Dark/Light Mode

Ngadu Ke Kapolri, Andi Arief Merasa Diperlakukan Seperti Teroris

Sabtu, 5 Januari 2019 06:23 WIB
Politisi Partai Demokrat Andi Arief. (Foto: Istimewa)
Politisi Partai Demokrat Andi Arief. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sial benar nasib Andi Arief. Cuitannya soal 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos, berbuntut panjang. Jumat (4/1), polisi mendatangi bekas rumahnya yang ada di Lampung. Andi mengadu ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian, karena merasa diperlakukan seperti teroris.

Polisi bergerak cepat mengusut kasus hoaks 7 kontainer surat suara. Dalam waktu singkat, penyidik Siber Bareskrim sudah mengamankan 2 orang terkait kasus ini. Mereka adalah HY dan LS. Keduanya ditangkap di Bogor dan Balikpapan, Kalimantan Timur. Kini, kedua orang tersebut masih dalam pemeriksaan. "Mereka menerima konten tidak dicek langsung diviralkan," kata Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di kantornya.

Rupanya bukan cuma dua orang itu yang disasar penyidik. Andi Arief masuk radar. Apalagi, sehari sebelumnya, kubu Jokowi-Ma'ruf melaporkan Andi ke Bareskrim. Aktivis 98 itu dianggap telah menyebar berita bohong dan menimbulkan kegaduhan.

Baca juga : Salam 2 Jari Anies Dipermasalahkan

Jumat (4/1) siang, Andi mengungkapkan kemungkinan polisi menangkapnya. Lewat akun Twitter miliknya, Andi menceritakan ada dua mobil dari Polda yang menggeruduk rumahnya di Lampung. Dia curiga kehadiran polisi untuk menangkapnya. Buntut dari kasus hoaks 7 kontainer surat suara.

Tak terima diperlakukan kayak teroris Andi mengadu ke Kapolri Tito Karnavian. "Saya akan hadir secara baik-baik kalau saya diperlukan," cuit Andi, di akun Twitternya, @Andiarief__. Dia meminta Kapolri tidak kejam terhadap rakyat. "Salah saya apa. Kenapa saya hendak diperlakukan sebagai teroris. Saya akan hadir jika dipanggil dan diperlukan," tulisnya. "Ini bukan negara komunis. Penggerudukan rumah saya di Lampung seperti negara komunis. Mohon hentikan Bapak Presiden," tuntasnya.

Polda Lampung membantah kicauan Andi. Kabid Humas Polda Lampung Kombes Sulistyaningsih mengatakan, tidak ada kegiatan penggeledahan dan penggerebekan di rumah yang disinyalir milik Andi. Sulis mengatakan, kepolisian mendatangi rumah tersebut untuk silaturahmi. Mengecek apa benar itu rumah Andi Arief. Namun, saat didatangi, kepolisian justru mendapati rumah tersebut bukan lagi milik Andi.

Baca juga : Soal Listrik & BBM, Jokowi Sulit Diserang

Pada 2014, rumah sudah dijual kepada Yusrizal. Menurut dia, pengecekan dilakukan guna memastikan keabsahan informasi disampaikan Andi Arief lewat akun Twitternya. Mencegah berita hoaks. Apalagi, itu ada di Lampung. Jadi tidak ada penggerebekan, tidak ada penindakan, yang dilakukan oleh Polda Lampung. "Silaturahmi, sambang, terkait isu yang berkembang di media sosial soal rumah Andi Arief," kata Sulis.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo juga memastikan, hingga saat ini polisi belum memeriksa Andi Arief. Sekadar latar, Rabu (2/1), hoaks 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos menggegerkan masyarakat.

Hoaks ini bermula dari sebuah pesan suara yang beredar di grup WhatsApp. Dari pesan itu disebutkan ada 7 kontainer yang berisi surat suara yang sudah dicoblos nomor satu di Tanjung Priok, Jakarta. Dari grup WhatsApp, kehebohan merayap ke media sosial. Andi Arief yang memang populer di Twitter ikut mengomentari kabar itu. "Supaya tidak fitnah harap dicek kebenarannya. Karena ini kabar sudah beredar," cuit Andi, di akun @andiarief__, Rabu (2/1).

Baca juga : Kuburan Bagi Pendatang Baru

KPU, Bawaslu mengecek kebenaran kabar itu ke Tanjung Priok. Setelah dicek sana-sini dipastikan kabar tersebut dipastikan bohong alias hoaks. Esoknya, KPU dan Bawaslu melaporkan kasus ini ke Bareskrim. Kubu Jokowi-Maruf juga ikut melaporkan. Laporannya lebih spesifik. Mereka melaporkan Andi Arief karena sudah diduga menyebar berita bohong yang dapat menimbulkan kegaduhan. Wasekjen Demokrat Rachland Nashidik mengkritik cara kerja polisi. Menurut dia, apa yang dilakukan polisi di rumah orang tuanya Andi adalah percobaan penjemputan paksa. Padahal, pemanggilan paksa hanya bisa dilakukan polisi setelah seseorang tiga kali tidak memenuhi panggilan. Sampai hari ini, Andi Arief belum pernah sekalipun mendapat panggilan polisi dalam kasus apapun yang mungkin disangkakan kepadanya. "Apabila polisi membutuhkan keterangan dari Andi Arief, kami memastikan beliau akan memenuhinya sebagai warga negara yang sadar hukum. Kami bahkan akan mendampinginya memenuhi panggilan polisi,"ujarnya.

Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, cuitan Andi Arief sukar diseret ke ranah hukum. Kata dia, dalam UU ITE, model hoaks yang dapat diperkarakan adalah yang merugikan konsumen, bernuansa SARA dan memicu kebencian dan konflik di masyarakat. Selain itu, menyebarkan berita tidak lengkap yang menimbulkan kekacauan. Terakhir, hoaks yang bertujuan merugikan perorangan atau sering disebut penipuan. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.