Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Soroti Sistem Pemilu

SBY Turun Gunung

Senin, 20 Februari 2023 07:39 WIB
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (Foto: Istimewa)
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang belakangan ini sudah jarang ngomong soal politik, akhirnya turun gunung. Ketua Majelis Partai Demokrat itu, ikut menyorot sistem pemilu yang saat ini statusnya sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).

Tanggapan SBY soal sistem pemilu itu, disampaikan dalam sebuah tulisan yang di-posting di sejumlah akun media sosial miliknya, yakni Facebook dan Twitter. Meskipun postingan itu terbilang baru, tapi pernyataan SBY lewat cuitan itu, menuai banyak tanggapan dari warganet. 

Tulisan SBY tersebut cukup panjang. Dalam pembukanya, SBY mengaku sudah lama tidak bicara soal politik, lantaran lebih menggeluti dunia seni dan olahraga. Meski begitu, SBY merasa punya hak untuk menyampaikan pendapat soal penggantian sistem pemilu.

"Saya sampaikan ini, tentu berangkat dari niat dan tujuan yang baik, serta hendak saya sampaikan secara baik pula," kata SBY, mengawali tulisannya.

SBY mengaku tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu yang saat ini akan segera diputus di MK. SBY bertanya, apakah tepat sistem pemilu diubah dan diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Apakah tepat ditentukan perjalanan tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan?

Baca juga : Prabowo-Dudung Turun Gunung

Menurut SBY, di masa genting, seperti situasi krisis 1998, mungkin saja sistem pemilu diganti di tengah jalan. Namun, di masa "tenang", sebaiknya dilakukan perembugan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judicial review ke MK. "Sangat mungkin sistem pemilu Indonesia bisa kita sempurnakan, karena saya juga melihat sejumlah elemen yang perlu ditata lebih baik. Namun, janganlah upaya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka - tertutup semata," papar SBY.

Menurut SBY, jika hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental seperti pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara. Perlu dilibatkan. Caranya bisa menggunakan sistem referendum yang formal, maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal.

Menurut dia, eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan (power) melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat. "Bagaimanapun rakyat perlu diajak bicara. Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat," cetusnya.

Mantan presiden 2 periode ini mengatakan, rakyat sangat perlu diberikan penjelasan yang gamblang tentang rencana penggantian sistem pemilu itu. Misalnya, apa perbedaan sistem terbuka dan sistem tertutup? Kata dia, rakyat harus tahu kalau sistem tertutup artinya rakyat memilih parpol. Lalu parpol menentukan siapa yang dipilih duduk menjadi wakil rakyat. Sementara jika sistem proporsional terbuka, rakyat bisa memilih partai, bisa juag memilih orang yang dipercayai  menjadi wakilnya.

"Rakyat sungguh perlu diberikan penjelasan tentang rencana penggantian sistem pemilu ini, karena dalam pemilihan umum merekalah yang paling berdaulat. Inilah jiwa dan nafas dari sistem demokrasi," ujarnya.

Baca juga : Setahun Absen, Tiger Woods Bakal Turun Gunung

SBY menegaskan, apa yang disampaikan dalam tulisannya ini, tidak hendak menyampaikan mana yang paling tepat antara sistem proporsional tertutup versus sistem proporsional terbuka. Ia hanya ingin mengingatkan bahwa perkara besar yang tengah ditangani oleh MK ini, adalah isu fundamental dalam perjalanan bangsa. Apalagi, putusan MK bersifat final dan mengikat. "Bagaimana jika putusan MK itu keliru? Tentu bukan sejarah seperti itu yang diinginkan oleh MK, maupun generasi bangsa saat ini," ujarnya.

SBY menyampaikan memang konstitusi pun diubah. Namun, ia mengingatkan kalaupun konstitusi atau sistem pemilu diubah, sebaiknya mengedepankan pentingnya "what, why, how" atau "the power of reason". Permasalahan bangsa mesti dilihat secara utuh dan seraya tetap berorientasi ke depan, serta untuk memenuhi aspirasi besar rakyatnya. "Bukan pikiran dan tindakan musiman, apalagi jika bertentangan dengan kehendak dan pikiran bersama kita sebagai bangsa," tuntasnya.

Hasto Komentari SBY
PDIP yang sejak awal mendukung perubahan sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup, langsung bereaksi dengan pernyataan SBY itu. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkit perubahan sistem pemilu di era Presiden SBY pada 2008.

"Pak SBY kan tidak memahami jas merah. Pak SBY lupa bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review," kata Hasto, kepada wartawan, di Kabupaten Lebak, Banten, kemarin.

Hasto mengatakan, saat itu SBY mengganti sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup hanya 4 bulan sebelum Pemilu. Dia menyebut, saat itu SBY mengubah sistem pemilu demi meraup keuntungan jangka pendek. Dengan cara itu, kata dia, Partai Demokrat mengalami kenaikan suara 300 persen.

Baca juga : HNW Yakin MK Konsisten Tolak Sistem Pemilu Tertutup

Hasto mengatakan judicial review saat ini berbeda dengan 2008. Pasalnya, kata dia, sekarang judicial review tidak dilakukan oleh PDIP. Menurut Hasto, gugatan sistem pemilu di MK saat ini dilakukan oleh beberapa pakar yang melihat demokrasi proporsional terbuka, yang dicanangkan pada zaman SBY menghasilkan liberalisasi politik yang luar biasa. Sehingga PDIP sulit menjadikan kader terbaik seperti akademisi, budayawan, tokoh nelayan untuk maju sebagai wakil rakyat.

"Dengan proporsional terbuka yang liberalisasinya dilakukan pada masa Pak SBY ini, partai digerakkan oleh kekuatan kapital, ada investor-investor yang menyandera demokrasi, jadi Pak SBY sebaiknya ingat bahwa liberalisasi itu justru terjadi pada masa beliau," pungkasnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.