Dark/Light Mode

Komisi III Minta Semua Hormati Hukum

Pemeriksaan Komisioner KPU Tidak Akan Ganggu Pemilu

Senin, 4 Februari 2019 06:33 WIB
Ketua KPU RI Arief Budiman yang sempat diperiksa Polisi. (Foto : istimewa)
Ketua KPU RI Arief Budiman yang sempat diperiksa Polisi. (Foto : istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi III DPR Sudiro Asno memastikan, persoalan hukum yang melilit sejumlah komisioner KPU saat ini tidak akan mengganggu jalannya tahapan Pemilu. Sebab, pengambilan keputusan di KPU bersifat kolektif kolegial. KPU tetap dapat mengambil keputusan meskipun sejumlah komisioner terjerat persoalan hukum.

Atas hal itu, Sudiro meminta seluruh pihak menghormati jalannya proses penegakan hukum terhadap komisioner KPU di Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Upaya penegakan hukum terhadap sejumlah komisioner KPU itu tak bisa disebut sebagai kriminalisasi. Kepolisian memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengusut tuntas persoalan tersebut.

“Kami kecewa, ada pihak yang menyebut penegak hukum melakukan kriminalisasi saat menjalankan tugas. Ini negara hukum. Biarkan penegak hukum menjalankan tugas dan pihak yang dilaporkan melakukan pembelaan melalui mekanisme hukum yang ada dan berlaku di negara ini,” ujar Sudiro kepada wartawan, di Jakarta, kemarin.

Baca juga : Duh, Taksi Konvensional Tinggal Menunggu Ajal

Selasa lalu, Polisi memeriksa Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi terkait dengan laporan yang dilayangkan tim kuasa hukum Oesman Sapta (OSO). Keduanya diperiksa selama 7 jam dan diberondong sebanyak 20 pertanyaan terkait alasan KPU tidak memasukkan OSO dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019. Padahal, PTUN Jakarta dan Bawaslu dengan tegas memerintahkan KPU memasukkan nama OSO dalam DCT.

Sejumlah komisioner KPU dianggap melanggar Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1) KUHP. Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Demokrasi Indonesia menyebut, upaya penegakan hukum itu sebagai kriminalisasi terhadap penyelenggara Pemilu.

“Upaya kriminalisasi ini berdampak pada legitimasi proses penyelenggaraan Pemilu ke depan. Masing-masing peserta Pemilu itu beragam maunya, beragam seleranya. Maka, institusi negara tidak boleh mengikuti satu-satu selera peserta Pemilu,” ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz di Media Center KPU, Jakarta Pusat, Rabu lalu.

Baca juga : Banyak Gereja Kosong, Bahkan Bangkrut

Di mata Sudiro, pernyataan Donal Fariz itu keliru. Sebab, tidak ada upaya kriminalisasi. Sebab, kasusnya jelas. Langkah yang dilakukan Polda Metro Jaya merupakan penegakan hukum yang lumrah dilakukan terkait laporan yang diterimanya. Dia pun mendukung Polda Metro Jaya untuk mengusut kasus tersebut sampai tuntas.

“Kalau aparat penegak hukum memiliki bukti cukup, meningkatkan status sejumlah komisioner, hal tersebut tetap dapat dilakukan. Tahapan Pemilu tidak akan terganggu. Sebab, kinerja komisioner KPU bersifat kolektif kolegial,” jelas Sudiro.

Bahkan, sambung dia, penahanan tehadap sejumlah komisioner KPU pun tak akan menghentikan jalannya Pemilu 2019. Ada mekanisme Pergantian Antar-Waktu (PAW) terhadap komisioner KPU yang berhalangan tetap. “Kita tidak perlu menyikapi persoalan ini secara berlebihan. Semua sudah ada mekanismenya,” tandasnya.

Baca juga : KPU Istiqomah Di Jalan Yang Salah

Anggota Komisi III DPR Samsudin Siregar menyayangkan sikap KPU yang keukeuh tak mau memasukkan nama OSO dalam DCT. Menurut Samsudin, KPU seyogyanya mematuhi putusan PTUN Jakarta terkait status pencalonan OSO, sejak awal. Dengan begitu, masalah hukum ini tidak akan terjadi.

Menurut Samsudin, OSO berhak mendapat kesempatan mengikuti Pemilu 2019. Sebab, putusan PTUN Jakarta, yang membolehkan Ketua Umum Partai Hanura tersebut ikut mencalon sebagai anggota DPD di Pemilu 2019, bersifat final dan mengikat. “Setiap orang atau badan hukum, termasuk KPU, harus menghormati putusan penga- dilan. Sebab, putusan pengadilan itu setara dengan undang- undang. Perlu saya jelaskan, putusan yang telah dilakukan pengadilan wajib dilaksanakan,” tegas Samsudin.

Ia menambahkan, alasan KPU mempersoalkan rangkap jabatan OSO tak lagi berdasar hukum. Sebab, persoalan itu telah memiliki kekuatan hukum tetap. “Jadi tidak ada dasar hukum jika KPU tetap tidak memasukkan nama Oesman Sapta dalam DCT pencalonan di DPD,” imbuhnya. [ONI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :