Dark/Light Mode

Soal Gibran, Anies-Ganjar Belum Bisa Move On

Senin, 25 Maret 2024 08:58 WIB
Tiga pasang Capres-Cawapres saat debat Capres terakhir. (Foto: Khairizal Anwar/RM)
Tiga pasang Capres-Cawapres saat debat Capres terakhir. (Foto: Khairizal Anwar/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD menggugat hasil Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, yang digugat bukan perolehan suara, melainkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres pendamping Prabowo Subianto. Rupanya, Anies dan Ganjar belum move on soal Gibran.

Anies-Muhaimin mendaftarkan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres) ke MK, Kamis (21/3/2024), atau satu hari setelah KPU mengumumkan pemenang Pilpres 2024. Perkaranya didaftarkan dengan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) Nomor: 01-01/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024.

Ketua Umum Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin, Ari Yusuf Amir mengatakan, berkas permohonan hampir 100 halaman, berisi bukti-bukti adanya dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Dalam naskah permohonan itu, kata Ari, pada intinya mempermasalahkan pencalonan Gibran yang dianggap erat kaitannya dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) secara masif, ketidaknetralan aparat penyelenggara pemilu, dan keterlibatan aparat pemerintah yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon tertentu.

Baca juga : Banteng Juara Tapi Kursinya Di DPR Berkurang Banyak

Dalam gugatan itu, Anies-Muhaimin mengajukan dua gugatan alternatif. Pertama, meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang penetapan hasil Pemilu baik Pilpres maupun Pileg. Kedua, mendiskualifikasi Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres.

Gugatan serupa diajukan Ganjar-Mahfud. Permohonan itu disampaikan pada Sabtu, (23/3/2024) sore, dan terdaftar dengan Nomor 02-03/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024. Gugatan ini pada intinya meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran yang dianggap melanggar ketentuan hukum dan etika.

Menurut Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, dalil gugatannya sudah dikonfirmasi oleh putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) soal pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman yang mengabulkan gugatan perkara 90 soal syarat usia menjadi Cawapres. Gugatan ini juga sesuai dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran etik Komisioner KPU, perihal pendaftaran Gibran sebagai Cawapres tanpa mengubah Peraturan KPU.

Oleh karena itu, TPN meminta MK membatalkan keputusan KPU soal Pilpres dan memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Indonesia. “Bukan di satu atau dua tempat, tetapi di seluruh Indonesia,” ujar Todung, di Gedung MK, Sabtu (23/3/2024).

Baca juga : PPP Ngarep Dikunjungi Prabowo

Menyikapi permohonan itu, Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra menilai permintaan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud kepada MK untuk mendiskualifikasi Gibran sudah terlambat. Menurutnya, keberatan itu seharusnya disampaikan ke Bawaslun dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebelum proses Pemilu berlangsung. Yusril pun heran dengan pihak rival yang baru menggugat pencalonan Gibran sebagai Cawapres setelah sama-sama menjalankan kontestasi Pemilu.

“Setelah kalah, malah minta MK mendiskualifikasi Pak Gibran. Ini suatu keanehan. Suatu sikap yang inkonsisten sebenarnya,” ujar Yusril, kepada wartawan, Minggu, (24/3/2024).

Wakil Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran ini pun menilai permintaan tersebut bisa berdampak pada proses Pilpres itu sendiri. Sebab, akan diulang dari tahapan pendaftaran awal.

Padahal, menurut Yusril, di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, maupun Undang-Undang Dasar (UUD) tidak mengenal Pilpres ulang secara menyeluruh seperti itu.

Baca juga : Banyak Caleg Kecewa Di Pemilu 2024, AHY Bilang Ada Yang Main Duit Ugal-ugalan

“Kalau secara parsial, mungkin. Undang-Undang Pemilu kita hanya mengenal Pilpres Putaran II kalau belum ada pemenang pada Putaran I,” jelasnya.

Ketua Umum PBB ini menambahkan, akan ada konsekuensi hukum jika Pilpres 2024 diulang secara menyeluruh. Sebab, belum tentu Indonesia memiliki presiden dan wakil presiden sebelum masa jabatan pemerintahan Presiden Jokowi berakhir, pada 20 Oktober 2024. “Hal-hal semacam ini perlu menjadi bahan perhatian kita bersama dalam membangun bangsa dan negara,” pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.