Dark/Light Mode

Ini Konstruksi Perkara Yang Jerat Pengusaha Rudy Hartono Jadi Tersangka KPK

Senin, 14 Juni 2021 18:32 WIB
Direktur Penyidikan KPK Brigjen Setyo Budiyanto (kiri). (Foto: Oktavian/Rakyat Merdeka)
Direktur Penyidikan KPK Brigjen Setyo Budiyanto (kiri). (Foto: Oktavian/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Setyo Budiyanto memaparkan konstruksi perkara yang menjerat Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar sebagai tersangka kasus pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur tahun 2019.

Setyo mengungkapkan, praktik rasuah ini berawal ketika Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya melakukan kerja sama pengadaan tanah dengan PT Adonara Propertindo (AP), yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan.

Pada 4 Maret 2019, Direktur PT AP Tommy Adrian, Wadir PT AP Anja Runtunewe, dan Rudy Hartono Iskandar menawarkan tanah yang berlokasi di Munjul seluas lebih kurang 4,2 Ha kepada Perumda Sarana Jaya.

"Akan tetapi saat itu kepemilikan tanah tersebut masih sepenuhnya milik Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus," ungkap Setya dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/6).

Sebagai tindak lanjutnya, diadakan pertemuan antara Anja dan Tommy dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus di Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut ada kesepakatan pembelian tanah oleh Anja, Tommy, dan Rudy yang berlokasi di daerah Munjul itu.

Baca juga : KPK Tetapkan Pengusaha Rudy Hartono Iskandar Tersangka Korupsi Pengadaan Tanah

"Adapun harga kesepakatan AR, TA dan RHI dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus seharga Rp 2,5 juta permeter sehingga jumlah total harga tersebut Rp 104,8 miliar," bebernya.

Setyo melanjutkan, pembelian tanah yang dilakukan oleh Anja bersama dengan Tommy dan atas sepengetahuan Rudy dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dilaksanakan pada 25 Maret 2019.

Seketika langsung dilakukan perikatan jual beli sekaligus pembayaran uang muka oleh Anja dan Tommy dengan jumlah sekitar Rp 5 miliar melalui rekening bank atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.

Kemudian, pelaksanaan serah terima Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan tanah girik dari pihak Kogregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dilakukan melalui notaris yang ditunjuk oleh Anja.

"Pihak AR, TA dan RHI kemudian menawarkan tanah pada PDPSJ dengan harga permeternya Rp 7,5 juta dengan total Rp 315 miliar," ungkap Setyo.

Baca juga : KPK Perpanjang Masa Penahanan 2 Tersangka Suap Banprov Indramayu

Diduga terjadi proses negosiasi fiktif dengan kesepakatan harga Rp 5,2 juta permeter dengan total Rp 217 miliar. Kemudian pada 8 April 2019, dilakukan penandatanganan pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perumda Sarana Jaya antara pihak pembeli yaitu Yoory Corneles Pinontoan (YRC) selaku Direktur Perumda Sarana Jaya dengan pihak penjual, yaitu Anja.

Masih pada waktu yang sama, juga dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekira sejumlah Rp108,9 miliar ke rekening bank milik Anja pada Bank DKI.

"Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah YRC dilakukan pembayaran oleh PDPSJ kepada AR sekitar sejumlah Rp 43,5 miliar," ungkapnya.

Terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta tersebut, KPK menduga Perumda Sarana Jaya melakukan empat perbuatan melawan hukum.

Pertama, tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah; kedua, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait; ketiga, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate; dan keempat, adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.

Baca juga : Hari Ini Jakarta Dan Jateng Borong Penambahan Kasus Corona

KPK menyatakan, atas perbuatan para tersangka, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.