Dark/Light Mode

Data Masih Jadi Perdebatan

Daerah Serius Perangi Stunting

Sabtu, 18 Mei 2024 07:20 WIB
Anggota Komisi IX DPR Sri Meliyana. Foto: Dok/Man
Anggota Komisi IX DPR Sri Meliyana. Foto: Dok/Man

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan meminta dilakukan langkah lebih serius dalam penurunan stunting. Selain itu, data stunting mesti diselaraskan dengan daerah. Langkah ini penting di tengah upaya Pemerintah mengejar target penurunan stunting 14 persen pada tahun 2024.

Anggota Komisi IX DPR Sri Meliyana mengatakan, penyelarasan data bisa berbasis surveilance pada Survei Status Gizi Indonesia dan Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM).

Penyelarasan data stunting ini telah dimintakan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Beren­cana Nasional (BKKBN) sejak Februari 2023. Namun sayang­nya, masalah indikator pendataan stunting ini tak kunjung beres. Akibatnya, banyak Pemerintah daerah (Pemda) protes keras terkait data stunting ini. Mereka justru marah dan tidak terima saat dibeberkan data stunting.

Baca juga : PKB Dorong Kiai Marzuki Saingi Kekuatan Khofifah

“Kami ke Nusa Tenggara Timur (NTT), ke Labuan Bajo beberapa waktu lalu, mereka sudah mati-matian bekerja, marah-marah pak. Mereka bilang angka stuntingnya 36 persen. Padahal itu kepala daerah su­dah tunggang-langgang (atasi stunting). Yang belum katanya berantem sama gubernurnya, katanya,” kata Sri Meliyana di Jakarta, Jumat (17/5/2024).

Pemda di salah satu Provinsi di NTT ini, kata Sri, mengklaim data stunting yang dikeluarkan Pemerintah pusat tidak meng­gambarkan kondisi riil di dae­rahnya.

“Mereka bilang, 'saya tahu anak stunting by name, by address, tapi kenapa angka stunting kami masih 36 persen'. Jadi ini membuat hiruk-pikuk juga di Komisi IX juga,” ujarnya.

Baca juga : Saingi Singapura, RI Bakal Dilirik Investor

Sri meyakini data yang dibeberkan Kemenkes dan BKKBN ini benar adanya. Na­mun, kunci dari kerja-kerja penurunan stunting ini adalah diimplementasinya.

Percuma kita memiliki standar yang luar biasa dalam penanga­nan stunting. Namun implemen­tasinya tidak berjalan dengan baik karena terbentur otonomi daerah (otoda).

“Apalagi di tahun terakhir ini, kita baru keluarkan antro­pometri (metode baru analisis stunting). Ketika antropometri itu datang, diukur ulang lagi, hiruk-pikuk lagi. Bukan cuma atasannya saja, yang bawah-bawah juga gitu. Bagaimana kalau dengan alat baru ternyata ini itu,” terangnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.