Dark/Light Mode
- Pebulutangkis Muda Indonesia Syabda Perkasa Wafat Usai Kecelakaan
- Ini Sederet Prestasi Almarhum Syabda Perkasa Belawa
- Awal Pekan, Rupiah Masih Kurang Tenaga
- Dubes RI Untuk Inggris Desra Jamu Dan Semangati Tim Indonesia Di All England
- Incar Pasar Anak Muda, Bank Mandiri Relaunching Kartu Kredit Khusus Pegolf

ABDUL SHOMAD
RM.id Rakyat Merdeka - Senin, 28 Oktober lalu, saya berkesempatan menjadi pembicara Focus Group Discussion. Temanya, “ Akselerasi UIN Jakarta Menjadi Ka mpus Inklusif.” Penyelenggaranya Center for Students with Special Needs (CSSN) bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian ke pada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Acara digelar di Uni Club Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution. Saya bukan narasumber tunggal. Masih banyak narasumber lainnya. Bersama saya, ada Bahrul Fuad, atau bias disapa Cak Fu.
Banyak hikmah yang saya dapat dari diskusi tersebut. Di antaranya yang paling membekas di pikiran saya adalah bahwa disabilitas itu kita. Bukan hanya mereka. Ya, bukan hanya mereka yang memang terlahir difabel. Tapi, tentang kita yang lahir dengan panca indra berfungsi sempurna.
Berita Terkait : Djaduk Ferianto Tutup Usia
Lho kok bisa? Ya, kita hari esok, lusa, dan tahun-tahun akan datang tidak pernah tahu. Hari ini, mungkin seluruh panca indra kita berfungsi semua.
Entah esok, lusa dan tahun-tahun akan datang. Bisa saja masih berfungsi sempurna. Bisa jadi juga tidak berfungsi sempurna, ada fungsi-fungsi yang mulai berkurang. Atau bahkan tidak berfungsi sama sekali.
Mata misalnya. Penglihatan kita. Bukankah bertambah usia, penglihatan kita juga makin berkurang. Sehingga kita harus memakai kacamata. Atau karena kecelakaan yang menyebabkan rusaknya mata, sehingga tidak berfungsi penglihatan kita. Jadilah difabel.
Berita Terkait : Jaksa China Cari Ilmu Ke Negeri Kita
Atau kaki. Karena kecelakaan, atau terserang penyakit, yang mem buat kaki diamputasi. Jadilah tidak bisa ber jalan. Kemana-mana menggunakan kursi roda. Difabel juga akhirnya.
Atau pancaindra yang lain. Kedua, harus dipahami juga, mereka yang difabel, hidup di dunia yang sama dengan yang tidak difabel. Mereka juga punya hak hidup, bekerja, sandang, pangan dan papan.
Karena haknya sama, maka kesempatan yang sama juga harus diberikan kepada mereka yang difabel. Termasuk kesempatan kerja.
Berita Terkait : Oposisi dan Sistem Kita
Di dunia pendidikan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengubah wajahnya menjadi kampus inklusif. Mereka yang difabel diberikan hak yang sama untuk kuliah di kampus ini. Mereka yang difabel akan berinteraksi dengan mereka yang pancaindranya berfungsi utuh.
Pun sebaiknya. Dengan begitu, toleransi akan terbangun. Jadi, difabel itu tentang kita. Bukan, hanya tentang mereka yang memang terlahir difabel. ***