Dark/Light Mode

Catatan Djoko Setijowarno

Masa Pandemi, Angkutan Pelat Hitam Meningkat

Jumat, 30 Juli 2021 16:20 WIB
Angkutan pelat hitam yang diamankan Polisi. (Foto: Istimewa)
Angkutan pelat hitam yang diamankan Polisi. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kinerja layanan angkutan tengah umum menurun. Di saat angkutan pedesaan punah, angkutan perkotaan hidup segan mati tak mau. Pemerintah terlambat mengantisipasi kemunduran layanan angkutan umum di daerah. Baru sekarang (2020) dimulai dengan Program Angkutan Umum Perkotaan skema pembelian layanan (buy the service). Program ini dimulai di lima kota (Medan, Palembang, Yogyakarta, Surakarta dan Denpasar).

Sementara, akses untuk mendapatkan atau memperoleh sepeda motor kian dipermudah. Tahun 2005, awal kebangkitan luar biasa produksi sepeda motor di Indonesia. Sebelumnya, dalam setahun produksi sepeda motor kurang dari 3 juta unit, melesat hingga kisaran 7 juta unit sepeda motor di 2005.

Baca juga : Kejahatan Di Masa Pandemi

Keberadaan angkutan umum pelat hitam muncul, karena ada kebutuhan antara pemilik kendaraan dan penumpang yang tinggi. Ada peluang beroperasinya angkutan umum pelat hitam berkembang pesat di saat pandemi. Apalagi angkutan umum legal, seperti Bus Antar-Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan Bus Antar-Kota Antar-Provinsi (AKAP) tidak dapat beroperasi karena ada penyekatan di sejumlah ruas jalan di daerah. Belum lagi ditambah ada perlindungan dari oknum dengan perantara (makelar), turut menambah semakin tumbuh subur angkutan umum pelat hitam.

Di banyak daerah, beroperasinya angkutan umum pelat hitam yang tidak terkendali berakibat menghilangnya trayek sejumlah Bus AKDP dan Bus AKAP (seperti di Jambi, Kalbar, Kaltim). Bahkan, di sejumlah daerah, Bus AKDP tinggal menunggu waktu saja tidak dapat beroperasi lagi.

Baca juga : Angka Kematian Melonjak, Yang Sembuh Meningkat...

Para pengusaha angkutan umum pelat hitam, makelar, oknum melihat adanya keterbatasan Pemerintah yang hanya bisa menertibkan angkutan di dalam terminal. Angkutan umum pelat hitam beroperasi di luar terminal. Masyarakat yang mau ke terminal inginnya praktis, tanpa harus jalan jauh di dalam terminal, akhirnya menggunakan jasa angkutan umum pelat hitam, walaupun konsumen tahu minim perlindungan.

Pemilik mobil hanya menyerahkan mobil ke oknum-oknum untuk dikelola. Pengemudinya juga pengemudi tembak, yang penting bisa mengemudi. Terkadang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), tidak melakukan uji laik jalan (KIR), dan tidak membayar asuransi jiwa ke PT Jasa Raharja. Jika penumpang sedikit, dikumpulkan jadi 1 mobil, untuk menghemat biaya. Jelas protokol kesehatan (prokes) tidak dipenuhi. Tanpa disadari angkutan umum pelat hitam salah satu sumber penularan Covid-19.

Baca juga : Kementan Siap Siaga Hadapi Ancaman Penyakit Hewan LSD

Saat ini, sudah ada jaringan angkutan pelat hitam yang bekerja sama dengan makelar (agen). Mereka juga bayar bulanan ke oknum melalui perantara (masuk wilayah Jabodetabek bayar Rp 300 ribu per bulan), sehingga jadi binaan yang menguntungkan. Jika kendaraan pelat kuning tidak operasi, para perantara dapat memobilisasi sejumlah angkutan umum pelat hitam. Untuk urusan armada, angkutan umum pelat hitam sudah relatif maju dengan menggunakan kendaraan berkapasitas 8-20 penumpang, seperti Toyota Hiace, Toyota Innova, Isuzu Elf, Toyota Avanza, Daihatsu GranMax.

Makin maraknya angkutan umum pelat hitam sejak pemberlakuan larangan mudik untuk mencegah penyebaran Covid-19. Di saat angkutan umum resmi tidak boleh beroperasi, angkutan umum pelat hitam mengambil alih sejumlah penumpang masih melakukan perjalanan antar kota.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.