Dark/Light Mode

Cerita Tentang Nyoblos (1)

Pemilu Di Desa, Banjir Amplop Tapi Tetep Adem Ayem

Minggu, 21 April 2019 13:17 WIB
Suasana pemungutan dan penghitungan suara di TPS 011, RT 002 RW 004, Desa Grobog Wetan, Pangkah, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. (Foto: Faqih Mubarok/Rakyat Merdeka)
Suasana pemungutan dan penghitungan suara di TPS 011, RT 002 RW 004, Desa Grobog Wetan, Pangkah, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. (Foto: Faqih Mubarok/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perlu perhitungan pasti dan data yang akurat. Namun, agaknya, dapat disimpulkan sementara, partisipasi pemilih meningkat pada pemilu serentak 17 April 2019 ini. Apa ukurannya? Coblosan di luar negeri membludak. Terlepas ada banyak kekurangan. Di dalam negeri, di kota-kota, terutama di kampung-kampung yang jauh dari Jakarta, pemilu serentak juga semarak.

Kalau sempat baca berita, Selasa 16 April, dari pagi hingga malam, terminal-terminal bus resmi, terminal bayangan di berbagai titik di Ibu Kota Jakarta, penuh sesak. Orang-orang ini berjubelan pada mau pulang kampung. Malahan ada yang tak kebagian bus. Gagal pulkam dan nyoblos.

Termasuk Selasa pagi, di Pasar Senen, tepatnya di Gerbong 3, Kereta Api Tawang Jaya Premium/7070 tujuan Semarang, sebagian besar, warga Jawa Tengah yang pulang untuk nyoblos. Tak perlu tanya satu persatu satu gerbong itu. Karena, begitu kereta boarding, sebagian penumpang riuh. Ada ibu-ibu yang sedang nge-vlog. "Saya sekarang di atas kereta api Tawang Jaya, mau pulang kampung ke Semarang untuk menggunakan hak pilih 17 April besok. Soalnya ngurus formulir A5 agar bisa nyoblos di Jakarta, susah. Salam perubahan," begitu kata ibu-ibu ini direkam oleh suaminya. 

Mendengar pekik ibu-ibu yang duduk di kursi 18 D Gerbong 3 ini menyatakan dukungan kepada salah satu pasangan capres-cawapres, hampir separuh penumpang di gerbong ini menyatakan dukungan dengan mengacungkan salam jari khas pendukung salah satu capres-cawapres. Melihat keramaian ini, penumpang yang separuhnya lagi mengacungkan simbol jari lawannya. Tak ada keributan setelahnya. Semuanya tertawa dan tepuk tangan. Artinya juga, orang-orang ini pulang kampung mau nyoblos. 

Di kampung-kampung dan desa-desa, suasana riuh. Setidaknya ini terjadi di sudut-sudut Desa Grobog Wetan Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Tak sedikit tetangga-tetangga perantauan yang balik kampung. Selain semangat mencoblos, mereka juga sekalian libur panjang. Sebab, Jumat nanti tanggal merah. Sejumlah TPS sudah siap-siap sejak sore hingga malam hari sebelum pencoblosan. Orang-orang berkumpul di depan rumah mereka. Yang diobrolin ya soal pilpres. Berdebat soal siapa yang paling pantas dipilih danmmasuk ke Istana. Semalam suntuk tema obrolan berkutat soal ini, ada yang mengeluh ekonomi kian susah, yang lain membanggakan pembangunan infrastruktur. 

Baca juga : Hasil Pemilu Di Korut: Jokowi Dapat 21, Prabowo Cuma 3

"Jakarta-Tegal pakai tol, empat jam. Lancar jaya, dulu bisa sampai tujuh jam. Pembangunan gede-gedean ini," kata salah satu pemuda disambut pemuda lainnya. "Susah bos. Kerjaan sulit. Dagangan sepi. Harga-harga pada mahal," jawab satunya lagi. Beberapa yang lain bicara soal menyerahkan pilihannya kepada Kiai. Yang jenis ini lebih banyak. Sebab desa ini kultur Nahdliyinnya sangat kuat. Tetapi siapapun yang dijagokan, kesimpulannya mereka ini pemilih-pemilih yang sudah bulat. Tidak mungkin goyah.

Itu soal capres. Berbeda dengan caleg. Mereka ini acak. Tidak linear partai politiknya dengan pilihan capres. Yang dipilih, caleg atau kadernya caleg yang sering datang ke rumahnya, yang dikenal, tokoh masyarakat dan ini yang mungkin paling menentukan, yang bagi-bagi amplop. "Saya dapat sembilan amplop. Dari banyak kader-kader caleg. Ada yang Rp 20 ribu, ada yang Rp 50 ribu. Milih yang kenal aja, yang ke rumah. Banyak yang gak kenal soalnya ya," aku Rofik. 

