Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Anggap Pasal Penghinaan Presiden Di RKUHP Wajar
Partai Garuda: Negara Demokrasi Bukan Berarti Negara Barbar
Jumat, 8 Juli 2022 11:48 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Partai Garuda menilai, seharusnya pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) baru, tidak menjadi polemik. Sebab, penghinaan tidak dapat dibenarkan, baik secara ajaran agama, maupun adab di masyarakat.
"Kenapa hal negatif ini dianggap hal positif, sehingga tidak boleh dilarang jika ada yang melakukan penghinaan?" tanya WakIl Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi dalam siaran pers, Jumat (8/7).
Berbeda halnya, jika yang dilarang dalam RKUHP itu adalah mengkritik dan mengeluarkan pendapat. Kalau itu yang terjadi, maka perlu ditentang, karena bertentangan dengan demokrasi dan UUD 45.
"Negara demokrasi itu bukanlah negara barbar, karena demokrasi itu bukan bebas sebebas-bebasnya. Kritik dan menghina itu dua hal yang berbeda," ingatnya.
Menurut Teddy, jika mempermasalahkan kata dalam draft RKUHP bahwa kata ini sebaiknya dihapus karena bisa menjadi multitafsir, misalnya, itu wajar.
"Tapi kalau menghapus pasal penghinaan, tentu itu kurang ajar, karena membiarkan warga negara menjadi barbar, membolehkan melanggar norma, adab dan ajaran agama," tegas Teddy.
Baca juga : Partai Garuda Sebut Mahathir Pemimpi Yang Tersesat
Jika ada yang beralasan yang dihina lembaganya, bukan orang secara personal. Masalahnya, kata Teddy, orang juga tidak diperbolehkan menghina lembaga, organisasi, suku, atau agama.
"Memang boleh? Kan yang dihina bukan orang secara personal, tapi sesuatu yang berkaitan dengan orang tersebut. Saya yakin tidak akan ada yang setuju," tuturnya.
Teddy pun kembali mengingatkan, menyerang kehormatan atau harkat dan martabat siapapun tentu tidak dibenarkan. Termasuk, terhadap Presiden.
Baca juga : Bupati Mimika Eltinus Omaleng Deklarasi Dukung DOB Papua
"Ini hal yang normal yang dibuat seolah-olah tidak normal karena punya tujuan-tujuan tertentu," tandas Teddy.
Berdasarkan draf RKUHP terbaru yang diterima RM.id, Pasal 218 Ayat (1) mengatur setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil Presiden dipidana penjara paling lama 3,5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya