelanjakan Bitcoin, Kuasa Hukum Heru Hidayat: Kejaksaan Beropini dan Bikin Gaduh

Jumat, 23 April 2021 14:24 WIB
Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. (Foto: Ist)
Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Febrie Ardiansyah menuding adanya aliran dana dari dugaan korupsi PT Asabri ke dalam bentuk bitcoin. Tim penasihat hukum Komisaris Utama PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat, Kresna Hutauruk menilai, pernyataan tersebut sangat berbahaya dan menggiring opini.

"Perlu saya tegaskan bahwa klien kami tidak memiliki kaitan dan tidak pernah berinvestasi pada Bitcoin. Kami sangat keberatan atas pernyataan Dirdik pada Jampidsus Kejagung yang mengkait-kaitkan investasi bitcoin tersebut terhadap klien kami," ujar Kresna, Jumat (23/4).

Pernyataan Kejagung di berbagai media juga menyatakan, masih akan memperdalam mengenai transaksi tersebut, juga dinilai menunjukkan bahwa Dirdik telah melemparkan pernyataan berbau opini yang ambigu dan masih sangat prematur.

Menurut Kresna, Dirdik tidak menjelaskan berapa nilai pasti transaksi tersebut, dan siapa pihak yang berinvestasi. Dia juga hanya menyebut nama-nama tersangka yang dijerat TPPU tanpa menegaskan tersangka mana yang membeli bitcoin tersebut.

"Sangat berbahaya, karena menggiring opini publik, seakan-akan klien kami memang berinvestasi bitcoin. Selama pemeriksaan, klien kami tidak pernah ditanyakan tentang investasi bitcoin," tegasnya.

Baca juga : Soal Dugaan Kebocoran Penggeledahan Kantor Jhonlin, KPK Tak Mau Berspekulasi

Selain itu, Kresna menambahkan, sangat keberatan terhadap penyitaan kapal tanker dan kapal lainnya, yang kerap digembor-gemborkan Kejaksaan sebagai milik kliennya yang terkait dengan perkara Asabri.

"Padahal sangat jelas pembelian kapal-kapal tersebut adalah merupakan investasi dari perusahaan Jepang (Mitsui) dan berasal dari pinjaman bank. Bahkan saat ini juga masih menjadi agunan bank!," terang Kresna.

Kapal tersebut juga sudah dimiliki TRAM sejak tahun tahun 2012, jauh sebelum Heru kami masuk ke TRAM. "Klien kami masuk TRAM pada tahun 2017," imbuhnya.

Kresna pun menilai, Kejaksaan melanggar Pasal 39 KUHAP, Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara spesifik tentang perlindungan terhadap pihak ketiga.

Selain itu, Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1731K/Pdt/2011 menegaskan, objek jaminan kredit yang telah dibebani hak tanggungan yang telah diterbitkan Sertifikat Hak Tanggungan, memiliki hak dan kepentingan yang melekat dan harus mendapat perlindungan hukum.

Baca juga : Kejaksaan Agung Berharap Kepada Menteri Yasonna

Sebagai pihak yang memiliki kewenangan penyidikan dan penelusuran aset, Kejagung seharusnya dapat dengan mudah melihat dari mana asal dana untuk pembelian kapal tersebut. Korps Adhyaksa wajib membuktikan adanya aliran dana terkait Asabri terhadap pembelian kapal itu.

"Mengingat faktanya, pembelian kapal tersebut adalah berasal dari investasi perusahaan Jepang (Mitsui) yang sudah ada jauh sebelum klien kami masuk ke TRAM. Jelas tidak ada kaitannya sama sekali dengan perkara Asabri," beber Kresna.

Dia mendukung proses penegakan hukum terhadap perkara Asabri, sehingga nanti di persidangan, kliennya dapat menjelaskan bahwa beliau tidak bersalah. "Namun bila proses penyidikannya saja sudah amburadul seperti ini, tentu sangat kecewa. Banyak sekali hak klien kami yang dilanggar oleh para penyidik Kejagung, termasuk hak untuk mendapat informasi mengapa aset-asetnya disita," keluhnya.

Padahal, lanjutnya, perkara ini masih dalam tahap penyidikan dan belum berkekuatan hukum tetap. Jika penyitaan dilakukan untuk kepentingan uang pengganti, maka Kejagung harus menunggu perkara ini memiliki kekuatan hukum tetap dulu. "Itu amanat Undang-Undang, jangan menegakkan hukum dengan melanggar hukum," tandasnya.

Pengamat Kejaksaan Fajar Trio Winarko ikut mengkritisi pernyataan Dirdik. Kata dia, dalam proses penegakan hukum, seharusnya pejabat Kejagung jangan melontarkan pernyataan yang mencoba menggiring opini publik.

Baca juga : Komisi III: Tuntutan Hukumnya Jangan Seperti Kriminal Biasa

Diingatkan Fajar, di era Jaksa Agung almarhum Basrief Arief, informasi penyidikan selalu satu pintu, yakni melalui Kapuspenkum, atau langsung Jampidsus.

"Berbeda saat ini, sekelas Dirdik bisa koar-koar ke media namun pernyataan yang dikeluarkan justru berpotensi mendistorsi proses penyidikan. Ini bahaya bisa mengganggu proses penegakan hukum yang berkeadilan," sesalnya.

Dia pun berharap Jaksa Agung melakukan evaluasi terhadap berbagai pernyataan Dirdik agar lebih bijak dalam mengeluarkan informasi publik sehingga tidak menimbulkan kegaduhan.

"Sehingga informasi yang disampaikan tidak berpotensi seakan-akan pihak yang masih menjadi tersangka sudah seakan-akan pasti bersalah sebelum diajukan dalam persidangan," tandas Fajar. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.