Dark/Light Mode

Lamban Tarik Peredaran Obat Berbahaya

BPOM Jangan Lindungi Farmasi

Sabtu, 5 November 2022 07:50 WIB
Anggota Komisi IX DPR Aliyah Mustika Ilham. (Foto: DPR)
Anggota Komisi IX DPR Aliyah Mustika Ilham. (Foto: DPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi IX DPR Aliyah Mustika Ilham kecewa dengan langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang terkesan lamban menarik obat-obatan berbahaya dari peredaran. Jangan lindungi industri farmasi tertentu penyebab ratusan anak menjadi korban.

Aliyah bilang, Pemerintah mesti serius mengawasi pere­daran obat dan bahan makanan yang mengandung tiga zat ber­bahaya.

“Yaitu ethylene glycol, diethylene glycol, dan ethylene glycol butil eter,” katanya di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Baca juga : Menkes Targetkan 50 Persen Obat dan Alkes Di Produksi Dalam Negeri

Situasi ini diperparah dengan minimnya data kasus ginjal pada anak. Hal ini yang menyebabkan tenaga kesehatan dan dokter sulit mengambil tindakan. Di lain sisi, BPOM lamban melakukan penelusuran terhadap kandungan obat pada sirup yang dikonsumsi anak-anak.

Sementara, kasus-kasus ini sebelumnya sudah pernah terjadi seperti di Gambia. Malah Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kata politisi perempuan Fraksi Partai Demokrat ini, yang berinisiatif menghentikan penggunaan obat sirup yang dicurigai jadi penyebab gagal ginjal akut.

“Apa BPOM bermaksud me­lindungi industri farmasi sehingga obat sirup yang ditengarai mengandung zat berbahaya dihentikan sementara peng­gunaannya? Mengapa justru Kemenkes yang menghentikan penggunaan obat sirup,” heran Aliyah.

Baca juga : Geliat Minat Baca Di Boyolali Sangat Menggembirakan

Apalagi ada kesan tarik ulur penarikan lima obat sirup yang ditengarai mengandung zat ber­bahaya, yakni Termorex, Flurin DMP, Unibebi Cought, Unibebi Demam, dan Unibebi Demam Drops.

“Buktinya BPOM kemudian meralat pengumuman Termorex untuk baris tertentu saja,” tam­bah dia.

Anggota Komisi IX DPR Elva Hartati menambahkan, peran BPOM melakukan pengawasan peredaran obat bersifat pasif. Sebab, dalam pengawasan obat ini pelaku usaha industri farmasi yang harus berinisiatif untuk me­laporkan mutu obatnya kepada BPOM.

Baca juga : Ganjar Tolak RKPD, Ada Anggaran Dewan Minta Tambahan 92 Miliar Untuk Kunker Tiap Hari

Dia lalu merujuk pasal 161 dalam Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria Tata Laksana Registrasi Obat. Di mana, pemilik izin obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu obat selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada BPOM.

Elva menegaskan, BPOM perlu terlibat lebih aktif da­lam mengusut pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam industri farmasi. Penindakan hukum juga harus dilakukan kepada pelaku industri yang jelas-jelas membahayakan masyarakat.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.