Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Suap Untuk Sang Gubernur

Sabtu, 13 Juli 2019 06:23 WIB
KIKI ISWARA DARMAYANA
KIKI ISWARA DARMAYANA

RM.id  Rakyat Merdeka - Seperti tak kenal kata jera. Lagi, seorang kepala daerah terjaring OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Kamis (11/7) lalu, sang kepala daerah, yaitu Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun yang dicokok KPK ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dalam kaitan dengan izin lokasi proyek reklamasi di Provinsi Kepri.

Dalam OTT itu, KPK menyita 6.000 dolar Singapura yang diduga sebagai pelicin izin megaproyek reklamasi pantai. Kasus suap Nurdin menambah panjang daftar gubernur, bupati dan wali kota yang ditangkap KPK.

Baca juga : Memburu Kursi BPK

Puluhan kepala daerah ditangkap, dengan berbagai model korupsi. Mulai dari suap atau gratifikasi, pencurian APBD hingga mark up dalam pengadaan barang dan jasa. Miris memang.

Ternyata masih ada kepala daerah yang merasa diri mereka bebas dari pengawasan dan sorotan publik. Sehingga berani main-main dengan suap. Lebih gila lagi, masih ada yang berani main-main dengan APBD.

Besarnya biaya Pilkada jadi salah satu penyebab, mengapa kemudian kepala daerah itu kerap memainkan izin-izin dan mencuri APBD. Kalau untuk menjadi bupati atau wali kota di Jawa seorang calon mesti mengeluarkan dana lebih dari Rp 50 miliar dan di luar Jawa sekitar Rp 30 miliar, maka untuk mengembalikannya tentu harus putar otak.

Baca juga : Inilah Jalan Demokrasi

Hal inilah yang mendorong seorang kepala daerah menekan pengusaha atau melakukan mark up dalam pengadaan barang dan jasa. Lebih menyedihkan lagi, tidak sedikit pula, kepala daerah yang ditangkap KPK akibat proyek-proyek fiktif.

Celakanya, proyek-proyek fiktif itu disetujui DPRD. Akibatnya, tidak sedikit, pimpinan dan anggota DPRD yang ditangkap KPK. Anggota DPRD yang mestinya berperan aktif menjaga dan mengawasi penggunaan APBD, seringkali malah ikut mencuri dana pembangunan fisik daerah.

Akibat adanya kerjasama antara kepala daerah dengan pihak DPRD dalam memainkan APBD, banyak proyek di daerah akhirnya terbengkalai. Kita berharap ke depan, kepala daerah yang suka mencuri APBD dan kena OTT KPK dihukum berat serta dimiskinkan.

Baca juga : Tantangan Pasca Pilpres

Sebab, hanya dengan hukuman penjara minimal 15 tahun dan dimiskinkan, para kepala daerah itu akan takut menerima suap atau mencuri APBD.

Sudah saatnya, para gubernur, bupati dan wali kota menghindari suap. Caranya, jauhi makelar izin dan calo APBD. Sebab, para makelar dan calo anggaran itulah yang kelak mengantarkan sang kepala daerah ke penjara.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.