Dark/Light Mode

Soal Amandemen Terbatas UUD 1945

Politisi Jangan Grusa-Grusu Deh

Minggu, 22 Agustus 2021 08:44 WIB
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani (Foto: Dok. DPR)
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani (Foto: Dok. DPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengusulkan amandemen terbatas UUD 1945 bisa dilakukan, asalkan waktunya tepat. Partai berlogo Kabah itu menilai, amanden UUD 1945 perlu dilakukan, demi perbaikan aturan main bernegara ke depannya.

“Tapi, kalaupun amandemen, ini diagendakan tentu setelah Covid-19 terkendali dengan baik,” ujar Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Saat ini, lanjutnya, seluruh elemen bangsa, termasuk PPP, sedang sibuk turun gunung membantu rakyat terdampak pandemi Covid19. Vokalis PPP di Senayan ini menjamin, amandemen tidak akan digelar selama pandemi berada di tingkat keterpaparan yang tinggi.

“Apalagi ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), tidak akan dilaksanakan sidang MPR untuk amandemen,” ujarnya.

Wakil Ketua MPR ini juga mengatakan, kecil sekali peluang amandemen ini membuka kotak pandora, seperti masa jabatan presiden tiga periode yang isunya bergulir liar. Sebab, mayoritas parpol menolaknya. Merujuk Pasal 37 UUD 1945, usulan mengubah pasal dalam UUD itu bisa diajukan sekurangnya sepertiga dari jumlah anggota MPR.

“Kalau melebar, ya silakan baca dulu prosedur amandemen. Jadi, jangan berpikir dengan paradigma pembahasan RUU,” sebutnya.

Dijelaskan, amandemen terbatas UUD 1945 perlu dilakukan semata untuk menghadirkan Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN). Harapannya, PPHN ini bisa menjadi landasan filosofis dan ideologis Presiden hasil Pemilu 2024. “Ini untuk menjawab kekhawatiran, bahwa PPHN akan meniadakan keleluasaan presiden untuk mengartikulasikan visi dan misinya dalam menjalankan pemerintahan seperti yang dikhawatirkan sejumlah pihak,” ungkapnya.

Sementara, pakar Hukum Tata Negara Hamdan Zoelva justru mempertanyakan urgensi dilakukannya amandemen UUD 1945. Asumsinya, selain masyarakat sedang berhadapan dengan pandemi Covid-19, PPHN juga bukan alasan sebuah inkonsistensi pembangunan sebuah pemerintahan.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menilai, masalah pembangunan jangka panjang itu terjadi karena para politisi tidak konsisten. Indonesia sudah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang disusun untuk 25 tahun. [BSH]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.