Dark/Light Mode

Pemburu Paus

Rabu, 23 Oktober 2019 08:10 WIB
Ngopi - Pemburu Paus
Catatan :
SISWANTO

RM.id  Rakyat Merdeka - Urat takut Martinus, pria 40 tahunan itu, sepertinya sudah putus. Melewati jalan berbukit, kecepatan mobilnya tidak kendor.

Padahal selain menanjak, kontur jalan hanya berupa bebatuan. Bukan aspal atau beton. Salah sedikit, mobil bisa tergelincir ke jurang di sebelah kiri.

Martinus ini adalah driver yang mengantarkan saya saat berada di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Saya berkunjung ke sini, dua minggu lalu, ikut dengan Pertamina.

Tujuan kami adalah meresmikan SPBU Satu Harga yang terletak di Kecamatan Omesuri. Jaraknya sekitar 60 km dari Bandara Wonopito, Kabupaten Lembata.

Awalnya, perjalanan cukup menyenangkan. Kondisi jalannya masih mulus. Warnya hitam pekat, pertanda belum lama diaspal. Apalagi pemandangan alamnya yang keren abis.

Baca juga : Papua Membara

Lautan luas dengan beberapa pulau-pulau kecil. Ditambah lagi, Gunung Ille Batubara yang tiap 20 menit sekali keluarkan lahar api. Fantastik. Tapi itu hanya sebentar.

Tidak sampai 15 km, perjalanan mulai kurang nyaman. Jalan yang dilalui bukan aspal lagi. Tanah berdebu yang di atasnya berserakan batu-batu kerikil.

Setiap mobil yang lewat, debu tebal berterbangan. Sangat mengganggu penglihatan. Namun tidak bagi Martinus. Mobil Ford Ranger yang kami kendarai, tetap laju. Kecepatan antara 70-80 km.

Sesekali dia hanya membunyikan klakson bila ada kendaraan lain yang dianggap menghambat. “Biasa lewat sini, kami seperti ini,” kata dia.

Sudah sekitar 40 km jalan kami lalui. Rasa takut saya makin bertambah. Sekarang perjalanan melewati perbukitan. Lebar jalan makin menyempit. Sementara medan jalan menanjak dan berkelok. Sedangkan kondisi jalan tetap sama : tanah berdebu dan batu-batu kerikil.

Baca juga : Luhut: BG Bagus

Pak Martinus tetap tak bergeming. Laju mobilnya tetap sama. Wajahnya datar, tanpa senyum. Irit bicara. Beberapa pertanyaan yang saya ajukan, dijawab singkat-singkat saja. Lagu lawas milik Ebiet G. Ade dan Pance Pondakh tak cukup menghibur.

Apalagi di sepanjang jalan ini, pemandangannya sangat kontras. Keindahan laut tak klop dengan yang di darat. Bukitnya gersang. Pohon-pohon kelor dan lontar yang berderet di pinggir jalan, hanya tinggal batangnya.

Tanpa dahan dan daun. Ada yang bekas terbakar. Banyak lagi yang memang mati karena kekurangan air. “Kalau musim kemarau ya begini. Pohonpohon mati,” jelas Martinus. Adrenalin saya benar-benar terpacu.

Apalagi ketika di tikungan, ada kendaraan lain dari arah berlawanan. Martinus hanya sedikit kurangi kecepatan. Ban mobil hanya beberapa senti saja dari pinggir jalan yang tak ada pembatas.

Di bawahnya jurang. Meleset dikit, bisa terbalik. Kalau saya teriak dan tarik nafas, Martinus hanya menengok sebentar. “Edan,” batin saya.

Baca juga : Berburu Motor Jadul

Nggak salah kalau di Kabupaten ini, salah satu kebiasaanya terkenal di dunia. Yaitu berburu Ikan Paus secara tradisional. Bila kebanyakan nelayan kecil akan menghindari Ikan Paus, tidak bagi warga di sini.

Masyarakat Lamalera, salah satu desa di Kabupaten Lembata, sudah turun-temurun berburu Ikan Paus. Perlengkapan berburunya, hanya kapal kayu, tombak dan jaring. Namun Ikan Paus bisa ditaklukan.

Dan saya berpikir, Martinus tidak sedang menakut-takuti dengan gayanya nyetirnya yang urakan. Keberaniannya mungkin sudah turunan. Hasil bentukan alam. Dari ling kungan yang keras dan berbatu.

Meskipun jantung hampir copot, saya tidak kapok ke sini. Saya berharap akan ada kesempatan lagi berkunjung ke Lembata. Semoga. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.