Dark/Light Mode

Menuju Kemandirian Produksi Obat

Ubah Mental, Pakai Produk Lokal Dong

Jumat, 9 Desember 2022 07:50 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Ribka Tjiptaning Proletariyati saat Rapat Kerja Komisi VII DPR RI bersama Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita beserta jajaran. (Foto: Oji/DPR)
Anggota Komisi VII DPR RI Ribka Tjiptaning Proletariyati saat Rapat Kerja Komisi VII DPR RI bersama Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita beserta jajaran. (Foto: Oji/DPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan menyoroti persoalan produksi obat dalam negeri. Pasalnya, Pemerintah mengklaim industri farmasi nasional telah menguasai pasar obat dalam negeri sekitar 89 persen.

Anggota Komisi VII DPR Ribka Tjiptaning Proletariyati mengatakan, upaya memproduksi obat di dalam negeri pernah digagas mantan Menteri Ke se hatan (Menkes) Terawan Agus Putranto. Jika hal itu terealisasi, akan baik untuk produk dalam negeri.

“Mental orang-orang kita sendiri yang harus diubah. User-nya harus mau pakai produk dalam negeri,” tegas Ribka dalam rapat kerja (raker) bersama Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Baca juga : Lestari Imbau Pemerintah Maksimalkan Bonus Demografi

Ribka bilang, saat kasus gagal ginjal akut merebak beberapa waktu lalu, Kementerian Kesehatan sudah mau impor obat dari Singapura dan Australia dengan harga Rp 16 juta per vial. “Nggak mungkin ditanggung BPJS Kesehatan,” imbuh Politikus PDIP ini.

Atas fakta itu, Ribka menanyakan semangat Pemerintah untuk menuju kemandirian obat dalam negeri. Jangan sampai Menperin semangat mengupayakan kemandirian obat dalam negeri, tapi menteri lainnya lebih suka impor.

“Soalnya impor ada fee-nya, dalam negeri nggak. Dokter-dokter kita juga (orientasi obat impor). Yang idealis ada 10 persen,” seloroh Ribka.

Baca juga : Ajang Kemendag Promosikan Produk Lokal

Ribka bilang, selama ini banyak pasien mengeluhkan obat mahal yang disarankan dokter. Padahal, pakai obat generik bisa. Ternyata, dokter suka obat paten karena ada janji atau reward buat dokter.

“Jadi nggak mau tahu pasien keberatan atau nggak, ini yang sulit. Padahal, mungkin obat generik bisa lebih bagus dibanding obat paten,” tandas dia.

Lebih lanjut, Ribka menyebut penderita Thalassemia di Indonesia sekitar 17 ribu, tersebar dari Sabang sampai Merauke. Yang ter-cover BPJS Kesehatan hanya 5 ribuan peserta.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.