Dark/Light Mode

Putusan MKMK Kudu Jadi Kunci Kembalikan Wibawa Mahkamah Konstitusi

Sabtu, 4 November 2023 06:04 WIB
Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow/Ist
Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow menilai, sah saja wacana hak angket untuk menyelesaikan masalah di tubuh Mahkamah Konstitusi (MK). Kendati begitu, kunci utama untuk memulihkan wibawa penjaga konstitusi tersebut, yakni putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memenuhi rasa keadilan publik.

"Sebagai sebuah hak sih oke-oke saja, tapi kalau hak angket itu digagas untuk kepentingan politik, saya kira tidak akan berhasil mencapai tujuan yang diharapkan," terangnya saat dihubungi, Jumat (3/11/2023).

Hal itu dia kemukakan karena melihat nuansa politik yang cukup kental dalam wacana hak angket.

Jeirry mengungkapkan, lebih efektif untuk mendorong agar MKMK mampu menjalankan peran dan fungsinya secara baik dan lurus agar bisa mengembalikan kepercayaan publik pada MK.

"Saya kira berharap banyak dari MKMK, itu jauh lebih strategis dan efektif. Mudah-mudahan mereka tetap berkomitmen menjaga marwah MK, tidak terjebak atau tidak terpengaruh dengan urusan politik yang berkelindan dalam putusan MK," harapnya.

Sebab itu, Jeirry mendorong agar publik bersama memperkuat dan mendukung MKMK. Hal itu dinilainya lebih efektif untuk menyelesaikan krisis konstitusi.

Baca juga : Putusan MK Soal Usia Capres-Cawapres Ganggu Demokrasi

"Kita juga harus dorong hakim MKMK betul-betul berpikir sebagai negarawan, tidak terjebak pada kepentingan politik tertentu atau dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik," tuturnya.

Menurutnya, jika MKMK tidak mampu menghasilkan putusan yang jernih, maka akan muncul problem lebih besar yakni hilangnya kepercayaan publik pada lembaga pengadil hasil pemilu itu. Padahal, bangsa Indonesia sebentar lagi akan mengadakan hajatan demokrasi Pemilu 2024.

"Kalau itu tidak ada lagi, kita akan jadi tambah rumit," ungkapnya.

Sementara, Peneliti Forum Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Lucius Karus mengatakan, penggunaan Hak Angket DPR terhadap MK tidak tepat.

"Hampir semua pakar tata negara menganggap Hak Angket DPR itu instrumen pengawasan legislatif ke eksekutif. Sementara MK itu masuk kamar Yudikatif. Secara prinsip kerja, lembaga yudikatif itu ya mestinya tak bisa diselidiki oleh lembaga politik seperti DPR," kata Lucius.

DPR yang bekerja atas dasar kepentingan politik tertentu jelas tak bisa netral dalam menilai sebuah keputusan, apalagi jika keputusan itu masih berkelindan dengan dunia politik.

Baca juga : Relawan: Putusan MKMK Tak Bisa Batalkan Pencalonan Gibran

 Unsur kepentingan politik pada anggota DPR itu membuat setiap anggota hingga setiap fraksi menilai keputusan hukum dari sisi keuntungan atau kerugian secara politik bagi dirinya maupun partainya.

"Karena itu saya kira terkait keputusan MK soal syarat capres-cawapres, jelas bukan objek yang tepat dijadikan alasan penggunaan angket oleh DPR," jelasnya.

Menurut dia, Iiu terkait angket kepada MK ini lebih merupakan isu elit. Syarat capres-cawapres ini isu elite yang tak berkorelasi langsung dengan kepentingan rakyat. 

Menurutnya, jika DPR sungguh wakil rakyat sebelum-sebelumnya ada begitu banyak isu terkait kebijakan pemerintah yang terkait langsung dengan rakyat, yang seharusnya mendorong penggunaan hak angket.

“Tetapi karena sebelum ini koalisi pendukung pemerintah dominan, kebijakan pemerintah yang bermasalah justru dibenarkan oleh DPR," tegas Lucius.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan sebagian tentang batas usaia Capres Cawapres, dengan perkecualian bagi mereka yang pernah menjadi pejabat publik.

Baca juga : Buat Jaga Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi

Keputusan ini menjadi karpet merah bagi Gibran Rakabuming, anak Presiden Joko Widodo yang juga keponakan dari Ketua MK Anwar Usman. MK dianggap meloloskan politik dinasti dan dikecam oleh masyarakat maupun pegiat hukum tata negara.

Anggota DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengusulkan DPR menggunakan hak angketnya terhadap MK. Namun, usulan ini dianggap tidak tepat.

Lucius mengatakan, sebagai warga negara, selalu mendukung DPR yang kuat dalam hal menggunakan semua kewenangan berdasarkan UU.

“Ada banyak isu rakyat yang selama ini seharusnya cukup memunculkan penggunaan angket, tetapi DPR justru melempem. Eh, sekarang pas lagi runyam urusan Pemilu, DPR seolah-olah baru mulai bekerja," pungkas Lucius.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.