Dark/Light Mode

Learning Loss dan Masa Depan Kota

Jumat, 29 Oktober 2021 14:30 WIB
Dr. Tantan Hermansah, pengampu MK Sosiologi Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan Anggota Komisi Infokom MUI Pusat
Dr. Tantan Hermansah, pengampu MK Sosiologi Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan Anggota Komisi Infokom MUI Pusat

RM.id  Rakyat Merdeka - Pernyataan Mas Menteri Nadiem Makarim yang kemudian dikutip banyak media, tentang “Pembelajaran Jarak Jauh bisa sebabkan learning loss terbesar dalam sejarah Indonesia", perlu kita sikapi secara kritis.

Bahkan, Mas Menteri menambahkan, “Kita kehilangan satu tahun pembelajaran. Bisa permanen dampaknya”. Hal ini dikatakan saat rapat membahas pembelajaran tatap muka (PTM) dengan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi di Medan, Sumut, Senin (25/10/2021).

Pernyataan Mas Menteri di atas harus direspons secara kritis. Karena Mas Menteri seperti tidak melihat konteks yang membuat peristiwa learning loss itu terjadi.

Baca juga : Kunjungan LN Perdana Di Masa Pandemi, Jokowi Pilih Naik Garuda

Kita semua tahu bahwa learning loss itu diakibatkan oleh peristiwa pandemi Covid-19 yang dialami tidak hanya oleh bangsa Indonesia, tetapi juga oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Sejatinya Mas Menteri harus melihat bahwa konteks ini terjadi dalam skala global.

Namun demikian apa yang dikatakan oleh Mas Menteri juga secara positif seharusnya membuat kita langsung melakukan introspeksi mendasar pada tata laksana dan pengelolaan sistem belajar kita selama ini. Di mana sistem belajar atau proses belajar mengajar (PBM) kita selama ini yang notabene ada di era revolusi industri 4.0 menuju era 5.0, ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan kapasitas infrastruktur maupun supra-struktur PBM itu sendiri.

Kita melihat bahwa di awal-awal ketika kita melakukan sistem pembelajaran jarak jauh atau PJJ, kegagapan terjadi di mana-mana. Mulai dari kapasitas dari para pendidik yang tidak sanggup melakukan proses PJJ dengan baik. Kegagapan juga terjadi pada sarana dan prasarana pendukung yang tidak memadai, baik dari institusi pendidikan maupun dari mitra didik, dalam hal ini orang tua.

Baca juga : Pembangunan Jaya Ancol Tekan MoU Dengan Batavia Pictures

Maka kemudian dari sini kita bisa melihat bahwa masalah learning loss itu tidak bersifat tunggal. Tetapi lebih bersifat masif terstruktur dan tentu saja komprehensif dan kompleks.

Karena itu Mas Menteri tidak hanya bisa melakukan kritik pada peristiwa ini, tetapi lebih jauh, harusnya menegaskan bahwa harus ada komitmen mendasar untuk melakukan pembaruan pada infrastruktur dan supra-struktur PBM di Indonesia saat ini. Sehingga PBM ini bisa menghadapi apa yang saat ini disebut sebagai VUCA (volatility, uncertainty complexity dan ambiguity).

Pada masa VUCA ini kita bisa melihat dan menemukan, bahwa suatu sistem harusnya memiliki daya lenting atau fleksibilitas yang kuat. Sehingga ketika ada persoalan terkait dengan dirinya, bisa dengan mudah diatasi atau menyesuaikan diri dengan cepat.

Baca juga : Levante Vs Atletico Madrid, Tuan Rumah Dihantui Turun Kasta

Lalu bagaimana menyikapi pernyataan yang dikemukakan oleh Mas Menteri mengenai learning loss ini dalam konteks masa depan perkotaan?
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.