Dark/Light Mode

PAN dan Demokrat Masih Menunggu Arahan

Tradisi Oposisi di Indonesia Lemah, Parpol Tak Berminat

Sabtu, 20 Juli 2019 07:08 WIB
Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno. (Foto: Istimewa).
Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Rasa bimbang sepertinya masih menghantui dua parpol pendukung Prabowo Subianto yakni PAN dan Partai Demokrat, dalam menentukan arah politik.

Keduanya siap berada di luar maupun dalam pemerintah. Sementara, pengamat menyebut, tradisi oposisi di Indonesia masih lemah.

Sekjen PAN Eddy Soeparno mengatakan, partainya masih menunggu rapat kerja nasional. Meski begitu, PAN bersedia ditempatkan menjadi mitra pemerintah ataupun oposisi.

“Bagi kami bergabung atau tidak itu keputusan dalam Rakernas. Sikap politik paling penting. Kita dukung pemerintah untuk kebijakan pro rakyat. Tapi kalau ada yang perlu dikritisi, diluruskan, kita sampaikan,” kata Eddy di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.

Baca juga : Muji Jokowi, Amien Insyaf?

Dia juga mengungkapkan, dalam sejarah berdirinya PAN, baru kali ini menjadi oposisi. Dengan kebutuhan demokrasi, Eddy meyakinkan partainya akan berada di posisi kritis.

“Saya katakan sedari awal, PAN mendukung pemerintah tapi kita bebas memberikan pandangan,” ucapnya. “Jika soal bergabung atau tidak dengan pemerintah kita (di) posisi kritis. Kalau kita di tengah, bagaimana memperjuangkan kepentingan umum,” sambungnya.

Partai Demokrat juga senada dengan PAN. Demokrat saat ini menunggu rapat Majelis Tinggi Partai yang akan dipimpin Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebab itu, belum bisa memberikan kepastian arah partai ke depan.

“Demokrat punya Majelis Tinggi yang menentukan kebijakan besar. Kita akan menunggu sikap ke depan, kalau ada tawaran penyeimbang atau oposisi itu majelis tinggi yang menentukan,” kata Wasekjen Demokrat Didi Irawadi, kemarin.

Baca juga : Menteri Malaysia yang Diduga Perkosa TKW Indonesia Ditahan Polisi

Didi mengungkapkan, sejauh ini partai berlambang mercy itu siap di posisi manapun. Jika memang bergabung dengan kubu Jokowi, dia ingin program 14 kerakyatan yang digagas juga sinergi dengan pemerintah.

Selain itu, pihaknya juga menginginkan pandangan satu visi. “Kalau diajak harus jelas dulu, karena kami sejak sebelum pemilu sudah punya program,” tuturnya.

Peneliti senior LIPI Syamsuddin mengatakan, tradisi oposisi di Indonesia masih lemah. Karena sistem presidensial yang membentuk multipartai membuat koalisi juga cenderung lemah. Sehingga dia tidak heran banyak partai yang tidak berani menyatakan diri jadi oposisi.

“Sejauh yang saya ikuti tidak ada parpol yang menepuk dada (menyatakan) sebagai oposisi. Tapi hanya penyeimbang. Karena istilah oposisi di luar tradisi politik kita. Sehingga menjadi oposisi tidak begitu diminati,” kata Syamsuddin.

Baca juga : JK Berharap Komposisi Kabinet Baru Seimbang

Dia juga mengembalikan lagi kepada partai politik yang saat ini menunggu rapat internal dalam menentukan arah ke depan. Dia memberi catatan, menjadi oposisi sesungguhnya tidak hanya jumlah basis politik di parlemen tapi juga mengakomodir kepentingan masyarakat.

“Kalau ada yang minat masuk ke kekuasan itu hak politik. Tapi jika di oposisi basis politik bukan hanya di parlemen, tapi juga menggalang opini publik jika tidak berpihak kepada kepentingan umum,” terangnya. [MHS]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.