Dark/Light Mode

Pidato Di Rakernas V PDIP, Mega: Demokrasi Butuh Penyeimbang

Sabtu, 25 Mei 2024 08:40 WIB
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. (Foto: Ist)
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri berpidato di acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V di Ancol, Jakarta, Jumat (24/5/2024). Dalam pidatonya, Mega menyinggung sikap PDIP dalam pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang. Mega tidak tegas bilang PDIP akan berada di luar pemerintah, tapi dia menegaskan bahwa demokrasi butuh penyeimbang. 

Rakernas PDIP kali ini diawali dengan penyerahan Obor Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam yang diambil dari api abadi di Mrapen, Grobogan, Jawa Tengah, kepada Mega. Penyerahan api obor ini sekaligus menandai dibukanya Rakernas PDIP di Beach City International Stadium, Ancol, Jakarta, Jumat (24/5/2024). 

Berdasarkan pantauan di lokasi, awalnya sebanyak 25 pelari mengiringi obor api tersebut menuju panggung utama arena Rakernas V. Kemudian tiga di antara mereka yang merupakan pelari perempuan, membawa obor api perjuangan untuk diserahkan kepada Mega. 

Di atas panggung, Mega telah menunggu untuk menerima obor api perjuangan tersebut. Dengan diapit Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Mega kemudian menerima dan memantik api untuk dinyalakan dalam arena Rakernas PDIP. 

"Dengan mengucapkan bismillahirahmannirahim ini adalah simbol karena terus ketika api dinyalakan itu semangat kita terus seperti api nan tak kunjung padam. Ini api dibawa berlari berapa hari ya 4 ya? itu dari Mrapen dan ini nantinya tetap dinyalakan untuk ditaruh di Sekolah Partai," kata Mega, sambil memantik api dengan obor. 

Baca juga : Candai Kakaknya Di Rakernas V PDIP, Mega: Saya Lebih Dari Kamu, Sorry...

Api pun kemudian menyala berkobar usai dipantik oleh Presiden ke-5 itu dengan obor api perjuangan. Setelah prosesi itu dilakukan, semua pelari yang mengiringi obor api perjuangan melakukan foto bersama. Mereka tersenyum bahagia dalam momen tersebut. 

Setelah itu, Mega menyampaikan pidato di hadapan anak Banteng yang hadir di Rakernas V. Mega menyampaikan pentingnya mencermati secara seksama mengenai sikap politik partainya di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Kata Mega, di dalam pemerintahan harus ada check and balance. Tidak semua partai harus masuk pemerintahan. Perlu ada yang tetap menjadi penyeimbang dari luar. PDIP, kata dia, sudah pernah memainkan posisi tersebut.  

"Di dalam menyikapi politik ke depan sebagai partai yang memiliki sejarah panjang di dalam memperjuangkan demokrasi, kita tetap menempatkan penting adanya check and balance bahwa demokrasi memerlukan kontrol dan penyeimbang," kata Mega. 

Sekalipun, tambah Mega, berpolitik mengandung esensi untuk selalu mendapatkan kekuasaan. "Hanya bedanya apa toh, yaitu strategi dan cara untuk mendapatkan kekuasaan lah yang membedakan kita dengan yang lainnya,” sebut ibu dari Ketua DPR Puan Maharani itu. 

Baca juga : Pembukaan Rakernas Ke-V PDIP, Megawati Duduk Diapit Ganjar-Mahfud

Mega berjanji akan mendengarkan seluruh aspirasi kader Banteng untuk memutuskan sikap politik partai pada pemerintahan periode 2024-2029. "Partai harus mendengarkan semua suara akar rumput dari yang berteriak-teriak sampai sayup-sayup, dan terus berjuang bagi terlembaga demokrasi yang sehat,” tegas Mega. 

Selain itu, Mega mengingatkan bagaimana reformasi bisa lahir dan terwujud. Ia lantas membandingkannya dengan situasi anomali demokrasi yang terjadi saat ini. Khususnya terkait Pilpres 2024. Menurut Mega, reformasi lahir lantaran ada pemerintahan otoriter dan keinginan mewujudkan demokrasi. 

“Reformasi lahir sebagai koreksi menyeluruh terhadap watak pemerintahan otoriter, untuk mewujudkan negara hukum yang demokratis. Dalam proses ini, partai politik, pers, supremasi hukum, sistem meritokrasi, dan Pemilu yang jurdil harus hadir sebagai satu ekosistem demokrasi,” ucap Mega. 

Dia pun menceritakan bagaimana reformasi membuat TNI dan Polri harus berpisah untuk menciptakan lembaga yang lebih profesional. Melepaskan dwi fungsi angkatan bersenjata, serta bisa bersikap netral dalam setiap pesta demokrasi. 

“Dalam masa kepemimpinan saya sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia, reformasi telah memisahkan TNI dan Polri. Kedua lembaga negara ini dituntut profesional, melepaskan dirinya dari Dwi Fungsi ABRI, dan bersikap netral dalam setiap pesta demokrasi,” tutur istri mendiang Taufiq Kiemas itu. 

Baca juga : Rakernas V PDIP Dimulai

Dia pun teringat saat menerima penugasan untuk memisahkan TNI dan Polri. Di mana suasana kebatinan saat itu berangkat dari kenyataan terkait bagaimana ABRI selama Orde Baru digunakan sebagai mesin politik melalui fungsi sosial politiknya. 

“Pemisahan ini, jangan lupa ini keputusan MPR. TAP MPR-nya ada. Dilakukan sebagai kehendak rakyat. Dalam proses itu saya berharap agar TNI dan Polri dapat belajar dari para seniornya,” kenang Mega. 

Dia pun menjelaskan, polisi harus bisa belajar dari Panglima Besar Jenderal Sudirman yang disebutnya sangat sederhana sekali. Kemudian ada sosok seperti Oerip Sumohardjo, Gatot Subroto, dan masih banyak lainnya. "Mereka orang yang punya karakter,” tutur Mega. 

Sementara di Polri ada sosok Jenderal Hoegeng yang juga sederhana. Di mana Mega mengaku kenal dengan kepribadian Jenderal Hoegeng. “Kapan polisi seperti Pak Hoegeng lagi ya?" tanya dia. 

Dia pun menceritakan pernah melihat Hoegeng berpakaian lengkap polisi dengan bintang jenderalnya, tapi masih menggunakan sepeda. "Om ngapain naik sepeda, orang pakaian jenderal nanti diomongin orang. Loh ini namanya jenderal merakyat,” cerita Mega. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.