Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pilih KTP DKI

Minggu, 16 Februari 2020 01:33 WIB
Ngopi - Pilih KTP DKI
Catatan :
Redaktur

RM.id  Rakyat Merdeka - Hampir lima tahun sudah saya resmi ber-KTP DKI Jakarta dari sebelumnya ber-KTP Bekasi. Usai menikah lalu menjelang istri melahirkan anak pertama, kami dihadapkan pilihan. Saya pindah ke DKI atau istri pindah ke Bekasi. Dengan berbagai pertimbangan dan masukan dari sana-sini, saya memutuskan untuk pindah menjadi warga DKI Jakarta. Bukan karena tak cinta dengan tempat kelahiran, tapi karena ini sebuah pilihan.

Selama tinggal di Bekasi, saya selalu malas untuk mengurus sesuatu di kelurahan dan kecamatan. Alasannya karena banyak pungli dan waktu pengurusan yang lama atau tidak jelas kapan selesainya. Terakhir saya urus surat-surat di salah satu kelurahan Kota Bekasi, saat ingin menikah dan cabut berkas dari untuk pindah. Saat itu masih ada pungli. Jumlahnya tidak besar, tapi ya tetap saja ada praktik pungli. Tapi mungkin itu dulu, tidak tahu kalau sekarang.

Ketika pertama kali mengurus berkas-berkas pindahan ke DKI Jakarta, saya cukup kaget. Karena prosedurnya sangat mudah, alur birokrasinya tidak ribet dan pastinya nggak pakai duit. Meskipun harus pindah data dari wilayah kelahiran, setidaknya saya tidak begitu menyesal, karena pelayanan publik DKI Jakarta ternyata lebih baik.

Baca juga : Mantengin Cuitan Pemimpin Dunia

Semakin kesini, pelayanan semakin membaik. Dari awalnya alur mengurus Kartu Keluarga dan Akte Kelahiran anak dari mulai Kelurahan-Kecamatan hingga Dupkacil, sekarang diringkas hanya di kelurahan saja. Durasinya pun sangat singkat dan jelas kapan selesainya. Ya meskipun menurut saya akan lebih baik jika pelayanan dibuka di malam hari. Karena banyak juga warganya yang bekerja pagi hingga sore hari. Ya mungkin itu sebagai masukan saja.

Tetapi di sisi lain, saya melihat masyarakat DKI Jakarta juga ‘dipaksa’ mengurus sendiri berkasnya di PTSP. Karena awal saya mengurus, banyak ketua RT atau RW yang mewakili atau menemani warganya untuk mengurus berkas.

Seperti di tempat saya tinggal sekarang, Sunter Agung. Dengan keadaan masyarakat yang bermacam-macam. Gampangnya dari segi ekonomi, yang miskin, miskin banget, yang kaya, kaya banget. 

Baca juga : Ojek Online Kini Mirip Metromini

Namun dengan sistem PTSP, saat mencetak KTP elektronik di kelurahan dan surat-menyurat lainnya, kaya dan miskin itu harus sama-sama duduk di kursi tunggu.Interaksi antar masyarakat pun terjadi. Warga komplek mewah akhirnya menyapa warga kampung, bos menyapa anak buahnya dan interaksi lainnya. 

Semoga saja ini terjadi di pelayanan publik di semua Provinsi, Kota maupun Kabupaten. Karena ketika pelayanan publik dari tingkat paling bawah tak bisa dibeli dan memberikan pelayanan sepenuh hati, maka warga tak akan menuntut banyak, namun rela memberi untuk negeri ini dengan sepenuh hati.

Nana Maulana, Wartawan Rakyat Merdeka

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.