Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Istilah new normal yang digaungkan pemerintah kini tengah jadi tren. Banyak masyarakat mulai mengunakan istilah ini untuk menyebut hal-hal di luar kebiasaan, meskipun kadang tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas ekonomi apalagi protokol pencegahan Covid-19.
New normal merujuk Lexico, situs di bawah pantauan Oxford, dijelaskan sebagai keadaan yang sebelumnya tidak biasa atau familiar yang kemudian dijadikan standar, kebiasaan atau ekspektasi. Contoh kecilnya adalah manusia ‘dipaksa’ untuk beralih bekerja dan belajar melalui internet, atau kewajiban penggunaan masker serta belanja serba online.
Penerapan new normal di Indonesia sendiri dimaksudkan agar perekonomian secara makro maupun mikro tidak lumpuh karena pandemi Covid-19. Tapi tidak melupakan protokol kesehatan.
Baca juga : Handphone Disita Gara-gara Drakor
Nah, siapa sangka istilah yang digaungkan pemerintah kini juga dipakai masyarakat umum untuk menyebut hal di luar kebiasaan. Bahkan, kadang tidak berhubungan dengan kegiatan ekonomi.
Sebagai contoh, saat H+3 lebaran lalu kakak saya datang bersama keluarganya ke kontrakan saja. Kaka saya hanya menggunakan kaos dan celana bola. Ketika pulang kunjungan, dia meminta untuk foto bersama.
Permintaan kakak itu jelas saya timpali dengan pertanyaan: “Enggak ganti celana panjang dulu?” Pertanyaan saya seketika ditimpali lagi dengan jawaban: “Enggak papa pakai celana bola, kan new normal”. Jawaban kakak saya menggelitik pemikiran saya. Tapi semua saya anggap hanya kebetulan, sampai suatu hari saya membeli gado-gado di warung langganan saya.
Baca juga : Harus Bobol Apa Lagi
Saat di warung gado-gado, saya memesan agar idangan itu dibuat pedas. Apa daya, si mbok warung lupa permintaan saya. Alhasil gado-gado saya dibuat tidak pedas. Uniknya jawaban si mbok sama seperti kakak saya. Dia minta maaf dan bilang: “Anggap aja new normal, Mas”. Saya hanya bisa tersenyum kecut saat itu.
Atas serangkaian peristiwa itu, saya jadi berpikir apakah istilah new normal bisa salah arti di masyarakat. Atau memang masyarakat kita terlalu kreatif atau memang istilah yang digunakan pemerintah terlalu tinggi.
Apa pun itu, saya berharap istilah new normal tidak kebelinger dalam penggunaannya. Tidak hanya di ranah masyarakat, tali juga di ranah pemerintahan. Jangan sampai istilah ini dipergunakan untuk menutupi kesalahan. Pasalnya, kalau sampai istilah ini disalahgunakan maka yang terjadi bukan new normal melainkan new abnormal.
Baca juga : Toko Kelontong Online
Susilo Yekti, Wartawan Rakyat Merdeka
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.