Dark/Light Mode

Pakar ke 01 & 03: Pelanggaran TSM Pemilu Bukan Wewenang MK, Tapi Bawaslu

Kamis, 22 Februari 2024 13:14 WIB
Diskusi Forum Doktor, di Hotel Fermont, Jakarta, Kamis (22/2). (Foto: Istimewa)
Diskusi Forum Doktor, di Hotel Fermont, Jakarta, Kamis (22/2). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tim Capres-Cawapres 01 dan Capres-Cawapres 03 sedang sedang sibuk mengumpulkan bukti-bukti dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) Pilpres 2024. Mereka berencana melayangkan gugatan dugaan pelanggaran TSM itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menanggapi hal ini, Guru Besar Hukum konstitusi Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, Prof Andi Asrun, menyatakan, penanganan dugaan TSM bukan wewenang MK. Penanganan itu ranah Bawaslu sebagai pihak pengawas Pemilu.

"Kerkaca kepada Undang-Undang Pemilu dan juga yurisprudensi Mahkamah Konstitusi, pemeriksaan pelanggaran-pelanggaran Pemilu yang bersifat TSM bukan ranahnya Mahkamah Konstitusi, tapi seharusnya dibawa ke Bawaslu," kata Andi, dalam diskusi "Forum Doktor", di Hotel Fermont, Jakarta, Kamis (22/2).

Baca juga : Data KPU 71 Orang, Data Kemenkes 84 Orang

Andi lalu menyinggung keberadaan para mantan Ketua MK yang ada di masing-masing paslon penggugat. Di 01 ada Hamdan Zoelva, dan 03 ada Mahfud MD, yang keduanya sama-sama merupakan mantan Ketua MK. Andi yakin, kedua tokoh ini tentu sepedapat, MK tak memiliki wewenang untuk menindaklanjuti gugatan soal pelanggaran Pemilu TSM.

"Berkaca pada dua tokoh ini, mereka punya keyakinan bahwa pelanggaran TSM bukan tepatnya di MK, tapi Bawaslu," ucapnya.

Kalau seandainya dibawa ke MK, lanjut Andi, maka akan menjadi usaha sia-sia. "Pekerjaan mubazir," imbuhnya.

Baca juga : Soal Potensi Pelanggaran Di London Dan Jeddah, Begini Respons Bawaslu

Di tempat yang sama, pakar hukum tata negara, Margarito Khamis, juga menyebut bahwa penanganan pelanggaran atau kecurangan secara TSM itu ranahnya ada di Bawaslu, bukan MK. Itu pun harus dibuktikan secara spesifik jika kecurangan atau pelanggaran yang terjadi memang benar-benar mempengaruhi hasil Pemilu, bukan cuma soal selisih suara saja. Margarito menekankan, salah satu yang harus dibuktikan adalah adanya kesalahan penghitungan, bukan soal prosedur.

"Kecurangan-kecurangan itu lebih karena pada salah hitung misalnya, bukan karena prosedur pelaksanaannya. Karena kalau Anda mau jadikan prosedur sebagai vocal point dalam permohonan, ini menjadi salah. Mengapa? Karena Undang-Undang memerintahkan soal-soal itu dibawa ke Bawaslu bukan ke Mahkamah Konstitusi," kata Margarito.

Menurut Margarito, selama ini kubu 01 maupun 03 terkecoh dengan hasil Sirekap milik KPU. Padahal, Sirekap bukan acuan surat suara sah hasil penghitungan Pemilu.

Baca juga : Wamenhan: Sesat, Fitnah, Hoaks

"Saya lihat teman-teman di kubu 01 dan 03 itu terkecoh dengan memberi fokus pada Sirekap. Padahal Sirekap bukan yang menjadi dasar lahirnya angka (suara) itu. Ini kan cuma alat bantu percepatan agar memberikan informasi kepada orang," kata Margarito.

"Tapi secara hukum yang menjadi entitas adalah hasil rekapitulasi jadi mesti pastikan di hasil rekapitulasi jangan pusing dengan Sirekap itu," tukas dia.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.