Dark/Light Mode
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
RM.id Rakyat Merdeka - Apakah roda-roda “mesin ketakutan” sedang berputar di Indonesia?
Contoh: si A menakuti kelompok si B. Sebaliknya, si B menakuti kelompok si A. Si C memanas-manasi. Narasinya sama: ada “sesuatu” yang akan mengancam kelompokmu. Sesuatu itu sangat berbahaya. Kelompokmu akan menjadi targetnya. Dari samping kiri atau samping kanan.
Bahwa “hantu” itu ada, iya. Karena “hantu” bisa punya idola. Tapi kalau difabrikasi massal dalam mesin ketakutan, secara berulang-ulang, bisa mengganggu stabilitas sosial dan mengancam kerukunan.
Baca juga : Lari Bareng Di Trek Lurus
Dampaknya, saling curiga tumbuh subur. Ada rasa tidak nyaman. Masyarakat terbelah. Saling serang. Masing-masing pihak terus membangun tembok yang kian tinggi. Polarisasi kian tajam.
Orde Baru pernah melakukannya. Pernah punya “hantu”. Sekarang, India juga ditimpa hal yang sama. Amerika Serikat, sejak pemilu yang menampilkan Donald Trump, juga punya “hantu” dan diterpa polarisasi. Ukraina dan Rusia, juga punya “hantu” masing-masing yang akhirnya mengobarkan perang sampai sekarang.
Hitler dengan Nazi-nya melakukannya terlebih dulu. Musim panas 1939, ketika hendak menyerang Polandia, Hitler tak punya alasan yang mendukung penyerangan itu.
Baca juga : Menunggu Pilihan Di Bulan Juni
Hitler kemudian “merekayasa insiden perbatasan”. Dia menciptakan “hantu”. Saat itu, seorang serdadu Nazi berseragam tentara AD Polandia “menyerang” stasiun radio Jerman di Gleiwitz.
Serangan itu dikampanyekan sebagai serangan dari Polandia. Hitler kemudian mengobarkan bahwa “kita diserang oleh Polandia. Jerman harus membela diri. Karena itu, ayo serang Polandia!”. Polandia kemudian diduduki.
“Hantu” bisa lahir dari mana saja. Kapan saja. Di mana saja. Sehingga perlu diingatkan bahwa saling curiga di antara sesama anak bangsa menjadi pupuk yang menyuburkan polarisasi.
Baca juga : 2024, Gen X Pegang Kendali?
Waspada, harus. Tapi kalau ada yang menyiramnya dengan “bensin politis”, bisa sangat berbahaya. Akibatnya, persatuan menjadi sangat mahal dan perpecahan menjadi sangat murah. Urusan sepele pun menjadi bahan polarisasi. Sangat mengkhawatirkan.
Perpecahan bangsa adalah sebuah proses panjang. Tidak lahir dalam sehari-dua hari. Dia bisa tumbuh dari benih perbedaan warna politik atau dari sekadar pilihan-pilihan sederhana. Dari hal-hal sepele.
“Sesuatu” yang menjadi ancaman perlu dikelola dengan baik dan terukur. Kalau rakyat mengelolanya sendiri, masing-masing akan bertindak sesuai kepentingannya. Bisa liar. Sangat berbahaya. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.