Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

19.000 Kasus Kematian Belum Dicatat Pusat, Banyak Warga Miskin Kelewat Dapat Bansos

Urusan Data Masih Amburadul

Kamis, 12 Agustus 2021 08:00 WIB
Ilustrasi pemakaman jenazah Covid-19. (Foto: Tedy Kroen/RM)
Ilustrasi pemakaman jenazah Covid-19. (Foto: Tedy Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Data menjadi salah satu kunci penting penanganan Covid-19. Namun, sayangnya, urusan data ini masih amburadul. Misalnya, ada ribuan kasus kematian yang tidak tercatat. Gara-gara data nggak beres juga, ada warga miskin yang kelewat dapat bansos.

Salah satu data yang menjadi sorotan saat ini adalah data kematian Corona. LaporCovid-19 menemukan ada lebih dari 19.000 kasus kematian akibat Corona yang sudah dilaporkan oleh pemerintah kabupaten/kota namun tak tercatat di data pemerintah pusat.

Baca juga : Pasukan Oranye Ikut Bikin Peti Mati Dan Kubur Jenazah

Data dari 510 Pemda yang dikumpulkan tim LaporCovid-19 menunjukkan, hingga 7 Agustus 2021, terdapat 124.790 warga yang meninggal dengan status positif Corona. Sementara itu, jumlah kematian positif Corona yang dipublikasikan pemerintah pusat pada waktu yang sama sebanyak 105.598 orang. Jika dihitung ada selisih selisih 19.192 kematian.

Namun, di tengah amburadulnya data kematian karena Corona, pemerintah melalui Komadan PPKM, Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan malah menghapuskan data kematian dalam komponen pemantauan Corona. Padahal sebelumnya, angka kematian jadi salah satu indikator dalam menentukan level PPKM.

Baca juga : Meski Mudik Dilarang, Jasa Marga Bikin Satgas Pengendalian Transportasi Lebaran

Keputusan Luhut ini disayangkan banyak pihak. Salah satunya dari LaporCovid-19. Analis Data LaporCovid-19, Said Fariz Hibban mengatakan, data kematian adalah indikator yang sangat penting untuk melihat seberapa efektif penanganan pandemi. Persoalan ketidakakuratan data mestinya diperbaiki, bukan dijadikan alasan untuk menghapus indikator ini.

Selama ini, kata dia, data kematian itu juga belum cukup menggambarkan dampak pandemi. Sebab, angka kematian yang diumumkan pemerintah ternyata masih jauh lebih sedikit dibanding data yang dilaporkan pemerintah daerah.

Baca juga : Risma Khawatir Masih Banyak Korban Bencana NTT Belum Dapat Bantuan Makanan

“Jadi yang perlu dilakukan adalah memperbaiki data, bukan malah mengabaikan data kematian dan tak memakainya dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3,” kata Fariz, kemarin.

Hal senada dikatakan Ahli Epidemiologi dan Biostatika Universitas Indonesia (UI) dr. Iwan Ariawan. Menurut dia, dalih ketidakakuratan data yang terjadi selama ini, mestinya jangan dipakai alasan untuk mengeluarkan data ini dari indikator evaluasi pandemi. Pemerintah justru kudu memperbaiki akurasi data kematian.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.