Dark/Light Mode
- Kinerja Industri Manufaktur Terganggu Urusan Koordinasi Antarinstansi
- KAI Tutup Posko Angkutan Lebaran, Penumpang KA Naik 18 Persen
- 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi Damai di MK, Jumat Besok
- Didampingi Ibu Wury, Wapres Gelar Halal Bihalal Bareng Pegawai Dan Media
- Bobby Tetap Mau Daftar Jadi Bacagubnya PDIP
Sebelumnya
Para elit politik juga kerap “mengajarkan” hal seperti ini. Dalam setiap kampanye, yang menonjol justru saling sindir, perang kata-kata atau istilah. Minim substansi dan dangkal gagasan. Kalau pun berbeda gagasan, pada akhirnya mereka berkompromi.
Ketika musim politik tiba, yang menonjol justru bendera partai yang berkibar-kibar di sepanjang jalan, yang dipasang dengan bambu yang diikat asal-asalan. Atau, foto si calon dengan identitas keagamaan yang khusyuk dengan senyum manisnya. Kalau perlu fotonya diedit, tak peduli foto itu berbeda dengan aslinya.
Baca juga : Sniper Di Kebun Binatang
Pola ini tidak membangun ekosistem demokrasi yang baik dan sehat. Pertanyaannya: sampai kapan atmosfer politik diwarnai dengan diksi-diksi “politik sontoloyo, politik genderuwo”, atau urusan jas dan kemeja serta perang baliho di segala penjuru?
Elit politik mestinya menjadi bagian penting dalam pendidikan politik. Jangan justru memanfaatkan keluguan publik untuk kepentingan sesaat.
Baca juga : Pilpres 2024 Ikut Pola Filipina?
Isu pemberantasan korupsi, lingkungan hidup, polarisasi, pemulihan ekonomi serta nasib generasi yang hilang akibat Covid, jauh lebih penting dibanding urusan kaos oblong, memasak nasi goreng, atau diplomasi soto ayam. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.