Ternyata, rata-rata setiap rumah dapat lebih dari lima amplop. Dari caleg yang berbeda-beda dan partai yang berbeda pula. Banjir amplop ini mulai datang dua hari sebelum hari H. Paling ramai sehari sebelum hari H.

Suasana desa semarak. Persis Pilkades. Kalau Pilkades, orang-orang perantauan balik kampung karena digerakkan, dibayarin dan disewain bus oleh calon kades. Bedanya, dalam pemilu serentak kali ini, tidak ada yang bayarin. "Mirip coblosan kepala desa. Tapi ini balik sendiri, inisiatif sendiri. Buat nyoblos sekalian libur," begitu kata Ahmad, sopir di sebuah pabrik minuman kemasan di daerah Cimanggis, Depok yang sengaja pulang untuk nyoblos ini.

Ada 23 TPS di Desa Grobog Wetan ini. Salah satunya TPS 011, RT 002 RW 004. Letaknya di depan surau atau mushalla dan rumah H Mafrukhin. Tak ada yang istimewa, bentuknya sederhana. Cuman beratap terpal, berpagar bambu. Ada pintu masuk, kursi tunggu pemilih, meja untuk menyerahkan undangan yang dijaga dua petugas, meja petugas yang menyerahkan kartu suara, empat bilik dari seng, dan sebuah meja panjang untuk menaruh lima kota suara. Urutannya, DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD dan terakhir, capres-cawapres. Di pintu keluar, satu meja diisi dua kursi petugas, di meja tersedia tinta, untuk nyelupin jari warga yang sudah memilih. Hingga batas pencoblosan, warga silih berganti datang ke TPS ini. Hansip sibuk membantu warga yang lansia. Dua petugas kepolisian datang sebentar, lalu pergi ke TPS lainnya. Kursi tunggu penuh dari pagi. Hanya saja setelah agak siangan, yang datang sedikit. Barulah pas pukul 12:00 warga yang tak dapat undangan dan nyoblos pakai KTP dan KK, mulai berdatangan. Aturannya begitu.

Baca juga : Kian Pasti, Kemenangan Jokowi-Maruf dan PDIP

Tepat pukul 13:00 pengumuman bergema. Pemungutan suara di TPS 011 ditutup. Saksi-saksi dari pasangan capres-cawapres mulai maju, juga saksi dari setiap parpol, tanda tangan. Banyak betul dokumen yang harus ditandatangani.

Setelahnya, perhitungan suara capres cawapres berlangsung sangat ceria. Warga yang hadir, saling celetuk. Lanjutkan, mantap, sah. Begitu celetukan warga. Semua bersenda gurau. Tak ada ketegangan sama sekali.

Tepuk tangan membahana saat perhitungan capres-cawapres selesai sekitar pukul 14:30. Di TPS ini, paslon nomor urut 01 mendapatkan 121 suara.

Paslon nomor urut 02 memperoleh suara 60. Selisihnya separuhnya lebih. Satu suara tidak sah. Artinya, ada 182 yang memberikan suara di TPS ini

dari pemilih sebanyak 284 undangan. "Menang lagi nih Pak Jokowi," celetuk bapak-bapak berpeci hitam. Sebagai gambaran peta dukungan di Provinsi Jawa Tengah, pada Pilpres 2014 lalu perolehan suara Jokowi-Jusuf Kalla mencapai 12.959.540 sedangkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memperoleh 6.485.720 suara. Dari 35 daerah di Jawa Tengah, Jokowi menang di 35 daerah sementara Prabowo menang di 0 daerah kabupaten/ kota.

Baca juga : Kalau Omong Doang Tidaklah Melanggar

Perhitungan berlanjut untuk DPRD Kabupaten, Provinsi, DPR pusat dan DPD. Namun, warga sudah tak antusias. Setelah melihat perhitungan Pilpres di TPS, orang-orang kembali ke rumahnya masing-masing. Nonton quick count di televisi. Usai ashar, pemenang versi quick count sudah kelihatan. Kebanyakan lembaga polling menyatakan, Pilpres 2019 ini dimenangkan oleh paslon nomor urut satu, Jokowi-Ma'ruf. Rata-rata di angka 55 persen untuk Jokowi-Ma'ruf dan 45 persen untuk Prabowo-Sandiaga.

Pemilu di desa, selain banjir amplop juga tak setegang di media sosial. Orang kembali ke kehidupannya masing-masing. Meski berbeda dukungan, masih mau salaman saat ketemu di mushola, di jalan menuju ke sawah dan di pasar-pasar tradisional. Malam harinya, orang-orang desa ini selametan. Bakar-bakaran ayam. Pendukung 01 dan 02, makan bareng. ***

Faqih Mubarok
Wartawan Rakyat Merdeka

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.