Dark/Light Mode

RUU Haluan Ideologi Pancasila

Dimotori PDIP, Ditolak Ulama, DPR, Tobatlah!

Selasa, 16 Juni 2020 06:37 WIB
Ilustrasi sidang Anggota DPR. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi sidang Anggota DPR. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
RUU HIP ini kemudian menuai protes dari banyak kalangan. Sejumlah ormas Islam, seperti MUI, Muhammadiyah, dan NU menilai rancangan UU ini mereduksi atau mengerdilkan Pancasila. Sejumlah pihak lainnya menilai ada permasalahan dalam ketiadaan pencantuman larangan komunisme dan marxisme dalam RUU ini. Terdapat 60 pasal dari RUU HIP ini.

Sasaran utama kritik adalah Pasal 7. Ayat (2) pasal itu menjelaskan, ciri pokok Pancasila berupa Trisila. Ketiganya, yaitu “sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan”. Kemudian, "Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," bunyi Pasal 7 Ayat (3).

MUI menilai, konsep trisila merupakan degradasi konsep ketuhanan yang harus tunduk kepada manusia. Sebab, konsep Ketuhanan Yang Maha Esa yang dicantumkan dalam RUU HIP adalah konsep ketuhanan yang berkebudayaan.

Baca juga : Politisi PAN Di Senayan Anggap Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen Tak Realistis

Sekjen MUI Anwar Abbas menyatakan, memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila adalah pengkhianatan terhadap bangsa dan negara. "Konsep yang mereka usung dalam RUU ini sudah jelas sangat-sangat sekuler dan ateistik, menyimpang dari kesepakatan para founding fathers ketika mendirikan bangsa Indonesia," tegas Anwar.

Selain itu, yang menjadi polemik dalam RUU ini adalah tidak dimasukannya TAP MPRS No XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI. "Nah dengan tidak dicantumkan TAP MPRS yang di dalamnya ada tentang pembubaran PKI akan mengores kembali sejarah masa lalu yang ingin diperdebatkan," imbuhnya.

Muhammadiyah juga tak setuju. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyebut, Pasal 7 dalam RUU HIP seperti mengulang kembali perdebatan lama yang sudah selesai dan bertentangan dengan UUD 1945. Padahal, rumusan Pancasila sebagai dasar negara sudah final dengan lima sila.

Baca juga : Puan: Paripurna DPR Konsisten Patuhi Protokol Kesehatan

"Tugas kita seharusnya tidak lagi memunculkan perdebatan sesuatu yang sudah final. Tapi lebih ke bagaimana menjalankan dan membumikan Pancasila sehingga menjadi bagian dalam setiap diri rakyat Indonesia," tegasnya.

Eks Ketua BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) Yudi Latief juga mengkritik RUU HIP yang disebutnya ngawur. Menyebutkan keadilan sosial sebagai sendi pokok Pancasila, pemerasan Pancasila ke dalam trisila dan terutama ke dalam ekasila, menurutnya, menjadi problematik. “Itu bisa menimbulkan kesan bahwa Pancasila ditempatkan di jalur materialisme. Ini berbeda dengan jalur pernyataan Soekarno pada 1 Juni 1945,” ucap Yudi dalam tulisannya berjudul Titik Rawan RUU HIP, kemarin.

Setelah dikritik, akhirnya PDIP setuju menghapus Pasal 7 yang menimbulkan polemik. "Demikian halnya penambahan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme, juga setuju untuk ditambahkan," tutur Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Baca juga : Anggota Komisi I DPR Minta Kemenhan Dan TNI Dalami Investigasi Heli MI-17

Terpisah, Guru Besar Politik Universitas Indonesia (UI) Prof Budyatna meminta DPR tak lagi menelurkan RUU kontroversial. Lebih baik DPR fokus melakukan tugas pengawasan terhadap kebijakan pemerintah dalam mengatasi wabah Covid-19 agar tidak terjadi penyimpangan. "Jangan diam-diam membahas RUU yang tidak mendesak, isinya kontroversial dan bermasalah, serta menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Tobatlah DPR, kasihan rakyat," imbaunya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.